c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

15 Juni 2023

19:20 WIB

Indonesia Terpantau Belum Mengekspor Pasir Laut

Indonesia telah membuka keran ekspor pasir laut yang sudah dilarang 20 tahun lalu.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Indonesia Terpantau Belum Mengekspor Pasir Laut
Indonesia Terpantau Belum Mengekspor Pasir Laut
Ilustrasi sedimentasi yang menganggu jalur nelayan. Antarafoto/Dok

JAKARTA - Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud menyampaikan, sejauh ini Indonesia belum melakukan kegiatan pengapalan alias ekspor pasir laut. Seperti diketahui, Indonesia telah membuka keran ekspor pasir laut yang sudah dilarang 20 tahun lalu.  

Edy menjelaskan, kelompok pasir laut untuk pencatatan ekspor-impor masuk dalam kode 25059000. Yakni, pasir alam dari segala jenis, diwarnai maupun tidak, selain pasir mengandung logam dari Bab 26, selain pasir silika dan pasir kuarsa.

“Pada bulan Mei 2023, tidak tercatat adanya transaksi untuk komoditas dengan kode HS tersebut,” singkatnya di Jakarta, Kamis (15/6).

Di dunia, OEC mencatat, mengacu kode 2505 (Harmonized System 1992 for 4-digit) yakni segala jenis pasir alam, diwarnai maupun tidak, selain pasir mengandung logam dari Bab 26’ merupakan produk yang paling banyak diperdagangkan urutan ke-737 di dunia, dengan total perdagangan sebesar US$2,23 miliar di 2021. 

Antara 2020 dan 2021, kegiatan ekspor pasir di dunia terpantau mengalami kenaikan dari US$$1,87 miliar menjadi US$2,23 miliar. Perdagangan Pasir mewakili 0,011% dari total perdagangan dunia.

Pada 2021, pengekspor pasir teratas dunia adalah Amerika Serikat (US$487 miliar), Australia (US$206 miliar), Belanda (US$192 miliar), Jerman (US$177 miliar), dan Belgia (US$159 miliar). Sedangkan, importir pasir teratas adalah China (US$329 miliar), Kanada (US$219 miliar), Belgia (US$156 miliar), Belanda (US$122 miliar), dan Jepang (US$117 miliar).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, kehadiran kebijakan ekspor pasir laut bukan didorong potensi investasi Singapura ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, untuk mengambil pasir hasil sedimentasi yang mengganggu pelayaran dan kelestarian terumbu karang.

“Tak ada hubungannya. Ini sebetulnya yang di dalam PP (Peraturan Pemerintah) itu adalah pasir sedimen ya. Pasir sedimen yang mengganggu pelayaran, yang mengganggu juga terumbu karang,” kata Jokowi, Rabu (14/6).

Peraturan yang dimaksud Jokowi adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang diteken pada 15 Mei 2023.

Belum Ada Estimasi Ekonomis
Dari sisi pemasukan negara, Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu menyampaikan, nilai ekonomis ekspor pasir laut bagi pendapatan negara masih kecil. Secara khusus, Kemenkeu belum bisa mengestimasi secara pasti nilai ekonomis ekspor pasir laut pasca kebijakan yang disahkan pada pertengahan Mei 2023 ini. 

“(Nilai ekspor) pasir laut sih kecil,” singkat Febrio, Rabu (31/5). 

Pemerintah pun masih hendak melakukan pengkajian strategis terhadap kebijakan ini. Kendati pun disinyalir cukup lumayan menyumbang ke pendapatan negara, besaran ekonomis dari kegiatan perdagangan tersebut akan bergantung kepada kebijakan sektoral nantinya.

“(Nilai ekonomis) itu lebih kepada kebijakan sektoralnya nanti,” sambungnya.

Mengacu Pasal 9 ayat (2) pada PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Di Laut, pemanfaatan hasil sedimentasi berupa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur dapat digunakan untuk beberapa hal.

Yakni, reklamasi di dalam negeri; pembangunan infrastruktur pemerintah; pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha; dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan

Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah menghentikan kegiatan ekspor pasir laut sekitar 20 tahun lalu. Tepatnya, melalui keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementera Ekspor Pasir Laut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar