22 Januari 2025
12:51 WIB
Genjot Target Rp50 Triliun, Baznas Optimalkan Teknologi Digital
Setiap tahun kanal digital Baznaz semakin optimal. Orang yang bayar zakat melalui website Baznas saat ini mencapai 64,2%
Ilustrasi: Seorang warga membayar zakat fitrah secara daring di tenda zakat Baznas di Malang, Jawa Timur. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/wsj.
JAKARTA - Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI mengoptimalkan penggunaan teknologi digital untuk memudahkan para pemberi zakat atau muzaki menunaikan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS)-nya. Strategi ini dijalankan demi mencapai target pengumpulan dana ZIS 2025 sebesar Rp50 triliun.
"Kami terus mengajak Baznas di daerah untuk tidak gamang memanfaatkan teknologi digital, agar pengumpulan tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga memakai teknologi digital," kata Pimpinan Baznas RI Bidang Transformasi Digital Nasional Nadratuzzaman Hosen melalui keterangan di Jakarta, Rabu (22/1).
Nadra mengungkapkan, salah satu upaya yang dilakukannya melalui pemanfaatan Kantor Digital Baznas, agar para muzaki dapat memantau segala informasi yang berkaitan dengan pengumpulan hingga penyaluran ZIS.
"Kalau kita terus konsisten menampilkan, Insya Allah nanti mereka akan tertarik (menyalurkan ZIS. Jadi ini soal kesungguhan, kita harus tetap sabar, konsisten, nanti mereka memberikan penghargaan," ujarnya.
Nadra berharap, para amil Baznas dapat memperkuat kapasitas dan kemampuan mereka dalam berkomunikasi, terutama yang berkaitan dengan teknologi digital. Dengan begitu, dapat memberikan kenyamanan terhadap para muzaki.
Sementara itu, salah seorang amil Baznas, Hafiza Elvira Nofitariani, mengatakan pemanfaatan teknologi digital dalam pengumpulan ZIS sangat penting. Pasalnya, cara ini memiliki beberapa keunggulan yaitu efisien, efektif, kecepatan distribusi pesan, lebih terukur, juga dapat menyasar audiens spesifik.
"Penggunaan Kantor Digital Baznas itu semakin hari semakin besar proporsinya. Dulu pengumpulan yang melalui website saja mungkin tidak sampai 10%, tapi setiap tahun kanal digital kita semakin optimal. Maka, orang yang bayar zakat melalui website Baznas itu saat ini ada di 64,2%. Jadi sudah lebih dari 50% muzaki memilih membayar zakat melalui digital," tuturnya.
Selain kemudahan pembayaran zakat, sejatinya transformasi digital dalam pengelolaan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) di seluruh Indonesia, juga menjadi upaya Baznas meningkatkan efisiensi, transparansi, dan jangkauan layanan zakat kepada masyarakat.
"Dengan sistem digital yang terintegrasi, kita dapat memantau seluruh proses pengelolaan zakat secara real-time (seketika) dan memastikan, zakat tersalurkan kepada yang berhak," kata Nadra.
Ia menekankan, digitalisasi menjadi kunci dalam modernisasi pengelolaan zakat, di mana digitalisasi tidak hanya terbatas pada sistem informasi manajemen, tetapi juga mencakup seluruh aspek pengelolaan zakat. Mulai dari pengumpulan, pencatatan, hingga penyaluran. Ia menilai, digitalisasi fondasi menyelenggarakan pengelolaan zakat ke tingkat berikutnya.
Dengan teknologi, katanya, tidak hanya mempermudah proses pengumpulan dan penyaluran zakat, tetapi juga mampu menjangkau masyarakat yang lebih luas. "Digitalisasi adalah kunci untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan zakat," ujarnya.
Nadra juga menegaskan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dalam mengelola ZIS. Dia menjelaskan aplikasi Simba (Sistem Manajemen Informasi Baznas) dirancang untuk mengintegrasikan seluruh proses pengelolaan ZIS, mulai dari pengumpulan, pencatatan, hingga penyaluran.
"Dengan Simba, kita dapat memantau secara real-time pengelolaan ZIS dan memastikan bahwa dana zakat disalurkan kepada yang berhak secara tepat dan transparan," ujarnya.
Ia berharap, dengan semakin optimal digitalisasi pengelolaan zakat maka semakin banyak masyarakat yang terbantu dan merasakan manfaat zakat. "Zakat tidak hanya sekadar kewajiban agama, tetapi juga merupakan instrumen yang sangat efektif untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ucapnya.
Jauh Dari Potensi
Sekadar informasi, target pengumpulan dana ZIS Nasional pada tahun ini meningkat menjadi sekitar Rp50 triliun jika dibandingkan dengan 2024 yang dipatok sebesar Rp41 triliun. Target tersebut ditingkatkan seiring dengan pemenuhan target pada tahun sebelumnya, serta demi mencapai potensi maksimal ZIS Indonesia yang mencapai Rp327 triliun.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dwi Putri Cahyawati menyoroti capaian pengumpulan zakat nasional di Indonesia yang saat ini dinilai jauh dari potensi yang dikemukakan. Baznas RI sendiri menyebutkan pada 2024 ini potensi zakat Indonesia mencapai Rp327 triliun, dengan target pengumpulan mencapai Rp41 triliun, dan realisasi zakat yang telah diperoleh hingga Desember 2024 mencapai lebih dari Rp31 triliun.
"Ini persoalan menarik, karena target kita sekian triliun itu, tapi kok tidak bisa dicapai? Ini persoalannya di mana? Sehingga, perolehan zakat yang ditargetkan itu tidak sesuai harapan," kata Dwi dalam diskusi publik bertajuk "Masa Depan Gerakan Zakat: Reformasi atau Stagnansi?" di Tangerang Selatan, Banten, akhir Desember 2024 lalu.
Dwi mempertanyakan hal tersebut, sebab berbagai upaya telah dilakukan banyak Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Indonesia, namun capaian dana yang diperoleh hingga kini masih jauh dari yang diharapkan. Salah satu yang menjadi sorotan, papar dia, adanya hukum positif yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (UU Pengelolaan Zakat. Di dalam beleid tersebut, terdapat regulasi yang mengatur pembentukan LAZ, yang kini tidak semua pihak bisa mengelola zakat.
Dwi mengungkapkan, hal ini berbeda dengan era sebelum adanya regulasi berupa hukum positif ini. Pada tahun 1951, 1968, 1989, 1991, negara telah memiliki batasan-batasan soal tata kelola zakat, namun hanya berupa Surat Edaran, Keputusan, dan Peraturan Menteri yang bukan sebagai hukum positif.
Terkait hal tersebut Deputi Direktur Dana Sosial Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Urip Budiarto mengatakan, adanya UU Pengelolaan Zakat merupakan upaya pemerintah yang menyadari tentang pentingnya peraturan dalam hal ini. Sebab zakat merupakan hal yang berdampak kepada hajat banyak masyarakat.
"Pemerintah sadar ada tantangan regulasi yang perlu dikuatkan. (Zakat) ini dinamis, tidak bisa sederhana, sehingga semua jalan yang ditempuh pada hari ini bisa memperkuat tata kelola zakat ke depannya," ujarnya.
Urip menekankan UU Pengelolaan Zakat ada untuk meregulasi pelaporan dan pengawasan terhadap tata kelola zakat, untuk mewujudkan tata kelola zakat yang akuntabel dan terpercaya.
Adapun terkait capaian zakat yang belum mencapai potensinya, ia menjelaskan capaiannya terus menunjukkan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Jika pada 2021 jumlahnya mencapai Rp14 triliun, dan pada penghujung tahun ini mencapai lebih dari Rp31 triliun, yang menunjukkan adanya peningkatan lebih dari dua kali lipat.
Urip menyebutkan, tata kelola zakat yang baik akan menjadikan masyarakat akan lebih percaya untuk menyalurkan hartanya untuk berzakat, di mana zakat berperan dalam memberdayakan umat, serta meningkatkan daya beli masyarakat. "Jika banyak masyarakat yang sejahtera, daya beli masyarakat meningkat, akhirnya akan lebih banyak lagi orang yang akan membayar zakat," tutur Urip Budiarto.