10 Maret 2025
15:31 WIB
Indodax: Penurunan Harga Kripto Saat Ramadan Dipengaruhi Psikologi Pasar
Pergerakan harga Bitcoin selama bulan Ramadan dalam lima tahun terakhir, menunjukkan kecenderungan penurunan yang cukup konsisten
Ilustrasi Bitcoin. dok. Pixabay
JAKARTA - CEO Indodax Oscar Darmawan menyatakan, penurunan harga kripto yang selalu terjadi setiap Ramadan bukan hanya fenomena musiman, tetapi juga dipengaruhi oleh psikologi pasar yang berubah selama bulan puasa.
Pergerakan harga Bitcoin selama bulan Ramadan dalam lima tahun terakhir, katanya dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/3), menunjukkan kecenderungan penurunan yang cukup konsisten.
Selama Ramadan 2021, dia memaparkan, harga Bitcoin turun 21,71%, diikuti penurunan sebesar 16,00% pada 2022. Kemudian turun sebesar 3,73% pada 2023, dan kembali terkoreksi sebesar 4,14% pada 2024.
"Setiap tahun, kami mengamati pola bahwa minat investor ritel terhadap kripto sedikit berkurang selama bulan Ramadan, yang dapat menyebabkan tekanan jual lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya," ujarnya.
Dia menambahkan, faktor ini sering kali diperkuat oleh tren historis yang menciptakan ekspektasi penurunan harga di kalangan investor, sehingga meningkatkan aksi ambil untung sebelum Ramadhan tiba.
Namun, memasuki Ramadan 2025, pasar kripto menghadapi dinamika yang berbeda. Bitcoin sempat mengalami lonjakan hingga delapan persen dalam satu hari, kembali ke level US$90.000, setelah sebelumnya sempat merosot ke bawah US$80.000
Cadangan Kripto AS
Pemulihan tajam ini, menurut dia, didorong oleh sentimen positif terkait rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang disebut-sebut ingin mengusulkan cadangan kripto nasional.
"Tahun ini ada elemen geopolitik yang sangat kuat dalam pergerakan pasar kripto. Jika benar ada langkah serius dari Pemerintah AS untuk menjadikan aset digital sebagai bagian dari kebijakan moneter, dampaknya akan sangat besar bagi industri kripto secara global," kata Oscar.
Seperti diketahui, Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif untuk membentuk cadangan Bitcoin strategis, yang akan dibiayai dengan Bitcoin yang disita sebagai bagian dari proses penyitaan aset kriminal atau sipil. Pernyataan tersebut disampaikan oleh kata Czar AI dan Kripto AS, David Sacks, melalui media sosial X miliknya.
"Presiden Trump menandatangani Perintah Eksekutif untuk membentuk Cadangan Bitcoin Strategis. Cadangan ini akan dibiayai dengan Bitcoin yang dimiliki oleh pemerintah federal yang disita sebagai bagian dari proses penyitaan aset dalam kasus kriminal atau sipil,” kata Sacks.
Amerika Serikat sendiri memiliki sekitar 200.000 Bitcoin, kata Sacks, seraya menambahkan audit penuh belum pernah dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut, perintah eksekutif tersebut dilaporkan memerlukan pencatatan penuh atas aset digital pemerintah.
Sacks menambahkan, Cadangan Aset Digital AS, yang terdiri dari aset-aset digital selain Bitcoin yang disita dalam proses kriminal atau sipil, juga akan dibentuk.
Selain itu, kebijakan ekonomi global juga menjadi faktor utama yang mempengaruhi volatilitas harga, tambahnya, seperti kebijakan baru AS yang menaikkan tarif impor sebesar 25% terhadap barang dari Kanada dan Meksiko sebagai pemicu ketidakpastian di pasar finansial.
"Kebijakan ekonomi suatu negara, khususnya sebesar Amerika Serikat, dapat berdampak pada arus modal global, termasuk yang mengalir ke aset kripto. Investor perlu memahami bahwa kripto semakin erat kaitannya dengan kebijakan ekonomi makro," ujar Oscar.
Meskipun sentimen bullish terlihat cukup kuat di awal Ramadan 2025, Oscar mengingatkan bahwa volatilitas tetap menjadi tantangan utama. Dengan adanya White House Crypto Summit yang dijadwalkan pada 7 Maret, pasar masih menunggu kejelasan arah regulasi.
Menurut dia, strategi investasi yang paling relevan dalam kondisi seperti ini adalah dengan tetap berpegang pada prinsip manajemen risiko yang baik. Dia pun menekankan pentingnya strategi diversifikasi portofolio agar investor tidak terlalu bergantung pada pergerakan harga Bitcoin semata.
"Diversifikasi bukan hanya soal membeli banyak aset, tetapi juga soal memahami bagaimana setiap aset merespons kondisi pasar yang berbeda," imbuhnya.
Menurut dia, lonjakan harga Bitcoin baru-baru ini juga dipicu oleh meningkatnya partisipasi investor institusional yang mulai memperhitungkan kripto sebagai bagian dari aset safe haven.