c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

14 Januari 2025

11:33 WIB

HPP Gabah Naik, Pengamat Pertanyakan Kondisi HET Beras 

Pengamat AEPI, Khudori mengapresiasi langkah pemerintah yang menaikkan HPP gabah karena turut menaikkan ekonomi petani. Di sisi lain, ia mempertanyakan mengapa pemerintah tak menaikkan HET.

Penulis: Erlinda Puspita

<p dir="ltr" id="isPasted">HPP Gabah Naik, Pengamat Pertanyakan Kondisi HET Beras&nbsp;</p>
<p dir="ltr" id="isPasted">HPP Gabah Naik, Pengamat Pertanyakan Kondisi HET Beras&nbsp;</p>

Petani membersihkan butiran gabah hasil panen di Sindangkasih, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kamis ( 6/5/2024). Antara Foto/Adeng Bustomi

JAKARTA - Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengapresiasi sekaligus menyoroti langkah pemerintah yang telah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah. Menurutnya ada kejanggalan di waktu bersamaan pemerintah menaikkan HPP, namun tetap mempertahankan harga eceran tertinggi (HET) beras. 

Khudori menilai, kebijakan pemerintah menaikkan HPP gabah perlu diapresiasi, mengingat ongkos produksi padi sudah mengalami kenaikan. 

"Kenaikan HPP gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) antara 8,3% hingga 10,8% adalah langkah untuk menjaga agar petani tetap mendapatkan insentif ekonomi yang memadai. Ini sekaligus sebagai wujud upaya untuk menjaga kegairahan petani dalam mengusahakan padi," ungkapnya melalui keterangan tertulis, Selasa (14/1). 

Seperti diketahui, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menaikkan HPP gabah dari Rp6.000 per kg menjadi Rp6.500 per kg gabah kering panen (GKP) di petani. Sedangkan GKP di penggilingan turut naik dari Rp6.100 per kg menjadi Rp6.700 per kg.

Baca Juga: Menko Pangan: Bulog Mulai Beli Gabah Rp6.500 Pada 15 Januari

Kenaikan harga tersebut juga berlaku pada pembelian beras di gudang Bulog yang naik dari Rp11.000 per kg menjadi Rp12.000 per kg, dengan kualitas derajat sosoh 100%, dan maksimal kadar air, butir patah, serta menir masing-masing 14%, 25%, dan 2%.

Selain mengapresiasi, Khudori juga menduga langkah pemerintah menaikkan HPP gabah, namun tidak ikut menaikkan HET beras di konsumen, yaitu sebagai cara pemerintah untuk memberikan peluang bagi Bulog agar memaksimalkan pengadaan gabah maupun beras dari produksi domestik. 

Langkah tersebut menurutnya sangat sesuai, karena produksi beras diperkirakan akan melimpah pada Maret-Mei nanti, bahkan bisa hingga Juni. Oleh karena itu, Khudori meyakini bahwa ini adalah periode terbaik bagi Bulog untuk menyerap gabah atau beras dalam negeri. 

"Mengapa langkah ini dilakukan pemerintah? Sepertinya ini tidak bisa dilepaskan dari tekad pemerintah yang tidak akan mengimpor beras tahun ini. Ini berarti tidak akan ada penugasan impor beras kepada Bulog seperti dua tahun terakhir. Tahun 2023 impor beras Bulog mencapai 3,06 juta ton dan tahun 2024 mencapai sekitar 3,5 juta ton," lanjutnya. 

Seiring tak adanya kebijakan impor, Khudori berharap agar Bulog bisa memaksimalkan penyerapan produksi domestik. 

Lebih lanjut, dia memperkirakan kenaikan HET beras kemungkinan baru terjadi saat penyerapan gabah dan beras oleh Bulog telah memadai.

"Boleh jadi pada saat itulah pemerintah akan memberlakukan HET beras yang baru. Karena tidak masuk di akal menaikkan HPP tanpa diikuti kenaikan HET. Gabah adalah input produksi beras. Ketika harga input atau bahan baku naik, harga output yaitu beras juga pasti naik," lanjut dia. 

Dampak Kenaikan HPP Gabah Bagi Penggilingan dan Beras Kemasan Premium 
Khudori menyampaikan, musim panen raya bagi penggilingan padi terutama penggilingan padi skala kecil adalah waktunya bekerja. Ini menjadi momen bagi mereka mendapat gabah di musim panen raya. Namun HET beras tak dinaikkan, maka ia memperkirakan akan ada dua opsi yang bakal dilakukan penggilingan padi.

Pertama, penggilingan padi kan menjual beras sesuai dengan HET yang berlaku saat ini dan mengorbankan kualitas beras. 

Baca Juga: Kepbadan 2/2025 Terbit, Bapanas Pastikan HPP Gabah Tahun Ini Naik

Kedua, penggilingan akan tetap menjual beras, namun di atas HET. Menurutnya peluang tersebut dapat dilakukan untuk penjualan di pasar tradisional, mengingat biasanya harga beras di pasar tradisional cenderung tidak sesuai HET dan tak pernah ada tindakan pencegahan atau pengawasan dari pemerintah. 

"Penggilingan di bawah PERPADI mau tidak mau harus bekerja menjadi mitra Bulog. Yang penting perputaran stok cepat. Mungkin karena itu pengurus PERPADI diundang tatkala pemerintah membahas kapan HPP baru ini akan efektif berlaku. Intinya swasta "dipaksa" dulu bekerja untuk memenuhi stok Bulog. Ini agar tidak ada rebutan gabah maupun beras di pasar. Ujung akhirnya harga juga tidak akan melompat-lompat," sambung Khudori. 

Berkaitan dengan opsi kedua, yakni harga beras premium di atas HET dan akan menghilangnya beras premium di pasaran, serta cenderung marak ditemui di pasar tradisional. Hal ini menurut Khudori serupa dengan kejadian di Maret-April tahun lalu, ketika beras terbanyak di pasaran secara umum adalah beras SPHP Bulog dan beras khusus yang tak diatur HET-nya. 

Namun ia mewanti-wanti jika usai adanya kenaikan HPP tersebut dan Bulog justru tak membaik dalam menyerap pasokan. Maka dari itu, kemungkinan ada sesuatu. 

"Jika kemudian pengadaan beras Bulog tidak membaik, berarti ada sesuatu. Nah sesuatu ini perlu dipastikan apa. Pemerintah bisa mengambil kebijakan yang tepat berdasarkan bukti-bukti di lapangan (evidence-based policy)," tutup Khudori. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar