c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

23 Februari 2022

19:49 WIB

Hipmi Sebut Pengembangan Hortikultura Indonesia Lamban

Upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura mendesak dilakukan.

Penulis: Khairul Kahfi

Hipmi Sebut Pengembangan Hortikultura Indonesia Lamban
Hipmi Sebut Pengembangan Hortikultura Indonesia Lamban
Kepala Balai Benih Induk Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang

JAKARTA – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai proses pengembangan sektor hortikultura lamban. Pengusaha meminta upaya peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura mendesak dilakukan.

Ketua Kompartemen Bidang Hortikultura BPP Hipmi Ihsan M Iqbal mengatakan, peningkatan produktivitas sektor terkait mesti dilakukan untuk menjawab berbagai tantangan yang bakal dihadapi sektor pertanian di Tanah Air. 

Mulai dari penambahan jumlah penduduk, berkurangnya lahan produktif, hingga peningkatan daya beli masyarakat.

Saat ini, sebutnya, lahan untuk menanam menjadi permasalahan utama pengembangan hortikultural di Indonesia. Dirinya juga mengidentifikasi problematika data sebagai penunjang utama kegiatan penanaman. 

"Bahkan, kita tidak punya data di mana kami harus menanam. Karena data ini bukan hanya sekadar angka, namun menjadi langkah awal untuk kita mengevaluasi permasalahan dan menentukan solusi menanam," kata Iqbal dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (23/2).

Iqbal juga nambahkan kesulitan pun dialami oleh investor lokal. Sehingga, mereka harus membeli lahan untuk menanam, agar bisa meningkatkan produktivitas. 

Tidak jarang, permasalahan ini juga membuat banyak pengusaha pertanian tidak dapat berkembang, karena hanya memiliki lahan yang sempit. Belum lagi, harga panen raya yang sering kali terlalu murah. 

Ia membandingkan, praktik pertanian antara Indonesia dengan banyak negara. Di luar sana, pemerintah membantu penyediaan lahan tanaman hortikultura untuk dipinjamkan, yang dapat digunakan untuk menanam mulai dari buah hingga sayur.

"Ketika lahan atau kebun sudah ada, masalah belum selesai. Pelaku usaha hortikultura di Tanah Air tidak memiliki kebun yang besar," ujarnya. 

Biasanya, kebun itu tersebar di berbagai titik berskala kecil dengan varietas tanaman yang berbeda-beda. Hasilnya, panen yang dihasilkan tidak seragam dan tidak bisa diserap di tingkat industri. 

Padahal, Iqbal katakan, sejauh ini pasar untuk ekspor hortikultura dari negara agraris seperti Indonesia sangat terbuka lebar dan berpeluang tinggi. Ia berharap, peluang yang ada saat ini tidak hilang begitu saja. 

Ia menyarankan, pemerintah bisa menggandeng pengusaha untuk mencari solusi terbaik dalam mendata lahan dan menentukan varietas. 

"Agar bisa menghasilkan hortikultura skala besar, yang akhirnya bisa meningkatkan ekspor dan daya saing produk hortikultura Indonesia," pungkasnya. 

Mengacu data pertumbuhan ekonomi 2021 oleh BPS, secara akumulasi, pertumbuhan pada sektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian di Indonesia tumbuh 1,08% (coc). 

Spesifik, pertumbuhan tanaman hortikultura tumbuh mencapai 0,56% (coc). Produksi hortikultura yang terpantau meningkat terjadi pada komoditas pisang (2,89%); jeruk (21,59%); dan nanas (18,63%).

Kementan Siapkan Data Akurat 
Sebelumnya, Kementan telah meresmikan Satu Data Statistik Pertanian Hortikultura. Pemerintah menilai, sektor hortikultura telah menjadi produk pertanian yang memiliki nilai strategis di Indonesia. 

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan, data akurat dan komprehensif merupakan kebutuhan yang sangat krusial di sektor pertanian. 

Lebih dari sekadar ketepatan penyusunan perencanaan, data yang reliabel menjadi basis ketepatan implementasi kebijakan hingga aspek evaluasi. 

Mentan bilang, pemutakhiran data pertanian khususnya di subsektor hortikultura akan dilakukan bersama BPS. Selain kolaborasi dan sinergi itu, pihaknya akan memaksimalkan penggunaan teknologi digital, agar data-data tersebut dapat diakses secara cepat dan mudah. 

“Data tidak boleh bersifat asumsi, harus faktual... Sumber dan bukti dari kenyataan yang ada di lapangan. Dengan teknologi digital, kita bisa dengan cepat mengetahui di mana titik bias, percepat koreksi dan segalanya” ungkap Syahrul, Rabu (16/2).

Kementan mencatat, dalam dua tahun terakhir, sektor pertanian mampu berkontribusi positif bagi perekonomian. Misal, kinerja ekspor pertanian 2021 mencapai Rp625,04 triliun, meningkat 38,68% jika dibandingkan 2020. 

"Begitu pun dengan indikator kesejahteraan petani tercatat terus meningkat hingga Januari 2022,” bebernya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar