22 Agustus 2025
08:36 WIB
Harga Minyak Stabil, Pasar Fokus Ke Perdagangan India-Rusia Jelang Kenaikan Tarif
Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober sedikit berubah di level US$67,63 per barel pada pukul 08.48 waktu Singapura.
Penulis: Fin Harini
Ilustrasi produksi minyak. Pekerja Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) memeriksa fasilitas produksi anjungan lepas pantai Sepinggan Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS), Kalimantan Timur, Senin (25/3/2024). Antara Foto/Hafidz Mubarak A
SINGAPURA - Harga minyak mentah (crude oil) stabil karena pasar mencermati prospek aliran minyak mentah Rusia ke India, setelah seorang pejabat pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Trump terus mengkritik perdagangan tersebut menjelang kenaikan tarif impor AS.
Dilansir dari Bloomberg, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober sedikit berubah di level US$67,63 per barel pada pukul 08.48 waktu Singapura. Harga minyak WTI untuk pengiriman Oktober stabil di level US$63,50 per barel.
Brent bertahan di bawah US$68 per barel, berada di jalur untuk kenaikan mingguan terbesar sejak awal Juli.
Penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, kembali mengecam India karena terus membeli minyak Rusia. Navarro memperkirakan pungutan impor AS terhadap negara itu akan berlipat ganda sesuai rencana pada 27 Agustus.
"India tampaknya tidak mau mengakui perannya dalam pertumpahan darah ini," katanya. "Mereka tidak membutuhkan minyak. Ini skema bagi hasil kilang."
Presiden Donald Trump telah mengancam akan menaikkan bea masuk impor India ke AS hingga 50%, yang setengahnya berasal dari pembelian minyak mentah Rusia.
Namun, kilang-kilang minyak di India telah kembali membeli setelah jeda singkat, sementara seorang pejabat dari Moskow memperkirakan aliran minyak akan tetap terjaga.
Awal pekan ini, Navarro mengklaim bahwa lonjakan impor Rusia sejak perang di Ukraina didorong oleh "pencarian untung oleh lobi minyak besar India" dan bukan oleh kebutuhan domestik.
Harga minyak masih lebih rendah untuk tahun ini karena OPEC+ meningkatkan produksi dan kebijakan perdagangan Trump memicu kekhawatiran atas permintaan.