16 Juli 2025
10:37 WIB
IMA Sebut Bea Keluar Batu Bara Belum Mendesak Untuk Diterapkan
Bea keluar batu bara diterapkan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Padahal, kebutuhan domestik akan batu bara masih sangat rendah.
Penulis: Yoseph Krishna
Aktivitas bongkar muat batu bara di pantai Desa Peunaga Cut Ujong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (20/2/2024). Antara Foto/Syifa Yulinnas/tom.
JAKARTA - Executive Director Indonesian Mining Association Hendra Sinadia menegaskan ada baiknya pemerintah mendiskusikan terlebih dahulu rencana bea keluar emas dan batu bara dengan pelaku usaha.
Dijelaskan Hendra, bea keluar itu diterapkan bukan semata-mata untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan batu bara dalam negeri.
"Sejatinya diterapkan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dalam negeri dan bukan semata-mata untuk penerimaan negara, sementara kebutuhan domestik kita masih sangat rendah," ungkapnya kepada Validnews, Selasa (15/7).
Baca Juga: Pengamat: Bea Keluar Batu Bara Bakal Sulitkan Pengusaha
Dari kondisi itu, dirinya menilai bea keluar, terutama untuk komoditas batu bara belum begitu mendesak untuk diterapkan saat ini.
"Iya (belum mendesak), makanya kita mau dengar langsung dari pemerintah," sambung Hendra.
Meski begitu, Hendra memahami saat ini negara membutuhkan tambahan pendapatan di tengah ketidakpastian perekonomian dunia, yang salah satunya direncanakan lewat pengenaan bea keluar komoditas emas dan batu bara.
Di lain sisi, sektor pertambangan seyogianya turut dijaga oleh pemerintah. Mengingat, sektor tersebut selama ini menjadi salah satu andalan perekonomian nasional.
Kenaikan biaya operasional, termasuk dengan pengenaan bea keluar ia sebut hanya menambah beban pengusaha di tengah pelemahan harga komoditas.
Beban biaya operasional yang meningkat telah dirasakan pelaku usaha pertambangan mineral batu bara, terutama sejak adanya tarif royalti baru yang ditetapkan pada akhir April 2025 lalu.
"Selain kenaikan tarif royalti, pengusaha juga sudah terbebani dengan kenaikan biaya bunga akibat kebijakan retensi Devisa Hasil Ekspor (DHE), kewajiban penggunaan biodiesel (B40), dan lain-lain. Dengan tambahan bea keluar, maka beban biaya usaha semakin bertambah," jabar Hendra Sinadia.
Hendra juga menegaskan dasar pengenaan bea keluar komoditas batu bara juga harus dipertimbangkan apabila merujuk pada PP Nomor 55 Tahun 2008.
"Oleh karena itu, sebaiknya hal ini dibahas bersama sehingga kebijakan/regulasi yang diterapkan pemerintah tidak kontra produktif dengan upaya mendukung keberlangsungan usaha, peningkatan iklim investasi, serta ketersediaan lapangan kerja, dan lain-lain," ungkap dia.
Lebih lanjut, Hendra menambahkan kebijakan bea keluar komoditas emas dan batu bara dalam jangka pendek bisa mendongkrak penerimaan negara. Tapi dalam jangka menengah dan panjang, bukan tak mungkin bea keluar hanya menjadi beban bagi pelaku usaha.
Baca Juga: Soal Bea Keluar Batu Bara, Bahlil: Akan Kita Buat Harga Keekonomiannya
Akibatnya, pengusaha tambang merasa berat untuk melanjutkan bisnis sebagai dampak dari diterapkannya bea keluar untuk ekspor produk mereka.
Jika merujuk dalam PP Nomor 55 Tahun 2008, salah satu tujuan diterapkannya bea keluar ialah menstabilkan harga. Tetapi terkhusus batu bara, Indonesia bukanlah penentu harga global sekalipun menjadi eksportir batu bara thermal terbesar.
"Untuk harga komoditas batu bara meski Indonesia eksportir batu bara thermal terbesar, tapi kita bukan penentu harga, melainkan para buyer, terutama pembeli di Tiongkok, juga India, dan negara-negara tujuan ekspor batu bara utama kita," tandas Hendra.