c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

21 Maret 2025

10:42 WIB

Genjot Kapasitas Produksi, Pupuk Indonesia Investasi Rp116 Triliun

Sebagian dari dana investasi itu akan digunakan untuk membuka kawasan industri pupuk baru, yaitu mega proyek di Fakfak, Papua Barat

<p>Genjot Kapasitas Produksi, Pupuk Indonesia Investasi Rp116 Triliun</p>
<p>Genjot Kapasitas Produksi, Pupuk Indonesia Investasi Rp116 Triliun</p>

Memasuki musim tanam, PT Pupuk Indonesia (Persero) menyalurkan pupuk bersubsidi sebanyak 6,6 juta ton kepada petani terdaftar di seluruh Indonesia. dok.PT Pupuk Indonesia (Persero).

JAKARTA - PT Pupuk Indonesia (Persero) bakal melakukan investasi sebesar Rp116 triliun untuk meningkatkan kapasitas produksi. Dana investasi tersebut akan digunakan untuk menyelesaikan megaproyek pembangunan Kawasan Industri Pupuk Fakfak di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

“Sebagian dari dana investasi itu akan kami gunakan untuk membuka kawasan industri pupuk baru, yaitu mega proyek kami di Fakfak, Papua Barat dan itu Insya Allah akan menambah kapasitas produksi kami,” kata Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi di Jakarta, Jumat (21/3).

Rahmad mengatakan, penambahan kapasitas produksi ini merupakan langkah penting untuk bisa memastikan ketersediaan pupuk yang amat dibutuhkan untuk mencapai swasembada pangan. Menurut dia, pencapaian swasembada pangan suatu negara berkaitan erat dengan kondisi industri pupuk di negara tersebut.

Indonesia, kata dia, merupakan salah satu contoh nyata sebuah negara yang pernah mencapai swasembada pangan karena fokus mengembangkan industri pupuknya. Rahmad bercerita Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pertama kali pada tahun 1984.

Pencapaian itu, kata dia, tak terlepas dari pembangunan industri pupuk yang pertama kali dimulai tahun 1959 di PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (Pusri) hingga pembangunan PT Pabrik Iskandar Muda (PIM) di Aceh pada 1982.

“Di tahun 1984, Indonesia itu mencapai swasembada beras dimulai dengan gerakan pembangunan industri pupuk tahun 1959 di Pusri. Sejak 1982 sampai sekarang belum ada pembangunan kawasan baru, padahal di tahun 2045, penduduk Indonesia akan tumbuh menjadi 324 juta jiwa, itu artinya kebutuhan beras nasional akan mencapai 37 ton atau naik 6 juta ton,” ujar Rahmad.

Dirinya menekankan peran pupuk dalam meningkatkan produktivitas pertanian sangatlah vital. Pupuk, lanjutnya, berkontribusi sekitar 62% terhadap produktivitas pertanian. Oleh karena itu, pencapaian swasembada pangan akan sangat sulit tercapai tanpa ketersediaan pupuk yang cukup.

"Jadi super signifikan. Oleh karena itu, kunci dari meningkatkan produktivitas pertanian itu, salah satu yang utama adalah memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pupuk," terangnya.

Selain memastikan kapasitas produksi, Rahmad mengatakan, Pupuk Indonesia juga mendukung swasembada pangan dengan memastikan keterjangkauan pupuk bagi petani.

Keterjangkauan pupuk, kata dia, salah satunya dilakukan dengan memastikan distribusi pupuk bersubsidi yang andal dan akuntabel. Untuk mencapai hal itu, Pupuk Indonesia telah melakukan digitalisasi kios melalui i-Pubers yang memudahkan penebusan dengan KTP, serta pengawasan secara real-time melalui command center untuk penyaluran tepat sasaran.

“Jadi kami sudah mengimplementasikan digitalisasi di seluruh kios yang mencapai 27 ribu lebih, dengan digitalisasi kami sudah bisa melihat setiap ‘butir’ pupuk yang dimuat di kapal, itu kita bisa lihat datanya, bisa kita lihat visualnya, kapalnya bergerak ada GPS-nya, kemudian masuk ke gudang-gudangnya ada CCTV-nya, dibawa oleh truk-truknya, ada GPS sampai ke kios,” kata dia.

Tata Kelola
Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, untuk memperbaiki tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi dan meningkatkan akses petani terhadap sarana penyubur tanaman tersebut.

Direktur Pupuk, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Jekvy Hendra mengatakan, Perpres yang ditandatangani Presiden Prabowo pada 30 Januari 2025 lebih menyederhanakan aturan terkait pupuk yang selama ini cukup banyak yakni 41 UU, 23 Peraturan Pemerintah, 6 Peraturan Presiden dan Instruksi Presiden serta Keputusan Kementerian/Lembaga yang jumlahnya mencapai 74 regulasi.

“Dengan adanya penggabungan berbagai aturan yang ada, sehingga lahir Peraturan Presiden. Ini yang ditunggu masyarakat dalam perbaikan tata kelola dan pemangkasan regulasi pupuk bersubsidi,” kata Jekvy.

Terbitnya Perpres Tata Kelola Pupuk, lanjutnya, merupakan bentuk tanggung jawab dan pelayanan pemerintah kepada petani, serta komitmen jangka panjang pasokan bahan baku gas untuk produsen pupuk. 

Menurut dia, ada beberapa hal penting yang berubah dengan terbitnya Perpres No. 6 Tahun 2025 di antaranya sasaran jika sebelumnya mengacu prinsip 6 Tepat yakni Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat Tempat, Tepat Harga, Tepat jenis dan Tepat Mutu, maka kini menjadi 7T ditambah dengan Tepat Penerima.

Untuk penerima yang sebelumnya hanya sektor pertanian yakni petani dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) yang tergabung dalam Poktan, kini pembudi daya ikan yang tergabung dalam Poktan juga berhak menerima pupuk subsidi. Komoditas tanaman yang mendapatkan pupuk subsidi yang awalnya 9, sekarang ada 10 komoditas dengan penambahan ubi kayu. Jenis pupuk juga ditambah ZA dan SP36, sebelumnya hanya Urea, NPK dan Pupuk organik.

Tahapan penyaluran kini juga lebih pendek. Jika dulu dari BUMN Pupuk, kemudian ke distributor, lalu pengecer, setelah itu baru ke Poktan/Petani. Kini dari BUMN Pupuk langsung ke pelaku distribusi yang selanjutnya ke titik serah dalam hal ini pengecer, Gapoktan, Pokdakan atau Koperasi, kemudian ke petani.

“Pemberian pupuk bersubsidi untuk petani padi, jika sebelumnya hanya petani yang lahannya di bawah 2 ha, sekarang dapat diberikan kepada petani padi dengan luas lahan di atas 2 ha. Ini untuk mendukung swasembada pangan,” tuturnya saat Sosialisasi Tata Kelola Pupuk Subsidi.

Sementara itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, Otong Wiranta menyambut baik kehadiran Perpres Tata Kelola Pupuk Bersubsidi tersebut apalagi selama ini, petani menginginkan penyaluran pupuk lebih sederhana.

“Selama ini rantai birokrasi penyaluran pupuk dari hulu hingga hilie diduga menjadi kendala tersendiri, sehingga perlu kebijakan khusus untuk mempermudah petani memperoleh pupuk,” katanya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar