23 Desember 2021
08:00 WIB
JAKARTA – Setelah meresmikan Kabupaten Klungkung menjadi Desa Devisa ke-26 pada tanggal 6 November 2021 lalu, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank terus mendorong peningkatan kapasitas pelaku UMKM memasuki pasar global. Kali ini, LPEI menggandeng Chef Ragil dari Nusa Gastromy Foundation dalam pelatihan untuk petani garam dan anggota Koperasi LEPP Mina Segara Dana, di Desa Kusamba, Kabupaten Klungkung, Bali.
Kepala Divisi Jasa Konsultasi LPEI, R Gerald Setiawan Grisanto menuturkan, pendampingan melalui Program Desa Devisa ini bertujuan mendorong koperasi dan para petani garam di Desa Kusamba menjadi eksportir, melalui serangkaian pendampingan berdasarkan kebutuhan koperasi dan petani.
“Program ini membantu mempersiapkan calon eksportir untuk memenuhi permintaan pasar global sesuai standar produk ekspor, sekaligus meningkatkan kapasitas dari sisi manajemen ekspor maupun teknik produksi,” ujar Gerald dalam keterangannya, Rabu (22/12)
Berkolaborasi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Klungkung, pelatihan ini juga dihadiri oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Bali dan Nusa Tenggara Kementerian Keuangan RI. Kemudian Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Klungkung, Ketua dan pengurus Koperasi LEPP Mina Segara.
Gerald menjelaskan, bentuk program yang akan diberikan kepada petani dan anggota koperasi di Desa Devisa Garam Kusamba, antara lain pelatihan produksi Bali sea salt rub, aspek branding dan digitalisasi. Termasuk mengikuti pameran dagang, business matching dan juga pendampingan pengurusan sertifikasi produk.
“Dengan mengikuti program ini, koperasi dan para petani dapat menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan membantu meningkatkan perekonomian setempat,” ucapnya.
Gerald bilang, LPEI sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan Republik Indonesia sesuai mandatnya melakukan percepatan peningkatan ekspor nasional, telah berhasil membangun potensi kawasan menjadi penghasil devisa melalui Program Desa Devisa.
Program ini dimulai sejak tahun 2019 berawal dari Kluster Desa Devisa Kakao di Bali. Kabupaten Jembrana menjadi Desa Devisa pertama dengan komoditas unggulan berupa biji kakao yang difermentasi selanjutnya ada Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Yogyakarta dengan produk kerajinannya yang unik dan ramah lingkungan. Saat ini kedua desa devisa telah mampu melakukan ekspor secara berkelanjutan ke negara-negara Eropa.
Selama tahun 2021 hingga bulan November LPEI atau Indonesia Eximbank telah meluncurkan program Desa Devisa di Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali, yaitu Desa Devisa Kopi Subang, Desa Devisa Agrowisata Ijen Banyuwangi, Desa Devisa Tenun Gresik, Desa Devisa Garam Kusamba dan Desa Devisa Rumput Laut Sidoarjo. Total penerima manfaat dari program ini telah mencapai 2.894 orang petani/penenun/pengrajin dan ke depannya akan terus bertambah.
Menurutnya, peluang terbuka lebar bagi komoditas dan produk Indonesia bersaing di pasar global melalui Program Desa Devisa. Dengan begitu, mampu meningkatkan perekonomian kawasan, kesejahteraan bagi petani/pelaku usaha dan juga kesetaraan gender.
“Semboyan #LokalyangMendunia melalui Program Desa Devisa dapat menjadikan produk Indonesia dan kegiatan ekspornya semakin kokoh menjangkau dunia,” tandasnya.
Menekan Impor
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, perlu adanya pembinaan petani garam di daerah-daerah untuk memaksimalkan produksi garam rakyat secara optimal. Dengan begitu, mampu menekan kebutuhan impor komoditas garam.
“Saya mohon ada pembinaan kepada para petani garam agar dimasukkan dalam perpres atau neraca komoditas, karena produksi petani garam kita ini memang kurang bagus,” kata Moeldoko saat menghadiri rapat koordinasi secara virtual mengenai Pengaturan Importasi Garam bersama dengan jajaran kementerian terkait beberapa waktu lalu.
Moeldoko menuturkan, ada situasi dimana para petani garam lokal mengabaikan kualitas garam, dengan memanen produk garam mereka lebih cepat dari waktu panen yang dianjurkan.
Alasan para petani untuk memanen lebih cepat tidak lain adalah masalah kebutuhan ekonomi. Padahal, kata dia, memanen garam lebih cepat dari waktunya akan membuat garam berkualitas buruk.
Mengingat persentase realisasi penyerapan garam rakyat oleh industri pengelola masih sebesar 45,01%, maka pemerintah pun mengusulkan agar importasi garam, khususnya jenis aneka pangan, tidak dilakukan saat panen raya.
Untuk mendukung produksi garam rakyat, pemerintah pun menargetkan adanya serapan garam rakyat dalam industri sebesar 1,5 juta ton per tahun 2021. Menurut data dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton per tahunnya.
Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan bahwa kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Untuk kebutuhan garam industri diperlukan sebanyak kurang lebih 3.6 juta ton.
Sementara itu, jumlah produksi garam rakyat secara nasional hanya mencapai 1,5 juta ton. Oleh karenanya, saat ini produksi garam rakyat lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja.