06 Agustus 2024
10:32 WIB
Harga Minyak Mentah Melemah Dipicu Kekhawatiran Resesi
Jatuhnya harga minyak mentah, yang dimulai pada hari Jumat, didorong oleh kekhawatiran baru terhadap resesi AS akibat lemahnya laporan gaji bulan Juli.
Editor: Fin Harini
Produksi hulu migas berlangsung di Anjungan Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ), lepas pantai utara Subang, Laut Jawa, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). Antara Foto/Aditya Pradana Putra
JAKARTA - Harga minyak mentah atau crude oil terus mengalami penurunan pada Senin atau Selasa WIB (6/8), didorong meningkatnya kekhawatiran akan resesi AS dan aksi jual pasar yang lebih luas. Meskipun terdapat kekhawatiran konflik di Timur Tengah bisa mengganggu pasokan minyak mentah, sentimen negatif seputar prospek perekonomian global menutupi risiko geopolitik tersebut.
Dikutip dari Business Time, harga minyak mentah berjangka Brent turun US$1,07, atau 1,4%, menetap di US$75,74 per barel pada tengah hari GMT atau mendekati level terendah sejak Januari.
Pada saat yang sama, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun US$1,18, atau 1,6%, menjadi US$72,34 per barel.
Penurunan harga minyak terjadi setelah penurunan signifikan di pasar saham Asia, di mana ketakutan akan terjadinya resesi di AS mendorong investor untuk meninggalkan aset-aset berisiko, mengantisipasi bahwa penurunan suku bunga yang agresif mungkin diperlukan untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi.
“Kekhawatiran terhadap resesi AS yang dipicu oleh lemahnya laporan payrolls bulan Juli pada hari Jumat hanya menambah kekhawatiran permintaan China yang telah bertahan di pasar minyak selama beberapa waktu,” kata Warren Patterson dan tim analisnya di ING dalam catatan kliennya.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik Tipis Didorong Ketegangan Timur Tengah
Dilansir dari Oil Price, jatuhnya harga minyak, yang dimulai pada hari Jumat, didorong oleh kekhawatiran baru terhadap resesi AS akibat lemahnya laporan gaji bulan Juli.
Kekhawatiran akan permintaan dari China telah membebani harga minyak selama beberapa waktu, dan ketakutan akan resesi di AS hanya akan menambah tekanan pada harga minyak.
Kekhawatiran terhadap perekonomian AS bergema di seluruh dunia, dengan jatuhnya saham-saham Asia dan Nikkei mencatat penurunan terbesar yang pernah ada, melampaui kehancuran yang terjadi pada bulan Oktober 1987 setelah Black Monday di New York.
Meskipun kekhawatiran terhadap permintaan mendorong sentimen pasar minyak, risiko geopolitik masih sangat nyata. Israel saat ini sedang mempersiapkan potensi serangan balasan dari Iran, dengan AS mengirimkan bala bantuan pertahanan ke wilayah tersebut. Kedutaan Besar AS di Lebanon telah mendesak warga negaranya untuk meninggalkan negara tersebut sesegera mungkin, yang semakin menyoroti risiko eskalasi di wilayah tersebut.
Bertahan di Atas US$75 Per Barel
Sementara, dikutip dari BOE Report, harga minyak mentah Brent kemungkinan akan bertahan di atas US$75 per barel karena pasar minyak akan menahan ketakutan resesi makro dan mendapatkan dukungan dalam beberapa minggu mendatang, kata Goldman Sachs pada Senin.
Risiko resesi yang terbatas, permintaan yang kuat dari negara-negara Barat dan India, serta rendahnya posisi spekulatif yang memiliki ruang untuk pemulihan akan mendukung harga minyak dalam beberapa minggu mendatang, kata analis di Goldman Sachs dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Pertamina Naikkan Harga Pertamax Cs Agustus 2024
“Meski peningkatan risiko resesi menyusul lemahnya laporan ketenagakerjaan AS pada bulan Juli dan dampak dari kondisi keuangan yang fluktuatif terhadap permintaan minyak semakin membuat risiko penurunan harga Brent pada kisaran US$75-90, terutama pada tahun 2025, kami memperkirakan harga minyak akan mendapat dukungan dalam beberapa minggu mendatang,” kata bank tersebut.
Goldman Sach menambahkan, pergeseran ke bawah harga minyak meningkatkan keyakinan bahwa emas kini menawarkan portofolio lindung nilai terbesar di seluruh komoditas.