08 Mei 2024
13:15 WIB
Indonesia Miliki Potensi 78 Ribu Hektare Untuk Tambak Nila
Dari potensi 78 ribu hektare lahan tambak di Pantura, diproyeksikan mampu memproduksi ikan nila salin, kurang lebih sekitar 4 juta ton satu siklus.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mersemikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Dusun Sukajadi, Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/5/2024). Antara/Maria Cicilia Galuh
KARAWANG - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan, Indonesia memiliki lahan tambak seluas 78 ribu hektare (ha) di sepanjang wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura) untuk budi daya ikan nila salin. Saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan revitalisasi tambak udang windu menjadi modeling budi daya ikan nila salin, seluas 80 ha di kawasan Karawang, Jawa Barat yang risetnya telah dilakukan sejak 2021.
"Mudah-mudahan, kita punya potensi 78 ribu hektare di Pantura, untuk kemudian apabila dikerjakan maka kita akan mampu memproduksi (ikan nila salin) kurang lebih sekitar 4 juta ton satu siklus," ujar Trenggono usai peresmian Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/5).
Trenggono menyebut, budi daya ikan nila salin memiliki potensi pasar yang sangat besar. Hal ini tidak hanya berlaku untuk wilayah domestik, tetapi juga internasional. Berdasarkan data KKP, potensi pasar global ikan nila untuk 2024 sebesar US$14,46 miliar. Sedangkan proyeksi untuk 2034 bisa mencapai US$23,02 miliar, dengan tingkat pertumbuhan pertahun (CAGR) 4,8%.
Pada 2023, beberapa negara tujuan ekspor ikan nila terbesar antara lain Amerika Serikat sebesar US$849 juta, Meksiko US$152 juta, Uni Eropa US$130 juta, Timur Tengah US$128 juta dan Pantai Gading US$73 juta.
Lebih lanjut, Trenggono mengatakan, Pemerintah menargetkan untuk memiliki satu komoditas unggulan untuk dikembangkan pada tambak-tambak tak terpakai di wilayah Pantura. Ikan nila salin pun dinilai sangat cocok karena tahan dari berbagai macam penyakit hewan.
"Kami targetkan supaya punya satu komoditi, satu yang jumlahnya signifikan dan valuable, yang paling penting nilainya cukup. Jadi jangan industrinya kecil-kecil, begitu ada permintaan tinggi, enggak standar (kualitas berbeda), itu yang terjadi di kita. Kami minta ubah mindset-nya," kata Trenggono.
Lokomotif Industri Nila
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo didampingi Trenggono, Rabu (8/5/2024) meresmikan modeling kawasan tambak budidaya ikan nila salin (BINS) di Karawang, Jawa Barat. Modeling tambak modern ini siap menjadi lokomotif industrialisasi nila salin di Indonesia.
"Dengan mengucapkan Bismillahirahmanirrahim, saya resmikan modeling kawasan tambak budidaya nila salin di BLUPPB Karawang," ujar Presiden Jokowi saat peresmian.
Presiden Jokowi menyebut, pembangunan modeling sebagai langkah tepat untuk menjawab tingginya permintaan ikan nila di pasar domestik maupun global. Operasional modeling juga menyerap banyak tenaga kerja.
Jika produktivitas BINS berjalan optimal, sambung Presiden Jokowi, pemerintah siap merevitalisasi tambak-tambak udang idle di wilayah Pantura untuk pengembangan budidaya nila salin. Tambak-tambak udang idle menurut data luasnya mencapai 78 ribu hektare.
"Kami lihat ini dulu, kalau sangat visible, kami akan siapkan melalui APBN 2025 atau 2026, dan saya akan sampaikan kepada pemerintah yang baru, agar mimpi besar ini bisa direalisasikan," ungkap Jokowi.
Modeling kawasan tambak budidaya ikan nila salin dibangun KKP seluas 80 hektare di area Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, mampu memproduksi 7.020 ton/tahun atau senilai Rp196,5 miliar, dengan asumsi harga jual nila salin Rp28 ribu/kilogram.
Jumlah tersebut, kata Trenggono, masih akan terus ditingkatkan hingga mencapai 10.000 ton per tahun. Hasil produksi nila salin BINS ditujukan untuk mendukung industrilaisasi ikan nila di Indonesia. Hasil panen juga akan diolah lebih lanjut menjadi produk olahan ikan fillet dengan tujuan ekspor.
"Kami targetkan ke depan ini produksinya 1 tahun 10 ribu ton, dengan berat per ekor tidak kurang dari 1 kilogram, supaya bisa difillet. Dan tentunya ada industri, makanya tadi kami hadirkan juga pelaku industri," beber Trenggono.
Nilai Ekonomi Tinggi
Trenggono menjelaskan, ikan nila memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar domestik maupun global. Data Future Market Insight (2024) memproyeksikan nilai pasar ikan nila dunia pada tahun 2024 sebesar USD14,46 miliar. Nilai tersebut diproyeksikan meningkat sebesar 59% pada tahun 2034 menjadi USD23,02 miliar dengan tingkat pertumbuhan pertahun (CAGR) 4,8%.
Dari sisi teknis produksi Trenggono menjelaskan, budidaya nila salin di BINS mengedepankan penggunaan teknologi modern diantaranya berupa mesin pakan otomatis, sistem kincir, dan alat pengukur kualitas air berbasis IOT dan tenaga surya. Selain itu, tambak sudah dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) sehingga ramah lingkungan. Nilai investasi yang digelontorkan KKP membangun BINS sebesar Rp46,6 miliar.
BINS diakuinya menjadi terobosan budidaya ikan nila di darat. Kebanyakan praktik budi daya ikan nila di Indonesia dilakukan di keramba jaring apung (KJA) yang secara ekologi tidak ramah lingkungan dan merusak ekosistem di danau serta menyebabkan pencemaran lingkungan.
Hadirnya BINS juga bisa menjadi solusi bagi tambak-tambak udang yang sudah tidak beroperasi optimal (idle). Untuk itu KKP merencanakan revitalisasi terhadap 78 ribu hektar tambak udang idle di Pantura Jawa, untuk pengembangan budidaya nila salin. Sebab dari sisi produktivitas, budidaya nila salin jauh lebih produktif dengan hasil produksi 87,75 ton per hektare per tahun, dibanding tambak udang tradisional 0,6 ton per hektare per tahun.
"Ikan nila salin memiliki keunggulan antara lain lebih kuat terhadap kondisi lingkungan di Pantai Utara Jawa, dibandingkan dengan udang, teknologinya mudah diterapkan oleh masyarakat, serta pasar yang selalu tersedia baik di domestik maupun global," pungkas Trenggono.