c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

09 April 2022

08:04 WIB

Industri Belum Siap, Indonesia Tak Kunjung Mandiri Alkes

Selain ketersedian bahan baku dan lab uji, perlu ada kampanye bangga beli produk alat kesehatan Indonesia kepada para dokter sebagai pelayan kesehatan  

Industri Belum Siap, Indonesia Tak Kunjung Mandiri Alkes
Industri Belum Siap, Indonesia Tak Kunjung Mandiri Alkes
Ilustrasi. Petugas menyiapkan peralatan kesehatan untuk pasien covid-19 di ruang IGD RSPJ Ekstensi Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta. Dok. Antara Foto/Dhemas Reviyanto

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, industri hulu alat kesehatan yang belum memadai, menjadi salah satu faktor Indonesia tak bisa lepas dari ketergantungan impor alat kesehatan (alkes). Belum memadainya industri hulu alat kesehatan membuat ketersediaan bahan baku dalam negeri jadi terbatas. 

Ujungnya, ekosistem investasi di bisnis alat kesehatan pun tak terbentuk. "Laboraturium uji alat kesehatan terbatas," ujar Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia dalam keterangannya, Jumat (8/4).

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan Laksono Trisnantoro mengungkapkan, ada beberapa alasan masyarakat dan penyedia layanan kesehatan, lebih suka membeli alat kesehatan impor daripada produk lokal. Salah satunya, kata dia, belum banyak kampanye bangga membeli produk Indonesia untuk alat kesehatan.

"Meski tidak semua, banyak dokter yang bilang, alat dalam negeri kurang bermutu. Di sini perlunya kampanye bangga beli produk alat kesehatan Indonesia kepada para dokter sebagai pelayan kesehatan," tuturnya.

Padahal, persepsi dokter terhadap brand alat kesehatan dalam negeri itu sangat penting. "Kalau pasien, kan ikut anjuran dokter saja," ucapnya.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Bidang Kesahatan Charles Honoris mengatakan, Indonesia perlu melihat pengalaman negara lain yang sudah lebih dahulu punya kemandirian alat kesehatan, seperti China, Taiwan dan Korea Selatan. Negara-negara tersebut, menurut dia, menerapkan dua strategi umum, yaitu pembukaan jalur pemasaran dan pembentukan ekosistem alat kesehatan.

"Negara-negara tersebut memulai kemandirian dengan memiliki komitmen yang kuat untuk membeli alat kesehatan. “Produsen komponen, bahan baku, sarana pengujian dan lain-lain juga akan terbentuk seiring dengan meningkatnya permintaan pasar untuk alat kesehatan dalam negeri," imbuhnya.

Laksono sendiri mengakui, ketergantungan bahan baku obat untuk produksi farmasi lokal pada impor masih mencapai 90%. Di katalog elektronik jumlahnya mencapai 88% dari transaksi pada 2019–2020. 

Sementara itu, anggaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan masih rendah, hanya 0,2% dari total PDB. Angka ini sangat jauh jika dibandingkan bujet yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat sebesar 2,8%, dan Singapura yang 1,9% dari PDB. 

Sekadar mengingatkan, dalam forum afirmasi bangga buatan Indonesia di Nusa Dua, Bali, 25 Maret 2022 lalu, Presiden Joko Widodo sempat menyoroti rendahnya realisasi pengadaan barang dan jasa produk buatan Indonesia (termasuk alkes) yang masih minim. 

Dalam e-katalog pengadaan barang dan jasa pemerintah, pada tahun 2021, impor alkes tercatat mencapa Rp12,5 triliun. Jumlah tersebut hampir 5 kali lipat lebih besar dari pesanan alkes dalam negeri yang tercatat sebesar Rp2,9 triliun.

Dukungan Negara
Menurut Charles, pemerintah yang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan, seharusnya bisa memberikan kesempatan ekosistem alat kesehatan nasional berkembang. 

"Sebaliknya, pemerintah bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia pendidikan untuk mengawal kemandirian alkes melalui peningkatan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) secara bertahap yang akan menjadi indikator berkembangnya ekosistem alkes nasional," serunya.

Beberapa waktu lalu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti sempat menyinggung soal kurangnya dukungan negara, terhadap sejumlah produksi alat medis dari anak bangsa. Tak heran, selama ini industri alat kesehatan masih didominasi produk impor.

"Pandemi covid-19 memberi hikmah besar bagi bangsa Indonesia yaitu terungkapnya kelemahan-kelemahan fundamental yang selama ini tidak disadari. Kelemahan pertama adalah rapuhnya ketahanan di sektor kesehatan," kata LaNyalla.

Menurutnya, hal itu tampak jelas saat jumlah pasien covid-19 meningkat tajam. Rumah sakit nyaris tidak dapat menampung, fasilitas kesehatan, alat medis, obat-obatan dan oksigen serba kekurangan.

"Kita jadi tahu bagaimana industri alat kesehatan kita masih didominasi produk asing. Sementara inovasi anak bangsa dalam produksi sejumlah alat pendukung medis di tengah pandemi belum mendapat kepercayaan dari kita sendiri. Mulai dari ventilator sampai Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara," ucapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar