c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

18 Januari 2024

20:00 WIB

Industri Spa: Pemajakan Spa Salahi UU Kepariwisataan

Penerapan UU HKPD bertentangan dengan UU 10/2009 tentang Kepariwisataan. Terutama dalam pengelompokan jenis usaha yang termasuk ke dalam objek Pajak Barang dan jasa Tertentu (PBJT).

Penulis: Khairul Kahfi

Industri Spa: Pemajakan Spa Salahi UU Kepariwisataan
Industri Spa: Pemajakan Spa Salahi UU Kepariwisataan
Ilustrasi pijat spa di Bali. Shutterstock/Lucky Business

JAKARTA - Industri spa nasional ajukan keberatan penerapan pajak hiburan yang berlaku dalam UU 1/2002 tentang Hubungan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) sebesar 40-75%. Industri menilai, ada banyak celah yang menganga pada kebijakan ini ketika memajaki lapangan usaha spa saat ini.

Ketua Umum Indonesia Wellness Spa Profesional Association (IWSPA) Yulia Himawati menegaskan, penerapan UU HKPD bertentangan dengan UU 10/2009 tentang Kepariwisataan. Terutama dalam pengelompokan jenis usaha yang termasuk ke dalam objek Pajak Barang dan jasa Tertentu (PBJT).

Dirinya menggarisbawahi, dalam Pasal 50 dan Pasal 55 UU HKPD, pemerintah mengelompokkan jasa spa ke dalam jasa kesenian dan hiburan. “Padahal, di dalam Pasal 14 UU Pariwisata, usaha spa merupakan jenis usaha yang berbeda dengan penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (18/1). 

Pasal 14 di dalam UU 10/2009 tentang Kepariwisataan membagi usaha pariwisata yakni daya tarik wisata; kawasan pariwisata; jasa transportasi wisata; jasa perjalanan wisata; jasa makanan dan minuman; penyediaan akomodasi; penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran; jasa informasi pariwisata; jasa konsultan pariwisata; jasa pramuwisata; wisata tirta; serta spa.

Ketimbang memasukkan kegiatan usaha spa ke dalam bidang hiburan dan rekreasi, Yulia melanjutkan, jasa spa lebih tepat dikelompokkan berbeda sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata. Apalagi, secara definisi, spa bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan Kesehatan. 

“Selain itu, spa juga merupakan bagian dari wellness (kesehatan) sebagai payung besarnya. Itu sebabnya, lebih tepat disebut sebagai spa wellness, yang tujuannya mencakup Kesehatan promotion dan prevention,” ungkapnya.

Hal tersebut diperkuat dengan tercakupnya spa sebagai salah satu Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan (SBMKL) yang diatur di Permenkes 2/2023. Yulia menyambung, beleid ini mendefinisikan spa sebagai terapi dengan karakteristik tertentu yang kualitasnya dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami. 

Baca Juga: Ini 7 Daerah yang Pasang Tarif Pajak Hiburan Malam 75%

Untuk itu, industri spa Indonesia mengimbau pemerintah untuk segera meninjau kembali ketentuan tersebut, khususnya mengenai pengelompokan spa sebagai bisnis hiburan. “Jika dibiarkan, kami khawatir akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan usaha di Indonesia,” urainya.

Mengacu data Statistik Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif 2020, persentase subsektor usaha jasa spa sebesar 0,47% dari keseluruhan usaha pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia. 

Dilihat dari jenis produk yang tersedia, mayoritas 87,98% usaha spa memiliki produk terapi pijat (massage); 67,02% memiliki produk perawatan wajah (facial); 57,11% memiliki produk perawatan kaki dan tangan (herbal) serta 51,35% memiliki produk terapi aroma (aromatherapy).

Ditilik dari pendapatannya, pendapatan usaha spa 2019 ditaksir mencapai Rp1,93 triliun; terdiri dari pendapatan utama Rp1,89 triliun dan pendapatan lainnya Rp47,81 miliar. Kondisi ini terpantau menurun di 2020, menjadi Rp980,42 miliar; terdiri dari pendapatan utama Rp956,25 miliar dan pendapatan lainnya Rp24,16 miliar.

Spa Komoditas Kesehatan, Bukan Hiburan
Sementara itu, Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi (LSPro) Tirta Nirwana Indonesia, Firmansyah Rahim menjelaskan, spa merupakan jasa yang terkait dengan kesehatan dan kebudayaan nasional. Ketentuan ini pun mengacu pada Permenparekraf 11/2019 tentang Standara Usaha Spa.

Dalam Pasal 1 dalam beleid, Usaha Spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik. Dengan tujuan, menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.

Dirinya mengakui, spa sempat masuk dalam kategori hiburan di masa lalu. Kendati, klasifikasi spa masuk dalam kategorisasi hiburan terjadi karena segelintir oknum yang memanfaatkan celah yang ada.  

“Namun setelah itu, kita (industri spa) ke DPR karena spa bukan hiburan, tapi (bagian dari jasa yang menawarkan) kesehatan dan budaya sehingga (lahir) Permenparekraf 11/2019,” terang Firman dalam kesempatan sama.

Sejauh ini, industri spa telah menemukan 15 etnik pola pengobatan untuk kesehatan dan kebugaran di Indonesia. Bukti empiris atas hal ini telah dilakukan oleh para ahli yang tergabung dalam Asosiasi Master Wellness Indonesia (Indonesia Wellness Master Association/IWMA) yang dikenal dengan Etnaprana.

Kemudian, kategorisasi spa sebagai usaha berisiko menengah-tinggi, membuat industri terkait mematuhi PP 5/2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dengan melakukan sertifikasi.

“Di situ ada (usaha spa masuk) kesehatan dan peningkatan budaya tradisional, tapi kita mungkin lihat dari teman-teman Kemenkeu dan Kemenparekraf tidak concern waktu penyiapan UU HKPD, sehingga masih masuk ke (industri) hiburan,” terangnya .  

Dengan demikian, spa sebagai usaha tersertifikasi tidak bisa dijalankan secara ecek-ecek. Untuk itu, dirinya menjamin spa bersertifikat menjalankan usahanya dengan kaidah dari segi profesi terapis maupun pengelola usaha dengan standar Kemenparekraf.

“Kalau kita mau menetapkan aturan, kita harus melihat spa itu bersertifikat,” paparnya.

Baca Juga: Pengusaha Spa Bali Bisa Ajukan Insentif Fiskal

Yulia menambahkan, saat ini usaha spa wellness berkomitmen mengimplentasikan Etnaprana, dengan dibuktikan para terapisnya sudah bersertifikat. Sesuai dengan SKKNI Kepmenaker 267/2023 Tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Aktivitas Jasa Lainnya, Golongan Pokok Aktivitas Jasa Perorangan Lainnya Sub Golongan Jasa Perorangan Aktivitas Kebugaran, Bukan Olahraga Bidang Sante Par Aqua (Spa) Terapi. 

Dirinya pun berharap, industri yang sudah bersertifikat usaha sesuai Permenparekraf 11/2019, hendaknya mendapat insentif pajak khusus. “(Agar) bisa berkembang membangun ekonomi bangsa, kami menyarankan dalam periode tertentu bisa di angka 0%,” ungkap Yulia. 

Nantinya, pemajakan industri spa bisa dikenakan sebagaimana mestinya setelah berkembang pesat. Dirinya menekankan, penerapan standardisasi spa sesuai kemauan pemerintah tidak mudah karena membutuhkan biaya besar.

“Sehingga jika ditambah beban pajak yang tinggi, tentu akan berdampak pada kesehatan finansial pelaku usahanya,” bebernya.

Dirinya pun meminta, pemerintah berperan aktif untuk membuka ruang diskusi dengan pelaku usaha. Agar, semua pihak memiliki persepsi yang sama terkait hal ini.“Kami berharap, pemerintah dan pihak-pihak terkait mendukung upaya kita dalam mendorong industri spa wellness dalam negeri bersaing di tingkat dunia,” jelasnya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar