04 November 2021
14:00 WIB
Penulis: Zsasya Senorita
Editor: Dian Kusumo Hapsari
JAKARTA – Indonesia dan Jerman mengumumkan inisiatif kerja sama strategis untuk mempercepat dan mengimplementasikan proyek infrastruktur hijau atau Green Infrastructure Initiative (GII).
Direktur Jenderal Kementerian Federal Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Jerman, Claudia Warning menyatakan bahwa GII merupakan babak baru dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengimplementasikan investasi infrastruktur yang relevan dengan lingkungan dan iklim.
“Kami berharap melalui mekanisme kerja sama strategis ini, kami dapat secara signifikan meningkatkan efisiensi dan efektivitas upaya kami untuk memerangi perubahan iklim sejalan dengan urgensi yang kita semua sadari,” kata Claudia dalam siaran pers Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Indonesia, Kamis (4/11).
Selain Claudia, dalam diskusi panel di Paviliun Indonesia pada COP 26 Climate Change Conference, turut hadir Deputi Menteri Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti, Duta Besar Indonesia untuk Republik Federal Jerman Arif Havas Oegroseno, serta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Dalam diskusi panel tersebut, para peserta menyampaikan tanggapan mereka tentang keunikan serta tantangan untuk mewujudkan inisiatif tersebut dan mengimplementasikannya dengan sukses. Claudia menjelaskan, inisiatif ini unik dalam pendekatan komprehensifnya, di mana Indonesia mengoordinasikan dirinya sendiri dan dengan demikian membantu Jerman untuk memprioritaskan dukungan teknis dan finansial.
Dia menyatakan bahwa dengan cara ini, para mitra Indonesia mencapai kejelasan urutan yang ingin diimplementasikan dan di mana akan mengimplementasikannya. Member of the Management Committee KfW Development Bank, Europe, and Asia Stephan Opitz menambahkan, GII mempunyai cara inovatif dalam mekanisme pembiayaan yang fleksibel. Dari sudut pandangnya, hal ini dapat memenuhi kebutuhan Pemerintah Indonesia untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di setiap provinsi atau sektor tertentu.
Sementara menurut Nani, tantangan yang dihadapi Indonesia di GII adalah mengidentifikasi proyek dan membangun mekanisme komunikasi yang koheren antarpemerintah daerah dalam inisiatif yang kompleks ini.
“Tidak ada lagi business as usual. Sebaliknya, kita membutuhkan pendekatan yang inovatif, strategis, dan gesit untuk mengatasi tantangan global,” tutur Nani.
Senada, Ridwan Kamil menekankan pentingnya komunikasi yang erat dengan pemerintah pusat dan memiliki sistem bottom-up yang terstruktur dengan baik untuk mewujudkan kerja nyata. Terlepas dari tantangan substansial, ia mengaku tetap optimistis.
“Jawa Barat mengapresiasi inisiatif ini. Ini saatnya untuk memperbaiki dan melawan pemanasan global. Hal seperti ini belum ada dalam pola pikir semua orang dan itulah mengapa edukasi mengenai inisiatif hijau ini tidak mudah,” ujar Ridwan.
Terlepas dari tantangannya, GII dipandang sebagai panutan bagi kerja sama bilateral atau multilateral di masa depan di seluruh dunia dalam hal-hal yang relevan dengan iklim atau lingkungan.
“Gagasan untuk memiliki sistem koordinasi dari bawah ke atas sangat bagus, memiliki gubernur yang mengetahui situasi di lapangan. GII harus menjadi standar kerja sama dan pembiayaan untuk kegiatan hijau di seluruh dunia,” tandas Duta Besar Indonesia untuk Republik Federal Jerman, Arif Havas Oegroseno.
Sebelumnya, dalam sesi Kolaborasi Penanganan Sampah Plastik Laut di tempat yang sama, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, menekankan pentingnya solusi infrastruktur yang komprehensif dan terintegrasi untuk mengurangi polusi di sungai dan mencegahnya mengalir ke laut.
Ia menyatakan bahwa GII adalah cara inovatif untuk mempercepat dan memprioritaskan proyek infrastruktur yang relevan dengan lingkungan serta iklim.
GII diyakini sebagai inisiatif bilateral strategis yang mutakhir antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Federal Jerman. Inisiatif ini disepakati pada 2019 di Berlin dan mencakup fasilitas kerja sama keuangan lima tahun hingga EUR2,5 miliar untuk mendukung proyek infrastruktur yang relevan dengan lingkungan dan iklim, bersama dengan kerja sama teknis yang dibiayai hibah untuk mengidentifikasi dan mempersiapkan proyek.
Koordinasi tingkat tinggi dicapai oleh komite pengarah yang diketuai bersama oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jerman serta Kementerian Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan Federal Jerman.
Ide dari pendekatan baru tersebut adalah dengan menggabungkan upaya dalam satu inisiatif dan menyiapkan proyek melalui pendekatan yang sistematis. Indonesia pun diyakini akan mendapat keuntungan dari skala ekonomi.
Tujuan dari GII adalah untuk mempromosikan pengembangan proyek infrastruktur yang relevan dengan lingkungan dan iklim di tiga sektor, yakni pengelolaan limbah padat, pengelolaan air dan air limbah, serta angkutan umum perkotaan.
GII saat ini beroperasi di empat provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Rencananya GII akan diperluas ke dua provinsi lagi, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur.