31 Desember 2024
13:57 WIB
Harga Jual Eceran Rokok Naik Dan PPN 12% Berpotensi Tekan IHT Pada 2025
Ada sederet kebijakan yang berpotensi menekan kinerja industri hasil tembakau, seperti PPN 12%, kenaikan HJE rokok, dan restriksi di PP Kesehatan.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Warga menunjukan sejumlah bungkus rokok sebagai penanda cukai serta kandungan tar dan nikotin di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022). ValidNewsID/Arief Rachman
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, ada sederet kebijakan yang berpotensi menekan kinerja industri hasil tembakau (IHT) pada 2025.
Tiga di antaranya, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Kemudian, kenaikan harga jual eceran (HJE) hasil tembakau alias rokok, serta restriksi soal rokok dalam Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan.
"PPN 12%, harga jual eceran naik, ini akan semakin ketat. jadi kami sangat khawatir tertekannya industri hasil tembakau di tahun 2025," ujar Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Ditjen Industri Agro Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria kepada awak media di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (30/12).
Untuk diketahui, pemerintah resmi mengerek HJE rokok mulai 2025. Meski HJE naik, tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun depan besarannya tetap sama.
Selain itu, pemerintah juga resmi memberlakukan PPN 12% mulai 1 Januari 2025. Ini merupakan amanat dalam Undang-undang 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Merrijantij menilai, kenaikan HJE rokok pada 2025 bakal menjadi tantangan bagi industri hasil tembakau RI. Alasannya, harga produk yang makin mahal akan ditanggung oleh konsumen.
Dia mengutarakan, konsumen sangat sensitif terhadap perubahan harga, terlebih lagi sekarang sedang terjadi pelemahan daya beli. Menurutnya, kondisi ini cukup menantang bagi pelaku industri.
"Memang pemerintah tidak menaikkan cukai, namun ada kenaikan harga jual eceran. Kebijakan ini juga sangat challenging, artinya langsung pengenaan harga jual ini ditanggung oleh konsumen," ujarnya.
Baca Juga: Perhatian, Harga Jual Eceran Rokok 2025 Naik dan Tarif Cukai Tetap
Merrijantij menjelaskan, harga jual yang meningkat dan adanya beli yang menurun membuat pelaku industri justru cenderung wait and see dalam melakukan produksi hasil tembakau.
Dia juga khawatir kenaikan HJE rokok akan menekan kinerja industri hasil tembakau (IHT) ke depannya. Bahkan, sambungnya, sektor IHT terus-terusan mengalami kontraksi dalam 3 bulan terakhir ini.
Masalah lainnya, Merrijantij mengatakan, IHT resmi dalam negeri juga bersaing dengan para produsen rokok ilegal. Dia mengaku cemas, kenaikan HJE rokok nantinya membuat peredaran rokok ilegal makin marak.
"Di sektor IHT ini sudah 3 bulan selalu kontraksi. Tadi kan konsumen kita sensitif dengan perubahan harga, dan saat ini industri IHT legal kita ini berkompetisi langsung dengan IHT ilegal," ucapnya.
Merrijantij juga menilai, kebijakan soal restriksi rokok dalam PP Kesehatan berpotensi menekan produksi hasil tembakau sekaligus melancarkan peredaran rokok ilegal.
Contohnya, standardisasi kemasan untuk berbagai jenis rokok. Khawatirnya, itu membuat rokok asli yang berpita cukai jadi sulit dibedakan dengan rokok ilegal polosan. PP Kesehatan juga mengatur soal larangan berjualan di dekat sekolah.
"Kebijakan pemerintah yang sangat defense untuk rokok ini, dan sekarang sedang dibahas aturan turunan dari PP Kesehatan. Nah ini menjadi kekhawatiran di sektor industri, jadi mereka sangat selektif saat ini untuk memproduksi," ungkap Merrijantij.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Kemenperin mendorong pelaku industri yang berorientasi ekspor untuk memperluas pasarnya. Menurut Merrijantij, hasil tembakau made in Indonesia perlu dijual ke pasar-pasar non tradisional.
Baca Juga: Petani Tembakau Minta Perlindungan Presiden Prabowo Dari Aturan yang Kontraproduktif
Menurutnya, perluasan pasar ekspor merupakan siasat bagi industri karena bisa menjadi kompensasi ketika pasar dalam negeri yang cukup tertekan akibat kenaikan HJE, PPN 12%, dan restriksi soal rokok.
"Itu yang sedang kita upayakan, bagaimana industri-industri yang memang berorientasi ekspor ini bisa kinerja ekspornya semakin meningkat," tutur Merrijantij.
Di samping itu, Kemenperin juga berencana merevisi Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 72/2008 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Penggunaan Mesin Linting Sigaret (Rokok).
Merrijantij menerangkan, revisi beleid itu bertujuan untuk memperketat registrasi dan distribusi mesin pelinting rokok. Nantinya registrasi akan berlaku satu pintu melalui SIINAS.
"Jadi ke depan nanti akan ada perubahan yang cukup fundamental dalam registrasi mesin pelinting, dan mesin pelinting ini pun distribusinya akan kita perketat yang tadinya barang bebas," ucapnya.
Selain itu, Merrijantij mengungkapkan Kemenperin bakal mengatur ulang ketentuan mengenai kertas atau filter rokok. Ia menuturkan, hal ini bertujuan untuk menekan peredaran rokok ilegal.
"Kertas sigaret sama filter juga akan kita batasi, itu sebagai kebijakan yang menurut kita akan cukup berdampak mengendalikan rokok ilegal, karena hanya bisa dibeli oleh perusahaan-perusahaan yang NPPBKC," tutupnya.