c

Selamat

Kamis, 20 November 2025

EKONOMI

21 September 2021

18:19 WIB

Hasil Stress Test BI: Dampak Fed Tapering Tak Akan Sebesar 2013

Hasil dari stress test menunjukan bahwa dampak dari fed tapering jauh lebih kecil dibandingkan Fed Taper Tantrum

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Hasil Stress Test BI: Dampak Fed Tapering Tak Akan Sebesar 2013
Hasil Stress Test BI: Dampak Fed Tapering Tak Akan Sebesar 2013
Gubernur BI Perry Warjiyo. ANTARAFOTO/Hafidz Mubarak A.

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan hasil stress test menunjukkan bahwa dampak dari penarikan stimulus oleh Federal Reserve (Fed Tapering) jauh lebih kecil dibandingkan Fed Taper Tantrum pada tahun 2013.

“Kesimpulannya yang kedua bahwa hasil dari stres test menunjukkan bahwa dampak dari fed tapering jauh lebih kecil dibandingkan Fed Taper Tantrum,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan, Jakarta, Selasa (21/9).

Ia menjelaskan, saat ini komunikasi kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) lebih jelas dan dipahami masyarakat. Hal itu tercermin dari US Treasury Yield yang jauh lebih kecil dan tertata.

Selain itu, Perry mengatakan dampak Fed Tapering juga tidak akan sebesar pada tahun 2013 karena pemerintah dan BI telah melakukan langkah-langkah antisipasi.

“Juga tentu saja langkah kita untuk melakukan stabilisasi nilai tukar dan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan menstabilisasi Yield SBN dan alhamdulillah nilai tukar dan yield merefleksikan mekanisme pasar,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Perry mengatakan ada tiga alasan Fed Tapering tidak akan berdampak terlalu besar kepada Indonesia dibandingkan tahun 2013. Pertama, The Fed terus melakukan komunikasi yang baik kepada investor, media, dan masyarakat.

Ia menambahkan, dasar keputusan untuk melakukan tapering yaitu menilai perkembangan tidak hanya dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, tapi juga seberapa jauh berdampak terhadap tingkat pengangguran.

Fed Tapering, sambungnya, hanya mengurangi likuiditas bukan menaikkan Fed Fund Rate. Perry menilai, pengurangan likuiditas akan dimulai pada bulan November 2021 dan berlanjut pada tahun 2022.

“Dan kemungkinan kenaikan-kenaikan suku bunga Fed Fund Rate akan dimulai pada kuartal III tahun 2022,” ujar Perry.

Alasan kedua, ialah karena BI dan Pemerintah bekerja sama melakukan langkah-langkah bersama untuk melakukan stabilisasi.

Adapun caranya BI melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui triple intervention.

Perry mengungkapkan, sejak awal tahun kecuali pada bulan Februari 2021, BI tidak banyak melakukan intervensi. Menurutnya, bekerjanya mekanisme pasar tampak mengakomodasi penyesuaian-penyesuaian yang ada.

“Bahkan tadi saya sampaikan bahwa rupiah itu tetap stabil. Rupiah ingat tidak hanya merespons perkembangan yang sekarang tapi juga ekspektasi ke depan sehingga informasi-informasi itu juga sudah dipahami dan juga suda terefleksi dari perkembangan rupiah,” ujarnya. Kemudian yang lain ialah Yield dari SBN di awal tahun sempat naik menjadi 6,7 sampai 6,8% sekarang sudah terbilang rendah.

Alasan ketiga ialah karena ketahanan ekonomi Indonesia yang tinggi. Indikatornya ialah defisit transaksi berjalan yang rendah yang diperkirakan 0,6 hingga 1,4% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Bandingkan dengan defisit transaksi berjalan pada tahun 2018 yang bahkan melebihi dari 3% PDB,” imbuh Perry. Ketahanan eksternal Indonesia juga tercermin pada jumlah cadangan devisa yang sebesar US$144,4 miliar.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar