c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

10 Oktober 2024

16:15 WIB

Indonesia Berpotensi Kehilangan Ekspor Imbas Aturan CBAM

Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menghitung potensi kehilangan ekspor komoditas aluminium, besi dan baja Indonesia imbas penerapan aturan CBAM.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Indonesia Berpotensi Kehilangan Ekspor Imbas Aturan CBAM</p>
<p id="isPasted">Indonesia Berpotensi Kehilangan Ekspor Imbas Aturan CBAM</p>

Atase Perdagangan Brussels-Belgia Kementerian Perdagangan Antonius AB saat ditemui usai diskusi panel CBAM dan Implikasinya di Trade Expo Indonesia (TEI) ke 39, di ICE BSD, Tangerang, Kamis (10/10). ValidNewsID/Erlinda PW

TANGERANG - Atase Perdagangan Brussels-Belgia Kementerian Perdagangan (Kemendag) Antonius AB menyampaikan adanya potensi penurunan ekspor produk asal Indonesia yang terkena penerapan aturan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), seperti aluminium, besi dan baja, serta pupuk. Total potensi penurunan ekspor tersebut mencapai US$757,7 juta atau setara dengan Rp11,88 triliun (kurs Rp15.683).

Menurut Antonius, komoditas yang terkena dampak aturan CBAM ada enam sektor, yakni besi dan baja, aluminium, fertilizer, hidrogen, semen, dan energi listrik. Namun data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan, produk Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa sejauh ini hanya aluminium, besi dan baja, serta pupuk.

"Jadi ekspor kita yang akan terdampak itu nilainya US$757,7 juta. Secara tidak langsung itu menguasai pangsa ekspor 4,54% dari total ekspor Indonesia ke Uni Eropa (UE) di tahun 2023," kata Anton saat ditemui usai diskusi panel CBAM dan Implikasinya di Trade Expo Indonesia (TEI) ke 39, di ICE BSD, Tangerang, Kamis (10/10).

Baca Juga: BKPerdag Wanti Pengusaha Besi-Baja Segera Antisipasi CBAM Di 2026

Perlu diketahui, CBAM merupakan border adjustment atau aturan pengurangan emisi karbon dengan menambah tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor ke UE. Pajak ini menurut Komisi Eropa akan diterapkan pada importir produk di negara mereka.

Namun menurut Anton, pada praktiknya tentu saja tarif pajak ini akan dibebankan kepada eksportir, dalam hal ini pengusaha Indonesia.

Dari perhitungan Anton, estimasi besaran pengenaan CBAM komoditas ekspor Indonesia untuk aluminium senilai US$20,69 juta, besi dan baja US$319,82 juta, dan pupuk senilai US$724,9 juta. Tambahan tarif pajak ini tentu saja menjadi pertimbangan buyer untuk melakukan pembelian ke Indonesia.

Anton juga memberikan catatan penting, pertama informasi CBAM harus dihitung berdasarkan per produk dan perinstalasi produksi.

"Kalau Bapak Ibu punya 10 pabrik, 10 pabriknya harus punya data emisi, harus clear," tegas dia.

Baca Juga: Menteri ESDM Targetkan Penggunaan B40 Pada 2025

Apabila informasi CBAM terdapat kesalahan, maka akan ada pemberian sanksi berupa denda sebesar 10-50 Euro per ton. Pelaporan CBAM ini juga bersifat wajib dengan alur, pengusaha melapor ke importir, importir melanjutkan laporan ke National Competent Authority (NCA).

Sekadar catatan, penerapan CBAM ini terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah masa transisi yang dimulai sejak tahun 2023-2025 dengan mandat kewajiban melaporkan emisi dan reviu oleh Komisi UE. Sedangkan, tahap dua merupakan implementasi secara utuh CBAM yang resmi dimulai 1 Januari 2026 dengan mandat pengenaan biaya karbon, dan pembelian dan penyerahan sertifikat CBAM.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar