30 April 2024
09:07 WIB
Harga Minyak Mentah Turun Karena Perundingan Hamas-Israel
Harga minyak mentah turun karena kemungkinan gencatan senjata antara Hamas dan Israel mengurangi premi risiko.
Editor: Fin Harini
Ilustrasi. Anjungan lepas pantai Sepinggan Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS) Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Kalimantan Timur, Selasa (26/3/2024). Antara Foto/Hafidz Mubarak A
JAKARTA - Harga minyak mentah turun lebih dari US$1 per barel pada penutupan Senin (29/4) atau Selasa (30/4) WIB karena perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Kairo mengurangi kekhawatiran tentang konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Bloomberg melaporkan, kesenjangan antara Israel dan Hamas dalam perjanjian pembebasan sandera telah menyempit dalam beberapa pekan terakhir dan kesepakatan sudah hampir tercapai, menurut dua orang yang mengetahui pembicaraan tersebut.
Dilansir dari Mint, harga minyak mentah berjangka Brent untuk bulan Juni, yang akan berakhir pada hari Selasa, turun US$1,25, atau 1,4%, menjadi US$88,25 per barel pada 11:13 EDT (15.13 GMT). Brent untuk kontrak Juli, yang lebih aktif, turun US$1,01, atau 1,14%, menjadi US$87,20 per barel. Sedangkan, harga minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun US$1,19, atau 1,4%, menjadi US$82,66 per barel.
Baca Juga: Laju Kenaikan Harga Minyak Tertahan Kekhawatiran Inflasi AS
Selain itu, data inflasi AS menunjukkan semakin kecil kemungkinan penurunan suku bunga akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga semakin mengurangi sentimen pasar.
“Pertemuan kebijakan moneter The Fed selama dua hari yang dimulai pada hari Selasa akan diawasi dengan ketat oleh investor global, meskipun pasar tidak memperkirakan adanya perubahan dalam hasil kebijakan tersebut,” kata Prashanth Tapse, Senior VP (Research), Mehta Equities Ltd.
Namun, serangan udara Israel yang mengakibatkan kematian sedikitnya 25 warga Palestina dan menyebabkan banyak orang terluka pada Senin, bertepatan dengan kedatangan para pemimpin Hamas di Kairo untuk melakukan diskusi baru dengan perantara Mesir dan Qatar, dipandang membebani harga minyak ke depan.
Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry menyatakan optimismenya mengenai situasi ini tetapi mengindikasikan bahwa Mesir sedang menunggu tanggapan terhadap rencana yang diusulkan dari Israel dan Hamas.
Pelaku pasar juga memantau dengan cermat tinjauan kebijakan moneter Federal Reserve AS yang dijadwalkan pada tanggal 1 Mei, yang mungkin memberikan wawasan mengenai sikap bank sentral terhadap penyesuaian suku bunga.
Investor bersikap hati-hati, menilai kemungkinan besar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada tahun ini dan tahun depan, mengingat masih adanya tekanan inflasi dan kuatnya pasar tenaga kerja.
Pada bulan Maret, inflasi bulanan di AS mengalami peningkatan moderat, sehingga mengurangi ekspektasi penurunan suku bunga dalam waktu dekat. Seandainya inflasi lebih rendah, hal ini akan meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga, yang biasanya merangsang ekspansi ekonomi dan permintaan minyak.
“Mengantisipasi berlanjutnya volatilitas pada sesi perdagangan hari ini, kami memperkirakan minyak mentah akan mendapat dukungan di US$82,10–81,40, dengan level resistensi di US$83,30-83,90,” kata Rahul Kalantri, VP Commodities, Mehta Equities Ltd.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik, Khawatir Indonesia Perlu Tambah Subsidi BBM 2024
Sebelumnya, harga minyak mentah menunjukkan volatilitas yang signifikan minggu lalu. Minyak bangkit dari posisi terendahnya di tengah kekhawatiran pasokan global dan penurunan persediaan minyak AS. Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul eskalasi Israel di Gaza menambah kekhawatiran terhadap pasokan minyak global.
Stok minyak mentah AS mengalami penurunan yang lebih besar dari perkiraan, menurut EIA AS, dengan persediaan turun sebesar 6,4 juta barel untuk pekan yang berakhir pada 19 April 2024, dibandingkan dengan antisipasi peningkatan sebesar 1,6 juta barel.
Penurunan stok yang tidak terduga ini, ditambah dengan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, memberikan dukungan pada kenaikan harga minyak. Namun, data PDB AS yang mengecewakan, lonjakan inflasi AS, dan kekuatan indeks dolar menghambat potensi kenaikan harga minyak mentah.