06 November 2025
20:02 WIB
Indef: Ekonomi Indonesia Belum Memenuhi Syarat Tumbuh 6%
Mengacu pertumbuhan ekonomi 6% yang beberapa kali terjadi sebelum 2014, komponen pembentuk PDB yang sekarang tercatat BPS belum mampu merealisasikan capaian serupa.
Penulis: Siti Nur Arifa
Ilustrasi. Pengunjung melihat produk fesyen di central park mal, Jakarta, Senin (11/08). Validnews/Hasta Adhistra.
JAKARTA – Peneliti Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kondisi perekonomian Indonesia saat ini belum memenuhi syarat untuk dapat tumbuh mencapai angka 6%. Pernyataan tersebut, mengacu pada data indikator atau komponen pembentuk PDB yang baru saja diumumkan BPS terkait pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 yang mencapai 5,04%.
“Capaian sekarang secara sektoral ini belum memenuhi syarat untuk kita menuju ke (pertumbuhan ekonomi) 6%. Kenapa? Karena masih ada permasalahan klasik yang sulit untuk diselesaikan, kemudian juga terjadi kerentanan, masih terdapat kerentanan pada beberapa sisi,” ujar Heri dalam Diskusi Publik Indef bertajuk Tanggapan Atas Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III/2025, Kamis (6/11).
Permasalahan utama yang disorot oleh Heri terdapat pada komponen konsumsi masyarakat yang menurutnya memberikan andil besar terhadap PDB, namun dalam beberapa tahun terakhir justru mengalami pertumbuhan yang terbilang kecil bahkan menurun.
Baca Juga: Purbaya: Ekonomi Tumbuh 5,04% Bukti APBN Dikelola Efektif
Dalam pemaparannya, Heri menyorot pertumbuhan ekonomi RI yang beberapa kali melampaui 5,5% bahkan 6% sebelum tahun 2014. Menurutnya, angka tersebut bisa tercapai berkat konsumsi rumah tangga yang tumbuh jauh di atas pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Sebagai catatan, angka pertumbuhan di atas 6% pernah diperoleh pada tahun 2007 (6,34%); 2008 (6,01%); 2010 (6,22%); 2011 (6,17%) dan 2012 (6,03%).
“Kalau kita lihat, ketika pertumbuhan ekonomi kita itu pernah mencapai 6% (atau) di atas 5,5% ketika sebelum tahun 2014, ini biasanya konsumsi rumah tangganya itu dia tumbuhnya jauh di atas pertumbuhan ekonomi. Jadi kalau pertumbuhan ekonomi misalnya 5,5% pasti konsumsi itu tumbuh 6%,” jelas Heri.
Sementara itu berdasarkan catatan BPS, komponen konsumsi rumah tangga terhadap PDB sejak kuartal I/2024 konsisten berada di bawah 5%, dengan catatan spesifik pada tahun 2025 secara beruntun sebesar 4,95% (Q1); 4,97% (Q2) dan 4,89% (Q3).
Masyarakat Berhati-Hati
Bicara alasan tentang menurunnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, Heri menyebut faktor yang lebih memberikan pengaruh adalah kehati-hatian masyarakat dalam berbelanja ketimbang faktor penurunan daya beli.
Menurutnya, terdapat indikasi bahwa masyarakat mulai berhati-hati dalam memandang prospek ekonomi ke depan diikuti tekanan harga pangan, dan terjadinya peningkatan biaya hidup. Kondisi tersebut, salah satunya tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terakhir di bulan September yang berada di angka 115 atau turun dibanding bulan sebelumnya yang berada di angka 117,2.
Spesifik, Heri menyebut sikap kehati-hatian dan menahan belanja ini cenderung terjadi pada masyarakat kelas menengah ke atas. Sedangkan faktor penurunan daya beli, menurutnya baru mungkin saja terjadi pada kalangan kelas menengah ke bawah.
Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga Terkontraksi Di Kuartal III/2025, BPS: Bukan Berarti Daya Beli Lemah
“Masyarakat ini, bukan berarti mereka tidak mampu atau tidak punya uang, karena kalau kita lihat segmentasi masyarakat kelas menengah atas atau bahkan kelas yang high income, ini mereka sebenarnya punya uang, tapi menahan belanjanya… (sedangkan) yang mengalami penurunan nyata (daya beli) ini bisa jadi terjadi pada segmentasi masyarakat kelas menengah atau kelas bawah,” jelas Heri.
Sebagai solusi, langkah ke depan yang harus dilakukan pemerintah adalah membuat kebijakan dan membentuk arah ekonomi yang memperbaiki bukan hanya daya beli masyarakat, melainkan juga kepercayaan masyarakat atau konsumen dalam melakukan belanja.
“Jadi bukan hanya meningkatkan daya beli masyarakat yang dia pendapatannya sedikit atau dia kurang, terbatas belanjanya, tapi juga mereka yang punya uang juga harus yakin bahwa mereka tepat untuk melakukan belanja,” tandas Heri.