01 November 2023
18:48 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini menerangkan cepat atau lambat kondisi pelemahan rupiah bisa berefek pada inflasi Indonesia. Asal tahu, salah satu jenis inflasi yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar sehingga berdampak pada naiknya harga impor dari luar negeri dikenal sebagai imported inflation.
Secara khusus, kenaikan inflasi ini terutama akan berdampak pada komoditas yang mengandung komponen impor. Fenomena imported inflation akan tecermin dan terpenetrasi pada komoditas-komoditas yang diimpor secara langsung maupun dalam bentuk bahan baku berasal dari produk impor.
“Komoditas tersebut di antaranya bawang putih yang selama ini kita banyak impor; kemudian mobil; mi kering instan, dan roti karena produk-produk ini berbahan baku tepung terigu; kemudian ada tahu-tempe karena berbahan baku kedelai,” jelasnya menjawab pertanyaan wartawan, Jakarta, Rabu (1/11).
Pudji menggarisbawahi, saat ini BPR belum melakukan penghitungan terkait dampak pelemahan rupiah terhadap inflasi yang diimpor alias imported inflation.
Meski demikian, sementara ini, penetrasi dari pelemahan rupiah beberapa waktu terakhir dapat terlihat sekilas dari pergerakan inflasi pada komponen inti maupun sektor industri pada Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
Baca Juga: BPS: Beras dan Bensin Kerek Inflasi Oktober 0,17%
BPS mencatat, Inflasi Komponen Inti sebesar 0,08% (mtm) dengan andil inflasi sebesar 0,05%. Komoditas yang dominan memberikan andil terhadap inflasi komponen inti adalah emas perhiasan.
Kemudian, per Oktober 2023, IHPB mengalami inflasi sebesar 0,22% (mtm). Secara khusus, HPB sektor industri mengalami inflasi 0,21% (mtm) dan memiliki andil kepada inflasi HPB umum nasional sebesar 0,17%, atau lebih besar dibanding andil HPB sektor pertanian maupun pertambangan dan penggalian.
Hal ini pun mendorong IHPB sektor industri naik dari 118,11 poin menjadi 118,36 poin per Oktober 2023.
Dirinya pun mewanti, bahwa salah satu jenis inflasi yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar sehingga berdampak pada naiknya harga impor dari luar negeri ini memang perlu diwaspadai efeknya dalam bulan-bulan mendatang.
Baca Juga: BPS: Inflasi Pangan Bergejolak Lebih Rendah Dibanding 3 Tahun Lalu
Namun, dirinya optimistis, upaya ini akan mulai diantisipasi oleh pemangku kebijakan. Hal ini pun yang menjadi landasan bagi Bank Indonesia menaikkan kebijakan suku bunga ke level 6% pada Oktober 2023.
“Langkah preventif dari Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga, diharapkan juga mampu mengerem sisi permintaan pada komoditas-komoditas dengan komponen impor yang signifikan,” katanya.
Di sisi lain, Pudji menambahkan, pelemahan mata uang juga berpotensi memberikan efek negatif pada komponen sektor pariwisata maupun transportasi. Sementara ini, situasi pelemahan kurs rupiah belum berdampak pada sektor pariwisata dan transportasi nasional yang laporannya baru mencapai September 2023.
Adapun, pelemahan rupiah ini mulai terjadi sejak Oktober 2023.
“Pelemahan dunia ini berpotensi berdampak pada jumlah kunjungan wisman maupun pengeluaran dari wisman tersebut. Jadi nanti ini akan tercatat pada saat BPS melakukan survei untuk passengers (wisman),” terangnya.