c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

13 April 2023

21:00 WIB

IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi, BKF: RI Masih Jadi Brightspot

IMF merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2023 dari 4,8% menjadi 5,0% (naik 0,2 poin persentase/pp), dan outlook untuk 2024 cukup sehat di tingkat 5,1%.

Penulis: Khairul Kahfi

IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi, BKF: RI Masih Jadi <i>Brightspot</i>
IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi, BKF: RI Masih Jadi <i>Brightspot</i>
Ilustrasi. Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Kamis (01/09/2022). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA – Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang paling solid di tengah perlambatan global. World Economic Outlook April 2023 menyebut, IMF merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2023 dari 4,8% menjadi 5,0% (naik 0,2 poin persentase/pp), dan outlook untuk 2024 cukup sehat di tingkat 5,1%.

“Kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh IMF ini menunjukkan, bahwa Indonesia masih menjadi salah satu brightspot di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, Jakarta, Kamis (13/4).

Sejalan dengan proyeksi IMF, perekonomian Indonesia terus menunjukkan resiliensi dan penguatan. Hingga Maret 2023, PMI Manufaktur Indonesia konsisten berada di level ekspansif selama 19 bulan beruntun, di saat PMI Manufaktur global masih di zona kontraktif. 

Di sisi konsumsi, indeks penjualan ritel dan keyakinan konsumen masih tinggi, dengan inflasi yang relatif moderat di tingkat 5,0% (yoy). Posisi eksternal Indonesia juga tetap sehat, didukung neraca perdagangan yang membukukan surplus dalam 35 bulan berturut-turut. 

Dengan perputaran roda ekonomi yang positif, Febrio menyampaikan, penerimaan negara tumbuh baik dibarengi dengan belanja negara yang lebih berkualitas. Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pemulihan dan stabilitas perekonomian nasional. 

“Dengan kontribusi permintaan domestik yang besar, berbagai upaya untuk mengendalikan inflasi agar tetap berada pada level moderat menjadi sangat krusial, untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat,” lanjutnya.

Sementara itu, IMF memperkirakan perekonomian global melambat dari 3,4% pada 2022 menjadi 2,8% pada 2023 (turun 0,1 pp dibanding proyeksi Januari). Kemudian, perekonomian global ditaksir membaik ke level 3,0% di 2024 (turun 0,1 pp). 

2023 Cukup Menantang 
Adapun, Kepala BKF sebut, momen penguatan pemulihan yang sempat terjadi di awal tahun, kini meredup. Seiring terjadinya gejolak sektor keuangan di Amerika Serikat dan Eropa, serta tekanan inflasi yang persisten tinggi. 

Proyeksi inflasi global 2023-2024 naik 0,4 pp dan 0,6 pp menjadi 7,0% dan 4,9%.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk beberapa negara maju dan berkembang utama, secara umum menunjukkan perlambatan di 2023 dan kembali membaik di 2024. Negara-negara maju seperti AS diproyeksi tumbuh 1,6% (2023) dan 1,1% (2024), sedangkan Eropa diproyeksikan tumbuh 0,8% (2023) dan 1,4% (2024). 

"Kegagalan sistem perbankan AS dan Eropa menambah ketidakpastian terhadap outlook kedua kawasan, yang sudah mendapat tekanan berat dari inflasi dan pengetatan moneter yang agresif," terang Febrio. 

Sementara itu, India diproyeksi tumbuh 5,9% (2023) dan 6,3% (2024), serta China diproyeksikan tumbuh 5,2% (2023) dan 4,5% (2024). 

Pembukaan kembali China memberi daya dorong pemulihan ekonomi domestiknya di 2023. Kendati tekanan struktural termasuk krisis sektor properti masih membayangi prospek China di tahun-tahun berikutnya.

Risiko Mendatang Ekskalatif
Ke depan, Febrio memaparkan, IMF melihat berbagai risiko perekonomian global masih dominan dengan potensi hard landing jika risiko semakin ekskalatif. 

Ia menjabarkan, risiko utama berasal dari tekanan sektor keuangan, tekanan utang, ekskalasi perang di Ukraina yang dapat memicu kenaikan harga komoditas, tingkat inflasi inti yang persisten tinggi, serta fragmentasi geoekonomi. 

Beberapa rekomendasi kebijakan dari IMF untuk negara-negara dalam menavigasi perekonomian global yang semakin menantang. Antara lain, pertama, kebijakan pengetatan moneter dapat berlanjut dengan tetap menjaga stabilitas keuangan. 

Kedua, dukungan fiskal terus diprioritaskan untuk melindungi kelompok paling rentan dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Ketiga, pentingnya penguatan kebijakan struktural dan kerja sama multilateral demi mewujudkan perekonomian global yang lebih resilien.Dalam menghadapi berbagai ketidakpastian, Kemenkeu menekankan, pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk melanjutkan berbagai kebijakan yang pruden, namun tetap suportif dalam penguatan pondasi ekonomi. 

"Di tahun 2022, defisit fiskal Indonesia telah kembali ke level di bawah 3% terhadap PDB, satu tahun lebih cepat dibanding rencana awal, menunjukkan sikap kehati-hatian dan kredibilitas di tengah peningkatan risiko global," ujarnya. 

Meski demikian, APBN masih tetap memberi perhatian utama pada area-area vital. Seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan perlindungan sosial, akselerasi infrastruktur, peningkatan efektivitas desentralisasi fiskal, serta reformasi birokrasi. 

“Ke depan, pemerintah Indonesia akan terus menjalankan kebijakan antisipatif dalam menghadapi turbulensi perekonomian global. Dengan tetap mengawal rencana pembangunan jangka menengah-panjang antara lain melalui melalui reformasi struktural,” ucap Febrio.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar