c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

07 Februari 2024

20:36 WIB

GIPI Resmi Daftar Uji Materiil ke MK, Perkarakan Tarif Pajak Hiburan

Tarif pajak hiburan malam naik jadi 40% dan itu menuai polemik, sehingga asosiasi meminta Mahkamah Konstitusi melakukan uji materiil Pasal 58 Ayat (2) UU HKPD terhadap UUD 1945.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini

GIPI Resmi Daftar Uji Materiil ke MK, Perkarakan Tarif Pajak Hiburan
GIPI Resmi Daftar Uji Materiil ke MK, Perkarakan Tarif Pajak Hiburan
Ilustrasi tempat hiburan malam. Shutterstock/Summit Art Creations

JAKARTA - Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) bersama kuasa hukum dan pelaku usaha hiburan resmi mendaftarkan diri ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan pengujian materiil (judicial review).

Barisan pengusaha hiburan akan meminta MK melakukan uji materiil Undang-undang No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Secara rinci, pasal UU HKPD yang akan digugat, yakni Pasal 58 Ayat (2) terhadap UUD 1945.

Beleid tersebut berbunyi “Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4O%  dan paling tinggi 75%.”

"Harapan DPP GIPI dalam Pengujian Materiil ini bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada UU 1/2022, sehingga penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama, yaitu antara 0–10%," tulis keterangan resmi GIPI, Rabu (7/2).

Baca Juga: Utak-Atik Tarif Pajak Hiburan

Menurut GIPI pencabutan Pasal 58 Ayat (2) pada UU HKPD menandakan tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran tarif pajak dalam usaha Jasa Kesenian dan Hiburan. Dengan kata lain, lima jenis hiburan malam dalam regulasi itu tidak terpisahkan dari kategori hiburan secara umum.

GIPI menganggap penetapan tarif pajak hiburan sebesar 40%-75% dalam Pasal 58 Ayat (2) dilakukan tanpa menggunakan prinsip-prinsip dasar yang seharusnya digunakan untuk mengambil keputusan dalam membuat Undang-Undang yang menetapkan besaran tarif pajak.

"Pemerintah yang memiliki kewenangan penuh dalam memberikan dan mencabut perizinan berusaha, justru dalam menetapkan Pasal 58 Ayat (2) pada UU 1/2022 menggunakan besaran pajak dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap perizinan berusaha," tulis GIPI.

Asosiasi industri pariwisata pun menilai keputusan pemerintah menetapkan besaran tarif pajak tersebut tidak tepat. Sebab, besaran tarif pajak hiburan malam diskriminatif terhadap pelaku usaha yang sudah menjalankan usahanya sesuai dengan regulasi yang berlaku.

GIPI menjelaskan dampak penetapan pajak yang tinggi adalah usaha hiburan akan kehilangan konsumen. Tidak hanya sampai situ, bisa juga berakhir pada penutupan usaha, yang membuat para pekerja di sektor hiburan akan kehilangan lapangan kerja.

Padahal, GIPI menilai sektor pariwisata Indonesia saat ini sedang dalam tahap pemulihan pasca pandemi covid-19. Namun, pelaku usaha justru menghadapi masalah baru dengan penerapan pajak hiburan 40%-75%.

GIPI mengaku pariwisata RI akan mengalami kendala berkompetisi dan menciptakan daya saing pariwisata dengan negara lain. Itu karena pajak hiburan di negara lain jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia, atau bahkan ada yang justru menurunkan tarif pajaknya demi menciptakan daya saing pariwisatanya.

Baca Juga: Ini Alasan Pemerintah Tetapkan Tarif Pajak Hiburan Malam Minimal 40%

Karena pasal-pasal yang memberatkan pengusaha hiburan tersebut, maka GIPI menempuh upaya hukum dengan mendaftarkan diri untuk Pengujian Materiil atas UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 58 Ayat (2) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi.

Adapun pihak yang mendaftarkan uji materiil ke MK, yakni Ketua Umum GIPI Bapak Hariyadi BS Sukamdani yang didampingi oleh Kuasa Hukum DPP GIPI Bapak Muhammad Joni, Managing Partner Law Office Joni & Tanamas dan Pengurus DPP GIPI, serta pelaku usaha hiburan.

"Selanjutnya DPP GIPI akan segera mengeluarkan Surat Edaran untuk Pengusaha Hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) yang Pajak Hiburan di daerahnya meningkat karena adanya UU 1/2022, agar membayar pajaknya dengan menggunakan tarif lama," tutup GIPI.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar