c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

28 Juni 2021

18:09 WIB

Indonesia Bersiap Jadi Raja Hilir Sawit Pada 2045

Pemerintah tengah berupaya mengubah posisi Indonesia dari Raja CPO menjadi Raja Hilir Sawit pada 2045 mendatang.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

Indonesia Bersiap Jadi Raja Hilir Sawit Pada 2045
Indonesia Bersiap Jadi Raja Hilir Sawit Pada 2045
Ilustrasi produk turunan sawit. Minyak goreng curah. ANTARAFOTO/Dok

JAKARTA – Pemerintah membidik target perubahan posisi Indonesia dari Raja CPO/crude palm oil tersebut menjadi Raja Hilir Sawit pada 2045 mendatang.

Program hilirisasi digelar sebagai upaya membesarkan industri sawit nasional yang notabene menjadi salah satu sektor andalan bagi perekonomian Indonesia. Dengan program hilirisasi, manfaat ekonomi pun diyakini bakal meningkat.

Deputi II Bidang Pangan dan Agribisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud mengatakan, pemerintah telah menggulirkan program hilirisasi industri kelapa sawit nasional sejak 2011 lalu. Berbagai kebijakan pun telah digulirkan terkait program hilirisasi ini. Upaya tersebut telah meningkatkan industri hilir kelapa sawit setiap tahunnya.

Hilirisasi industri minyak kelapa sawit nasional merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan jangka panjang industri minyak sawit Indonesia, mengingat sawit merupakan salah satu komoditas strategis.

Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menggelar berbagai kebijakan dalam rangka mendorong percepatan hilirisasi industri sawit nasional. 

Di antaranya kebijakan insentif pajak, pengembangan kawasan industri integrasi industri hilir sawit dengan fasilitas/jasa pelabuhan, kebijakan bea keluar dan pungutan ekspor, serta kebijakan mandatori biodiesel untuk substitusi solar impor.

Hasilnya, lanjut Musdhalifah, ekspor produk hilir sawit Indonesia sudah jauh lebih besar dari produk hulu. Jika pada 2006, ekspor hulu masih sekitar 60–70%.

“Saat ini, ekspor produk hilir justru mencapai 60–70% dan produk hulu hanya sekitar 30–40%,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (28/6).

Hilirisasi minyak kelapa sawit yang sedang berlangsung di Indonesia, kini dapat dikelompokkan atas tiga jalur. Yakni, jalur hilirisasi oleopangan complex, oleokimia complex, dan biofuel complex.

Pertama, Jalur Hilirisasi Oleopangan atau oleofood complex, yaitu industri-industri yang mengolah produk industri refinery untuk menghasilkan produk antara oleo pangan (intermediate oleofood) sampai pada produk jadi oleopangan (oleofood product). 

Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di Indonesia, antara lain minyak goreng sawit, margarin, vitamin A, vitamin E, shortening, ice cream, creamer, cocoa butter/specialty-fat, dan lain-lain.

Kedua, Jalur Hilirisasi Oleokimia atau oleochemical complex adalah industri-industri yang mengolah produk industri refinery untuk menghasilkan produk-produk antara oleokimia/oleokimia dasar sampai pada produk jadi, seperti produk biosurfaktan, misalnya ragam produk detergen, sabun, shampo. Kemudian, biolubrikan, misalnya biopelumas. Serta, biomaterial, misalnya bioplastik.

Ketiga, Jalur Hilirisasi Biofuel atau biofuel complex, yakni industri-industri yang mengolah produk industri refinery untuk menghasilkan produk-produk antara biofuel sampai pada produk jadi biofuel, seperti biodiesel, biogas, biopremium, bioavtur.

Hilirisasi minyak sawit dengan tiga jalur tersebut merupakan bagian penting dari strategi industrialisasi di Indonesia, yakni kombinasi strategi promosi ekspor dan substitusi impor. Melalui hilirisasi, manfaat ekonomi atau multiplier ekonomi akan terjadi di dalam negeri.

Dengan hilirisasi, jenis ragam produk hilir yang dihasilkan terus bertambah. Dari semula berjumlah 70 produk pada 2011, naik menjadi 126 produk pada 2017. Lalu, meningkat menjadi 170 produk pada 2020, dengan dominasi produk pangan dan bahan kimia.

Dukung Hilirisasi
 Para pelaku usaha di industri kelapa sawit mendukung program hilirisasi yang telah digulirkan pemerintah sejak 2011. Salah satu kebijakan yang dinilai mendukung program hilirisasi, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 terkait tarif pungutan ekspor sawit.

Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Bernard Riedo mengatakan, dengan struktur pungutan ekspor sekarang, ekspor dalam bentuk produk hilir sawit meningkat pesat. Begitu pula investasi hilir terus bertambah di dalam negeri. Industri hilir sawit akan memberikan nilai tambah yang lebih besar dari aspek penyerapan tenaga kerja, pajak, dan devisa.

“Skema tarif pungutan sawit yang lebih tinggi kepada produk hulu, dan tarif lebih rendah untuk produk hilir sangat mendukung daya saing ekspor produk hilir Indonesia di pasar global baik itu oleofood maupun oleokimia, serta menjaga stabilitas harga produk sawit untuk makanan di pasar dalam negeri,” ungkapnya dalam keterangan tertulis.

Berdasarkan data yang dikumpulkan GIMNI, komposisi ekspor produk hilir terus meningkat. Sepanjang Januari–April 2021, komposisi ekspor produk hilir atau high value add dalam bentuk volume di atas 80–90%. 

Sementara, ekspor minyak sawit mentah (CPO & CPKO, low value add) rerata menurun drastis ke arah 10–20%.

Pada Januari 2021, ekspor produk CPO dan turunannya mencapai 2,861 juta ton, 24% Crude Oils/CO dan Palm Processed Oils/PPO sebesar 76%. Pada Februari 2021, volume ekspor sawit berjumlah 1,994 juta ton, crude oils 20% dan PPO sebesar 80%.

Volume ekspor sawit dan turunannya pada Maret 2021 naik menjadi 2,63 juta ton, crude oils 12% dan PPO 88%. Selanjutnya, pada April 2021, volume ekspor kembali naik menjadi 3,078 juta ton, crude oils 10,6% dan PPO 89,4%.

Sejalan dengan hal di atas, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung mengakui petani sangat menikmati tingginya harga tandan buah segar (TBS) sawit di 22 provinsi yang menjadi sentra sawit. Kondisi tersebut ditopang kebijakan tarif pungutan ekspor yang diterapkan pemerintah saat ini.

Adanya skema pungutan tersebut, menurut Gulat, pengusaha CPO sudah berpikir untuk hilirisasi dalam negeri karena tarif pungutan untuk ekspor produk hilir dari CPO jauh lebih rendah. 

Dengan demikian, industri hilir di dalam negeri dapat tumbuh, sehingga penyerapan tenaga kerja meningkat.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar