13 Juni 2023
12:55 WIB
JAKARTA - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengedukasi para petani untuk mengembangkan kembali budi daya sorgum atau gandrung. Pasalnya, sorgum dinilai sebagai salah satu tanaman pangan alternatif pengganti beras yang cocok menghadapi El Nino.
"Sorgum bisa jadi alternatif pangan selain beras, apalagi karakteristiknya yang tidak butuh banyak air dan bisa dibudidayakan di lahan kritis, karenanya HKTI di temu profesi PENAS ini mengangkat soal budi daya sorgum," kata Direktur Eksekutif DPN HKTI Subuh Prabowo dalam keterangan di Jakarta, Selasa (13/6).
Subuh yang hadir dalam acara "Temu Profesi PENAS Petani Nelayan XVI" di Padang, Sumatra Barat itu menuturkan, selain tidak butuh banyak air, sorgum juga cocok ditanam di lahan kritis. Karena itu petani bisa memanfaatkan lahan kritis yang selama ini dibiarkan begitu saja tak termanfaatkan.
"Hal lain yang menarik dari sorgum adalah cukup ditanam satu kali tapi bisa panen tiga kali (diratun), karena setelah dipanen dengan dipotong batang akan tumbuh tunas kembali. Ini menguntungkan," lanjutnya.
Kendati demikian Subuh menegaskan, sorgum bukan untuk menggantikan (subtitusi) beras tapi sebagai alternatif pangan. Jadi, imbuhnya, jangan diadu keunggulannya dengan beras.
Dalam kesempatan Temu Profesi HKTI di PENAS tersebut, Ketua DPD HKTI Sumatera Barat yang juga Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas Fery Arlius menyampaikan, sorgum memiliki kemampuan menampung air dan minim penguapan, sangat cocok untuk menghadapi El Nino yang diprediksi terjadi di semester II 2023.
Sorgum juga bisa tumbuh dan berkembang baik di lahan kritis, jadi tidak menggantikan padi arau tanaman lain yang sudah tumbuh di lahan subur.
"Budi daya sorgum bisa di dataran rendah hingga dataran tinggi (900 mdpl) dengan penanaman dan pemeliharaan sama seperti tanaman Jagung. Sorgum juga adaptif dan tidak memerlukan banyak air, daun dan akarnya bisa menampung banyak air dengan minimal penguapan," tuturnya.
Senada, Wakil Sekjen DPN HKTI dan pembudidaya sorgum Diana Widiastuti mengatakan, seluruh bagian dari tanaman sorgum memiliki manfaat ekonomi. Bulirnya dibuat untuk pangan alternatif beras, juga pakan ternak. Kemudian daun dan batangnya dijadikan pakan sapi dan kambing. Sedangkan akarnya dapat dimanfaatkan untuk dibuat sapu lantai.
"Semua bagian tanaman sorgum bisa menghasilkan uang, dan cukup sekali menanam untuk 3 kali panen, sangat menjanjikan," ujar Diana.
Diana juga telah sukses membudidayakan sorgum di lahan 10 hektare di bekas lahan tambang Semen Cibinong (Semen Solusi Bangun Indonesia). Dia juga berinovasi kuliner dari sorgum dengan membuat tepung, cookies, gula cokelat, gula cair, dan ice cream.
Ilustrasi lahan sorgum. Shutterstock/PrivinSathy
Gizi Kronis
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan pengembangan tanaman sorgum bisa menjadi lompatan, untuk menurunkan tingkat masalah gizi kronis (stunting). Menurutnya, sumber alternatif pangan itu mengandung nutrisi seperti protein, serat, vitamin, dan mineral yang dapat membantu kebutuhan gizi pada anak.
Dia mengingatkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pun telah menginstruksikan agar dilakukannya program diversifikasi pangan, yang salah satunya dengan pengembangan lahan dan hilirisasi sorgum di NTT.
“Jadi pangan tidak hanya berfokus pada jagung. kedelai dan beras. Jangan, tetapi ada diversifikasi lain yang bisa kita eksploitasi. Sorgum, yang kedua Sagu. Ini juga bisa sangat masif kita gunakan,” kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, produksi sorgum harus terus ditingkatkan sebagai bahan pangan alternatif pengganti gandum hingga beras. Penanaman sorgum di lahan tandus dan marginal, kata Moeldoko, juga dapat memberikan peluang ekonomi baru bagi petani dan masyarakat setempat.
“Semua dari sorgum ini bermanfaat dan punya nilai ekonomi tinggi. Untuk itu pemerintah siapkan off-taker-nya (penjamin pembeli) agar petani lebih semangat menanam sorgum dan bisa hidup sejahtera,” kata dia.
Pemerintah, kata Moeldoko, telah menyusun peta jalan pengembangan sorgum di NTT dengan mempersiapkan lahan seluas 15.000 hektare pada tahap pertama. Kemudian 50.000 hektar pada tahap kedua, dan 200.000 hektar pada tahap ketiga.
“Selain lahan, pemerintah juga sekarang sedang menyiapkan pembibitan atau benih sorgum nasional di Waingapu. Jadi empat puluh 5% dari hasil panen sorgum digunakan untuk benih dan ditanam kembali,” ujarnya.
Pada 2023, Moeldoko menargetkan luas lahan sorgum dapat mencapai minimal 400 hektare di Waingapu Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada Rabu (12/4), Moeldoko bersama Bupati Sumba Timur melakukan panen raya sorgum pada lahan seluas 50 hektare yang dikelola oleh PT Sorgum Moelti Agriculture (SMA) di Waingapu.
Hasil Panen tersebut diperkirakan dapat menghasilkan 100 biji kering dengan 250 ton biji basah, yang berasal dari pemanfaatan benih sorgum varietas super 1.