23 Juli 2021
09:44 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA – Pemerintah mengklaim sukses melobi Pemerintah India yang mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk baja Indonesia. Melalui tindakan diplomatik Directorate General Trade Remedies (DGTR) merilis memo resmi yang menetapkan produk baja Flat Rolled Product of Stainless Steel (FRPSS) asal 15 negara termasuk Indonesia terbebas dari BMAD.
Dengan keberhasilan ini, produk FRPSS lolos dari pengenaan specific duty US$167/MT-US$441/MT.
“Indonesia melakukan pendekatan diplomatik dengan pejabat tinggi India, setelah mengetahui otoritas penyelidiknya mengeluarkan rekomendasi pengenaan BMAD yang mengandung defisiensi, baik dalam hal substansi maupun prosedur penyelidikan," ujar Mendag Lutfi dalam keterangan resmi, Jakarta, Kamis (22/7).
Lutfi sendiri menyambut baik putusan pemerintah India tersebut. Pembatalan pengenaan BMAD ini, lanjutnya, strategis dapat mengembalikan akses pasar ekspor FRPSS ke pasar India.
Menurutnya, kinerja ekspor FRPSS Indonesia ke India sempat membukukan kinerja terbaik pada 2019 sebesar US$426 juta.
Seiring pandemi covid-19, pada 2020 terjadi pelemahan drastis pada ekspor FRPSS ke India menjadi US$117 juta.
Pada 2021, belum tampak indikasi pemulihan karena ekspor FRPSS ke India periode Januari–Mei 2021 baru terpantau sebesar US$60 juta. Jauh di bawah capaian periode yang sama di 2020, sebesar US$87,5 juta.
Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana meyakini, upaya pembelaan bersama antara pemerintah Indonesia dan perusahaan tertuduh membawa Indonesia pada hasil terbaik ini.
“Kami menghargai sikap kooperatif dan partisipasi aktif perusahaan selama penyelidikan berlangsung. Sehingga pemerintah Indonesia memiliki peluang melakukan pembelaan optimal hingga garis akhir,” tegas Wisnu.
Plt Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menambahkan, terjadinya pelemahan nilai ekspor tahun ini terindikasi karena adanya pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara (BMIS) atau provisional measures.
Kebijakan ini diterapkan pemerintah India selama empat bulan, yaitu pada periode Oktober 2020 hingga Januari 2021 terhadap produk FRPSS asal Indonesia sebesar 20–30%.
Karena itu keberhasilan ini, menurutnya, patut disyukuri bersama, sehingga diharapkan kinerja ekspor FRPSS bisa melejit kembali.
“Kami terus menyuarakan keberatan kepada otoritas India karena adanya defisiensi serius cakupan produk yang sangat luas dan berbeda ini. Namun, otoritas tidak bergeming, sehingga upaya pembelaan ditingkatkan ke level pejabat tinggi India,” jelas Pradnyawati.
Ia melanjutkan, sejak terbitnya hasil sementara penyelidikan, pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi kelemahan prosedur dan substansi penyelidikan yang dilakukan oleh DGTR. Antara lain dengan penggunaan analisis tunggal antara dumping dan kerugian mengingat luasnya cakupan produk yang diselidiki.
“Diharapkan hasil terbaik ini dapat mengembalikan peluang ekspor FRPSS ke India yang sempat terganggu dengan penyelidikan anti-dumping,” tuturnya.
Secara umum, BPS mencatat pada Juni 2021, peningkatan ekspor besi dan baja menjadi golongan ekspor nonmigas terbesar sebesar US$486,4 juta atau tumbuh 32,31% (mom), dari US$1,5 miliar menjadi US$1,99 miliar.
Selain itu, peningkatan ekspor kedua produk tersebut terhadap total ekspor nonmigas (9,05%), mampu mendongkrak ekspor produk industri pengolahan sebesar 7,34%.