c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

01 November 2023

19:49 WIB

Industri Manufaktur Tertekan Akibat HBGT Tak Berjalan Baik

Kebijakan HGBT tidak optimal karena masih ada industri manufaktur yang membeli gas bumi tertentu di atas ambang harga US$6/MMBTU.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini

Industri Manufaktur Tertekan Akibat HBGT Tak Berjalan Baik
Industri Manufaktur Tertekan Akibat HBGT Tak Berjalan Baik
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif. Dok. Kemenperin

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai bahwa saat ini, implementasi kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) tidak berjalan dengan baik.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif. Dia mengatakan masih ada industri yang membeli gas bumi dengan harga di atas US$6/MMBTU, sehingga menurunkan daya saing produk pelaku usaha.

"Faktor eksternal lain yang berdampak pada industri manufaktur adalah kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang tidak berjalan dengan baik. Beberapa industri justru membeli harga di atas US$6/MMBTU," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (1/11).

Menurut Febri, penerapan HGBT untuk sektor industri harus terlaksana dengan tepat dan sesuai peraturan yang berlaku. Ia menuturkan jika ada isu kenaikan HGBT, itu akan berpengaruh terhadap daya saing industri.

Sebagai informasi, pemerintah telah mengatur harga gas bumi untuk keperluan industri, seperti gas untuk bahan baku ataupun bahan penolong. Adapun HGBT dipatok maksimal US$6 per million British thermal units (MMBTU).

Baca Juga: Gapmmi Minta Industri Mamin Dapat Gas Murah

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM 15/2022, dan petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri ESDM 91/2023 yang berlaku mulai Mei 2023.

Berdasarkan Permen ESDM, kebijakan HGBT berlaku untuk 7 jenis industri, terdiri dari industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Jubir Kemenperin menuturkan perluasan program HGBT akan berdampak terhadap peningkatan investasi di sektor industri Indonesia. Pasalnya, program HGBT membuat ketersediaan energi yang kompetitif sehingga menarik bagi investor.

"Apalagi, pemerintah fokus untuk terus meningkatkan investasi dan kinerja sektor industri manufaktur karena menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional," imbuhnya.

Kendala Penerapan HGBT
Febri mencatat beberapa kendala terhadap penerapan HGBT, antara lain adalah sektor industri mengalami pembatasan pasokan gas bumi di bawah volume kontrak.

Dia mencontohkan di Jawa Timur terjadi pembatasan kuota antara 27-80% kontrak dan pengenaan surcharge harian untuk kelebihan pemakaian dari kuota yang ditetapkan di hampir seluruh perusahaan.

Berikutnya, masih ada industri penerima HGBT yang mendapatkan harga di atas US$6/MMBTU. Bahkan, ada sektor industri pengguna yang belum menerima HGBT. Padahal sektor industri tersebut sudah direkomendasikan oleh Menperin sejak April 2021-Agustus 2022.

"Kami mendorong agar kebijakan HGBT bagi sektor manufaktur dapat dijalankan dengan menegakkan aturan-aturannya," kata Febri.

Baca Juga: Aturan HGBT Belum Optimal, 95% Industri Dapat Gas di Atas US$6/MMBTU

Secara umum, Febri menilai sektor industri saat ini tengah menghadapi hantaman bertubi-tubi yang turut memengaruhi produktivitas dan daya saing industri. Menurunya, tekanan terhadap industri dalam negeri berasal dari beberapa faktor.

Di antaranya, kondisi perekonomian global yang melemah membuat permintaan (demand) ikut lesu. Itu tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang melambat di level 51,5 pada Oktober 2023.

Kemudian, melemahnya rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, yang mengakibatkan harga bahan baku dan biaya produksi melonjak. Lalu, implementasi HGBT yang tidak berjalan baik.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar