05 April 2024
17:30 WIB
Indonesia Dekati Uni Eropa Bahas Kebijakan Anti Deforestasi
Pemerintah RI akan mencoba meyakinkan negara-negara Uni Eropa itu soal pengelolaan hutan di tanah air yang tidak bertentangan dengan kebijakan anti deforestasi atau EUDR.
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi pengrajin furniture menyelesaikan pembuatan meja di Jakarta Timur. Industri furnitur menjadi salah satu yang terdampak kebijakan anti deforestasi dari Uni Eropa. ValidnewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA - Indonesia akan berdiplomasi dengan Uni Eropa terhadap kebijakan Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang membatasi sejumlah komoditas ekspor Indonesia dengan alasan adanya deforestasi di tanah air.
Pemerintah Indonesia akan memaparkan data lengkap tutupan hutan dan metodologi ilmiah yang digunakan untuk menghadapi EUDR yang telah disahkan oleh Parlemen Uni Eropa pada 31 Mei 2023.
Kebijakan ini sendiri berakibat pada pembatasan ekspir sejumlah komoditas dari Indonesia ke negara-negara Uni Eropa. Antara lain ternak sapi, kakao, kopi, kelapa sawit, kedelai dan kayu, termasuk produk-produk turunannya, seperti kulit, coklat, dan furnitur.
"Kita punya data base hutan dengan Simontana (Sistem Monitoring Hutan Nasional) yang cukup detail," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (5/4).
Menteri Siti mengatakan, pemerintah RI akan mencoba meyakinkan negara-negara Uni Eropa itu soal pengelolaan hutan di tanah air.
"Dari sekarang sampai akhir tahun ini, menjadi penting untuk mengkoreksi peta EUFO tersebut, agar klaim country risk assessment Indonesia bisa kategori 'low' dan asal bahan baku dari komoditi yang dipersyaratkan, tidak masuk dalam kategori dari kawasan deforestasi dan degradasi lahan," kata Siti Nurbaya.
Pemberlakuan UEDR ini mewajibkan komoditas harus melewati uji tuntas (due diligence) memastikan tidak berasal dari lahan yang mengalami degradasi hutan atau deforestasi. Persentase produk yang harus melewati due dilligence bergantung kepada risk assessment negara asal komoditas itu, bisa low risk, medium risk atau high risk.
Verifikasi Asal Kayu
Indonesia merasa dirugikan atas daftar European Union Forest Observatory (EUFO) yang dilansir pada Desember 2023. Versi final peta EUFO tersebut akan dirilis pada Desember 2024.
Saat dilakukan Focus Group Discussion (FGD): Pendalaman Legalitas dan Kelestarian Sektoral pada Kawasan Hutan dalam Konteks Deforestation-Free Supply Chain, Menteri LHK menekankan pentingnya memanfaatkan data dan fakta kongkret yang positif tentang hutan Indonesia untuk menghadapi isu deforestasi di tingkat global.
Menteri Siti mengungkapkan, pihaknya saat itu bisa mengkoreksi data deforestasi yang dirilis World Resources Institute (WRI) . Ujungnya, lembaga tersebut mengakui keberhasilan Indonesia dalam pengurangan laju deforestasi.
Dia juga memaparkan sejumlah aksi korektif telah dilakukan Indonesia untuk menekan deforestasi dan degradasi hutan diantaranya penghentian izin di hutan primer dan lahan gambut, pencegahan kebakaran hutan dan lahan secara permanen, instrumen FOLU Net Sink, penataan dan legalitas penggunaan kawasan hutan untuk kebun sawit, pengendalian tata kelola agroforestry kopi dan coklat dengan perhutanan sosial, dan penegakan hukum.
Sementara itu, Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menjelaskan untuk komoditas kayu dan produk turunannya, Indonesia telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) yang disetarakan sebagai lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement Governance and Trade) dan diakui dalam EUDR.
"Produk kayu ber-SVLK memenuhi lisensi FLEGT dan memenuhi ketentuan EUDR seperti diatur pada ketentuan itu pada Article 10 butir 3," katanya dikutip dari Antara.
Untuk memperkuat keterlacakan, menurut dia juga dilakukan integrasi sistem informasi pemanfaatan kayu mulai dari Sistem Informasi Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan (SIPASHUT), Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH), Sistem Informasi Rencana Pemanfaatan Bahan Baku Pengolahan Hasil Hutan (SIRPBBPHH), hingga Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK)
SVLK, lanjutnya telah diperbarui dan dilengkapi dengan informasi geolokasi sehingga memperkuat keterlacakan kayu hingga ke titik penebangan. Informasi geolokasi diberikan dalam bentuk QR Code yang tercantum pada sertifikat SVLK yang menyertai produk kayu yang diperdagangkan.