25 Oktober 2024
11:43 WIB
Genjot Ketahanan Pangan, Kementan Serius Cetak 3 Juta Hektare Sawah
Dengan proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 330 juta pada 2050, kebutuhan akan bahan pangan dipastikan juga meningkat pesat
Ilustrasi. Seorang warga memanggul jerami sisa panen padi di persawahan jalan Adi Sucipto, Kota Mataram, Mataram, NTB, Kamis (8/8/2024). Antara Foto/Ahmad Subaidi
JAKARTA - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyatakan, pemerintah melalui Kementerian Pertanian tengah menggencarkan program cetak sawah baru seluas 3 juta hektare. Target ini diusung untuk memperkuat ketahanan pangan menghadapi tantangan global dan mengantisipasi pertumbuhan penduduk.
"Program ini, menjadi bagian dari langkah strategis dalam menghadapi ancaman krisis pangan global serta menjaga stabilitas nasional di sektor pertanian," kata Wamentan dalam keterangan di Jakarta, Jumat (25/10).
Dia menuturkan, dengan proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 330 juta pada 2050, kebutuhan akan bahan pangan dipastikan juga meningkat pesat.
Namun, saat ini lahan pertanian yang ada sudah semakin terbatas akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan perumahan.
"Oleh karena itu, cetak sawah baru menjadi solusi krusial untuk memperluas area produksi beras, komoditas pangan utama bangsa," ujarnya.
Dia menjelaskan, program yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tersebut, dilakukan selain karena faktor domestik, juga lantaran dinamika global juga berperan penting dalam urgensi cetak sawah ini.
"Ketidakpastian ekonomi global, perubahan iklim, dan terganggunya rantai pasokan pangan internasional akibat berbagai konflik geopolitik, termasuk perang Rusia-Ukraina, memperparah kondisi pangan dunia," kata pria yang akrab disapa Mas Dar itu.
Menurutnya, Indonesia sebagai negara dengan populasi besar, tidak bisa bergantung pada impor pangan. Kemandirian dalam sektor pertanian menjadi semakin vital untuk menghadapi ketidakpastian tersebut.
Wamentan juga menyampaikan, program cetak sawah akan diintegrasikan dengan program pertanian modern yang memanfaatkan teknologi, seperti penggunaan benih unggul, irigasi modern, dan mekanisasi pertanian.
"Ini bukan hanya tentang memperluas lahan, tetapi juga memastikan produktivitas pertanian bisa meningkat signifikan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat," ungkapnya.
Lebih lanjut, cetak sawah juga menjadi bagian dari strategi nasional untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan pangan.
Meski Indonesia telah swasembada beras beberapa tahun terakhir, lanjutnya, ancaman krisis pangan global mengingatkan betapa pentingnya meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri agar tetap dapat memenuhi kebutuhan di masa depan.
Pemerintah saat ini juga menargetkan, cetak sawah ini tentu akan menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian dan mendorong perekonomian desa.
"Cetak sawah bukan hanya upaya peningkatan ketahanan pangan, tetapi juga cara untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan di daerah pedesaan,” terang Sudaryono.
Dengan langkah strategis ini, tambahnya, Indonesia diharapkan mampu menjaga ketahanan pangan nasional sekaligus siap menghadapi perubahan dan ketidakpastian kondisi global yang semakin kompleks.

Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut intensifikasi lahan dan ekstensifikasi menjadi strategi untuk mempercepat target swasembada pangan. "Programnya ada dua, intensifikasi dan ekstensifikasi," ujar Amran di Jakarta, Selasa.
Amran menjelaskan, intensifikasi merupakan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) atau rata-rata waktu tanam dan panen dalam kurun waktu satu tahun di lahan yang sama. Cara-cara yang digunakan antara lain melalui pompanisasi dan optimalisasi lahan (oplah).
"IP-nya satu menjadi dua, dua menjadi tiga, atau satu menjadi tiga. Jadi, yang tadinya satu kali tanam, bisa tiga kali tanam, itu intensifikasi," ucapnya.
Untuk ekstensifikasi, lanjut Amran, salah satu caranya adalah dengan memperbanyak cetak sawah. Pemerintah telah menargetkan untuk bisa melakukan cetak sawah seluas 1 juta hektare dalam waktu satu tahun.
Program cetak sawah ini akan dilaksanakan di beberapa daerah seperti Merauke, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Aceh, Jambi dan daerah lainnya.
"Ekstensifikasi adalah kita cetak sawah 3 juta hektare, 1 juta hektare per tahun," kata Amran.
Strategi tersebut diharapkan Amran dapat mencapai target swasembada pangan dalam waktu empat tahun.
Diketahui sebelumnya, Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Kebijakan Pertanian Sam Herodian memastikan, program cetak sawah 3 juta hektare yang akan dikerjakan tahun 2025 mendapat dukungan penuh dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Cetak sawah, menurut Sam, merupakan langkah maju menuju Indonesia yang lebih kuat dari sisi ketahanan pangan. Program tersebut bahkan tidak hanya mampu menambah luas tanam namun juga mampu meningkatkan indeks pertanaman dari yang tadinya 1 kali menjadi 2 bahkan 3 kali dalam setahun.
Kegiatan cetak sawah, lanjut Sam, tidak dapat dibayangkan terjadi secepat kilat karena harus diproses secara bertahap mulai dari pembukaan, penanaman, pemupukan hingga pemanenan. Dukungan dari berbagai pihak, termasuk lintas kementerian, diperlukan dalam proses cetak sawah yang tidak bisa dilakukan seperti membalik telapak tangan.

Gandeng BIG
Sejauh ini, Kementan sudah mengajak Badan Informasi Geospasial (BIG) bersinergi mewujudkan program swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
"Data spasial sangat membantu dan menjadi bagian dari solusi petani seperti pupuk dan meningkatkan produktivitas pertanian terutama untuk mencapai swasembada pangan," kata Sudaryono.
Dia menyampaikan, BIG dapat berperan dengan terlibat dalam digitalisasi dan modernisasi pertanian, utamanya terkait data spasial. Menurut Wamentan, data spasial adalah bagian penting dari program yang saat ini sedang dijalankan.
Selain digitalisasi dan mekanisasi, data juga sangat dibutuhkan untuk pemantauan dan evaluasi terhadap berbagai program yang dijalankan oleh Kementan.
Menurutnya, data spasial sangat membantu para petani yang sedang berproduksi terutama dalam mendapatkan pupuk subsidi agar tepat sasaran.
"Ini program rencana kita untuk digitalisasi terutama untuk monitoring juga harus modern. Kan kalau bicara visi sudah jelas, misi juga sudah jelas, programnya sudah bagus dan yang penting monitoring semua program visi misinya. Karena kita ingin menjadi solusi bagi seluruh rakyat," ucap Wamentan.
Mengenai hal itu, Wamentan ingin Kementan dan BIG mencari solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi para petani. Karena itu, data dan juga hasil monitoring sangat diperlukan.
"Kita harus berbuat sesuatu yang bisa menjadi solusi dengan teknologi dan bisa memberi solusi yang tepat bagi banyak orang," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala BIG Muh Aris Marfai mengaku siap menjalankan berbagai arahan Wamentan, untuk merealisasikan swasembada pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya sebagai program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
"Dalam swasembada pangan itu tentu kita perlu memikirkan intensifikasi lahan pertanian di mana salah satunya mempunyai lahan pertanian yang baru. Di situlah data spasial dibutuhkan penting untuk mendapatkan potensi lahan pertanian," kata Aris.
Aris menambahkan, BIG sudah memperlihatkan analisis mengenai besarnya potensi yang dimiliki bangsa Indonesia khususnya pada lahan pertanian.
"Kami sudah memperlihatkan analisis spasial untuk membantu potensi sawah yang ada irigasinya atau bisa dijadikan sumber air. Di situ lagi-lagi data spasial kembali bermain," pungkasnya.