c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

11 Februari 2025

17:42 WIB

Indonesia Perkuat Komitmen Anti Suap dalam Aksesi OECD

Pemerintah berkomitmen terhadap pemberantasan suap (anti-bribery) dalam proses aksesi menjadi keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Penulis: Siti Nur Arifa

<p>Indonesia Perkuat Komitmen Anti Suap dalam Aksesi OECD</p>
<p>Indonesia Perkuat Komitmen Anti Suap dalam Aksesi OECD</p>

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Workshop and Technical Discussion Supporting Indonesia in Fightong Foreign Bribery: Towards Accession to the OECD Anti-Bribery Convention di Jakarta, Senin (10/2). Dok. Kemenko Ekonomi

JAKARTA - Pemerintah berkomitmen terhadap pemberantasan suap (anti-bribery) dalam proses aksesi menjadi keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, aksesi OECD merupakan kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan kebijakan yang lebih baik demi kesejahteraan masyarakat.

“Kita berharap bahwa dengan masuk dalam OECD, kita bisa kembangkan better policy for better life. Jadi, policy yang kita ambil adalah global, dan ini untuk kepentingan masyarakat,” ujar Airlangga dalam Workshop and Technical Discussion Supporting Indonesia in Fightong Foreign Bribery: Towards Accession to the OECD Anti-Bribery Convention di Jakarta, Senin (10/2), seperti dikutip dari keterangan resmi, Selasa (11/2).

Baca Juga: OECD Minta RI Dongkrak Transisi Hijau, Produktivitas dan Iklim Usaha

Dalam proses aksesi, Indonesia sedang menyusun 32 bab dokumen initial memorandum, yang berisi asesmen kesesuaian regulasi nasional terhadap 239 instrumen hukum OECD. 

Setiap bidang memiliki koordinasi tersendiri, termasuk bidang anti-korupsi yang berada di bawah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), yang menyesuaikan kebijakan dengan standar OECD.

Airlangga juga mengapresiasi dukungan seluruh negara OECD terhadap keikutsertaan Indonesia dalam Financial Action Task Force (FATF). 

Dalam kesempatan tersebut, Airlangga mengapresiasi kerja sama antara KPK dan Kedutaan Besar Jepang dalam mendukung upaya pemberantasan suap, terutama terkait suap lintas negara (foreign bribery), yang menjadi bagian dari komitmen Indonesia dalam aksesi OECD. 

Ia berharap forum ini dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk semakin memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas.

Lebih lanjut, Airlangga menekankan bahwa dengan bergabung ke OECD, Indonesia berharap dapat meningkatkan perekonomian nasional, sejalan dengan target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 

Salah satu faktor utama yang ditekankan adalah peningkatan investasi melalui kebijakan yang transparan dan sesuai dengan standar global. 

“Dengan kita mempunyai iklim investasi yang baik, tidak hanya domestik tetapi internasional, kita berharap investasi bisa meningkat di Indonesia,” ucapnya.

Modal Ekonomi 10 Besar
Dalam kesempatan sama, Airlangga juga menyampaikan, Indonesia telah menetapkan visi Indonesia Emas, dengan menjadi salah satu negara yang memiliki ekonomi sepuluh besar. Menurutnya, saat ini posisi Indonesia sebenarnya sudah berada dalam peringkat tersebut jika dilihat berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP).

“Sebetulnya secara PPP hari ini, dari laporan yang disampaikan oleh IMF, Indonesia sebetulnya sudah masuk di dalam sepuluh besar, yaitu Indonesia nomor 8. Berdasarkan IMF report, berdasarkan PPP, Indonesia punya ekonomi itu US$4,8 triliun. Kalau memang berdasarkan G20 kita masih di ranking 16," imbuhnya.

Baca Juga: Sekjen OECD: Tak Ada Hambatan Bagi Indonesia Jadi Anggota

Sementara itu pada tahun 2024 PDB Indonesia menyentuh angka Rp22.139 triliun, dengan PDB per kapita mencapai angka Rp78,6 juta atau setara US$4.960.

"Alhamdulillah kita sudah mendekati US$5.000 PDB per kapita dan tentu ini kita berharap kita bisa tingkatkan di 2030 di atas US$12.000. Dengan PPP kita di atas beberapa negara lain, dan itu biasanya tiga kali. Jadi, kita memang US$4,8 triliun. Jadi, sudah benar Indonesia berada dalam salah satu radar yang akan masuk dalam aksesi OECD,” tambah Airlangga.

Lebih lanjut terkait penyelarasan dokumen hukum yang diminta, Indonesia diharapkan dapat menyelesaikan submisi initial memorandum pada akhir triwulan pertama dan dapat dibawa dalam pertemuan Dewan Menteri OECD di bulan Juni mendatang. 

"Indonesia diminta lebih awal di bulan Maret, sehingga tentu ini akan menjadi credit point untuk pertemuan di bulan Juni,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar