c

Selamat

Selasa, 21 Mei 2024

EKONOMI

05 April 2022

15:42 WIB

Indonesia Masih Hadapi Masalah SDM Di Industri Keuangan Syariah

SDM yang bekerja di sektor keuangan syariah banyak yang tak sesuai kebutuhan industri, 90%-nya bukan berasal dari lulusan program studi ekonomi Islam dan keuangan syariah  

Editor: Faisal Rachman

Indonesia Masih Hadapi Masalah SDM Di Industri Keuangan Syariah
Indonesia Masih Hadapi Masalah SDM Di Industri Keuangan Syariah
Ilustrasi Asuransi Syariah. dok. shutterstock

JAKARTA – Jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), menjadi salah satu faktor kunci untuk mengoptimalkan potensi industri asuransi syariah dan industri keuangan syariah secara umum. 

Sayangnya, Indonesia yang bertekad menguasai pasar keuangan syariah masih kekurangan pasokan SDM syariah yang berkualitas.

“Sebagai upaya optimalisasi performa industri keuangan syariah, industri asuransi syariah dan keberlanjutannya, ada beberapa faktor kunci yang harus dipenuhi," ujar Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin dalam sambutannya pada acara peluncuran PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential Syariah) melalui konferensi video di Jakarta, Selasa.
 
Wapres mengatakan, faktor pertama adalah kuantitas dan kualitas SDM. Menurut Wapres, tidak dapat dipungkiri Indonesia masih kekurangan banyak SDM yang memahami prinsip-prinsip syariah. Padahal, SDM yang ahli di bidang syariah, kata dia, akan dapat memajukan industri syariah, antara lain melalui penciptaan produk inovatif dan perluasan pangsa pasar baru.

“Menyiapkan SDM unggul merupakan amrun diniyyun syar’iyyun fii ‘imaratil ardhi, perintah agama sesuai syariah untuk memakmurkan bumi," ujarnya. 

Menurutnya, kepercayaan (trust) merupakan salah satu faktor kunci dalam perkembangannya. Nah, melalui digitalisasi, transparansi dan kemudahan akses, lanjutnya, akan semakin menarik minat masyarakat terhadap produk dan manfaat asuransi syariah.

Hanya saja, transparansi dan kejelasan mengenai klausul yang berlaku pada produk serta manfaat asuransi syariah tersebut, ungkap Wapres, akan terwujud apabila SDM sudah dibekali dengan pengetahuan yang tepat.

“Di sinilah letak peranan penting SDM profesional untuk memastikan bahwa kepercayaan menjadi fondasi dalam setiap proses bisnis perusahaan, utamanya agen-agen kompeten dan jujur dalam memberikan informasi asuransi syariah secara benar kepada masyarakat,” jelasnya.

Faktor kedua, terus menjaga nilai syariah dalam menjalankan bisnis demi menjaga kepercayaan sekaligus meningkatkan keyakinan publik akan keunggulan produk-produk jasa keuangan syariah, dibandingkan konvensional.

"Kita bersyukur karena produk-produk keuangan syariah telah menarik konsumen, terlepas dari agama dan keyakinannya. Namun kita belum bisa berpuas diri, karena kesadaran publik akan manfaat produk keuangan syariah secara global masih terbilang rendah. Masih banyak peluang mendorong pertumbuhan sektor ini," ujarnya.

Faktor ketiga adalah pemanfaatan instrumen investasi yang bersifat produktif. Wapres menyampaikan, langkah ini membutuhkan kejelian untuk melihat potensi industri-industri syariah lain.

Faktor keempat, pemanfaatan teknologi digital yang telah menjadi keniscayaan, agar layanan sektor keuangan dan asuransi dapat lebih cepat, mudah dan murah sekaligus mampu menggaet konsumen dari generasi milenial dan generasi Z.

"Terlebih di masa depan nasabah asuransi, baik individu maupun bisnis, akan semakin mengharapkan layanan yang personal dan mudah disesuaikan dengan kebutuhan," jelas Wapres.

Tak Sesuai Kebutuhan
Terkait dengan SDM, beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kendati tumbuh cukup signifikan sejak munculnya bank syariah pada 1992 lalu, industri keuangan syariah sampai saat ini masih berkutat dengan SDM keuangan syariah yang belum memenuhi kebutuhan. 

Memang, dalam rangka kebutuhan SDM di bidang keuangan syariah, Indonesia dengan sejumlah universitasnya menyiapkan program studi, fakultas, bahkan sekolah tinggi yang khusus mengembangkan keuangan syariah. Namun hal tersebut nyatanya belum juga cukup memenuhi kebutuhan industri. 

Sri bilang, setiap tahun ada 40.000 lulusan dari pendidikan ekonomi dan keuangan syariah. Jumlah tersebut sekilas terlihat besar mengingat ada ketidaksesuaian antara kebutuhan pasar dan SDM yang dihasilkan. 

"SDM yang bekerja di sektor keuangan syariah 90% bukan berasal dari lulusan program studi ekonomi Islam dan keuangan syariah. Malah justru dari program studi yang lain," tuturnya. 

Tak heran, industri keuangan syariah pun kerap mengambil jalan pintas dengan memanfaatkan SDM di bidang keuangan konvensional yang diberi pengetahuan sedikit tentang ekonomi syariah. 

"Tidak sedikit SDM yang diambil bahkan dari lembaga keuangan konvensional. Karena mereka paham indusri, paham konsumen, dan memiliki pengalaman memadai," tandasnya.

Padahal, Anggota DPR RI Heri Gunawan menyebutkan, ekonomi Islam telah menjadi daya tarik baru dalam perekonomian global. Terlebih, populasi Muslim dunia diperkirakan meningkat 26,4% menjadi 2,2 miliar orang atau seperempat dari populasi global pada 2030.

The State of Global Economic Report 2020/ Tahun 2021 pun menunjukkan ada lebih dari 1,8 miliar penduduk muslim yang menjadi konsumen produk halal. Nah, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dengan jumlah mencapai 231 juta orang atau setara dengan 86,7% dari total populasi. Jumlah tersebut mengukuhkan Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia

Sementara itu, keuangan syariah telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di industri keuangan global. Aset keuangan syariah global pada akhir Desember 2021 mencapai US$143,7 miliar.

“Pangsa pasar keuangan syariah domestik mencapai 10,6%. Dengan demikian terjadi pertumbuhan positif sebesar 13,82%. Sementara itu, aset industri perbankan syariah tercatat tumbuh 15,8% (yoy) pada Juni 2021, dengan aset lebih dari Rp 632 triliun,” serunya.

Namun, di perbankan global, pangsa perbankan syariah nasional masih relatif kecil, yakni sekitar 2,10%, dibandingkan Malaysia 11,4% dan Arab Saudi 28,5% sebagai peringkat pertama. 

Dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi, dan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, potensi pengembangan industri perbankan syariah nasional sangat besar, sehingga perlu lebih digali dan dioptimalkan.

“Harapan kita, ekonomi dan keuangan syariah tidak hanya kokoh di saat krisis saja. Namun, juga harus mampu tumbuh tinggi pasca krisis. Ketertinggalan ekonomi dan keuangan syariah terhadap sistem konvensional masih sangat lebar,” tuturnya.

“Namun kita tidak perlu pesimis, potensi pasar kita masih sangat besar. Menurut data Bank Indonesia pada 2020, masyarakat yang belum tersentuh layanan finansial atau perbankan (unbankble) mencapai 91,3%,” sambung Heri Gunawan.

Selain itu, ada 62,9 juta pelaku usaha UMKM yang belum terkoneksi dengan lembaga pembiayaan dan perbankan. Perbankan syariah sebagai lembaga syariah komersial pertama memainkan fungsi penting dalam sektor keuangan syariah di Indonesia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar