c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

09 Desember 2024

10:50 WIB

Harga Minyak Mentah Naik Didorong Konflik Suriah

Meski konflik Suriah mendorong kenaikan harga minyak mentah Brent dan WTI, dalam jangka panjang pasar dibayangi kekhawatiran akan permintaan yang bisa menekan harga.

Editor: Fin Harini

<p>Harga Minyak Mentah Naik Didorong Konflik Suriah</p>
<p>Harga Minyak Mentah Naik Didorong Konflik Suriah</p>

Ilustrasi. Foto udara anjungan lepas pantai Sepinggan Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS) Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Kalimantan Timur, Selasa (26/3/2024). Antara Foto/Hafidz Mubarak A

TOKYO - Harga minyak mentah atau crude oil naik pada Senin karena meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul penggulingan Presiden Suriah Bashar al-Assad oleh pemberontak. Perkembangan konflik Suriah mengimbangi kekhawatiran atas lemahnya permintaan China yang disorot oleh pemotongan harga Saudi Aramco kepada pembeli Asia.

Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik 22 sen, atau 0,3%, menjadi US$71,34 per barel pada 0140 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 22 sen, atau 0,3%, menjadi US$67,42 per barel.

Minggu lalu, harga Brent susut lebih dari 2,5% dan WTI turun 1,2% karena analis memproyeksikan surplus pasokan tahun depan akibat lemahnya permintaan, meskipun ada keputusan OPEC+ untuk menunda kenaikan produksi dan memperpanjang pengurangan produksi hingga akhir tahun 2026.

Saudi Aramco, eksportir minyak mentah terbesar di dunia, telah menurunkan harga minyak mentahnya pada bulan Januari 2025 untuk pembeli Asia ke level terendah sejak awal tahun 2021. Aramco dalam keterangannya, Minggu (8/12), menyebutkan hal ini dipicu lemahnya permintaan dari importir utama China membebani pasar.

Sementara itu, pemberontak Suriah mengumumkan di televisi pemerintah pada hari Minggu bahwa mereka telah menggulingkan Presiden al-Assad, melenyapkan dinasti keluarga yang telah berumur 50 tahun dalam serangan kilat yang menimbulkan kekhawatiran akan gelombang ketidakstabilan baru di Timur Tengah yang sudah dilanda perang.

Tomomichi Akuta, ekonom senior di Mitsubishi UFJ Research and Consulting mengatakan perkembangan di Suriah telah menambah lapisan baru ketidakpastian politik di Timur Tengah, sehingga memberikan dukungan kepada harga minyak.

“Tetapi, penurunan harga yang dilakukan Arab Saudi dan perpanjangan pengurangan produksi OPEC+ pada minggu lalu menggarisbawahi lemahnya permintaan dari China, yang menunjukkan pasar mungkin akan melemah menjelang akhir tahun,” ujarnya.

Ia menambahkan, investor sedang mengamati dengan cermat dampak potensial dari kebijakan energi dan Timur Tengah yang dikeluarkan oleh Presiden terpilih AS Donald Trump.

Pada Kamis pekan lalu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, menunda dimulainya kenaikan produksi minyak selama tiga bulan hingga bulan April. OPEC+ juga memperpanjang penghentian pengurangan produksi secara penuh selama satu tahun hingga akhir tahun 2026.

OPEC+, yang menyumbang sekitar setengah produksi minyak dunia, berencana untuk mulai mengurangi pengurangan produksi mulai Oktober 2024, namun perlambatan permintaan global – terutama dari importir minyak mentah utama China – dan peningkatan produksi di negara lain telah memaksa OPEC+ untuk menunda rencana tersebut beberapa kali.

Jumlah rig minyak dan gas yang dikerahkan di Amerika Serikat pekan lalu mencapai angka tertinggi sejak pertengahan September, hal ini menunjukkan peningkatan produksi dari produsen minyak mentah terbesar di dunia tersebut.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar