c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

04 Juli 2024

21:00 WIB

Gempor Industri Tekstil Digempur Impor

Produk impor membuat permintaan produksi dalam negeri turun. Ancaman gelombang PHK kian nyata.

Penulis: Yoseph Krishna, Fitriana Monica Sari, Nuzulia Nur Rahma, Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Gempor Industri Tekstil Digempur Impor</p>
<p id="isPasted">Gempor Industri Tekstil Digempur Impor</p>

Pengunjung memilih pakaian bekas impor untuk dibeli di Pasar Senen, Jakarta. ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional masih terus menghantui. Jumlahnya kian bertambah di sepanjang tahun 2024 ini. 

Melansir satudata.kemnaker.go.id, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat terdapat 27.222 buruh yang sudah di-PHK dalam kurun Januari hingga Mei 2024. Jumlah PHK secara berturut-turut adalah Januari 3.332 pekerja, Februari 7.694 pekerja, Maret 12.395 pekerja, April 18.829 pekerja, dan Mei 27.222 pekerja. 

Kendati demikian, angka tersebut tidak cocok jika dibandingkan dengan data Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Partai Buruh. Data serikat buruh bahkan menunjukkan angka yang jauh lebih besar. Angkanya hampir lima kali lipatnya. Tercatat, ada 127 ribu buruh sudah ter-PHK di industri tekstil. 

Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengamini ancaman ini. Dicatat pada periode Januari hingga Juli 2024 ini, sudah ada 30 perusahaan yang tutup dan sebanyak 18 ribu karyawan di-PHK. 

Gelombang PHK massal dari industri TPT di Indonesia ini semakin panas ketika ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menggelar aksi unjuk rasa di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (3/7). 

Mereka menilai PHK dipicu oleh penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag tersebut menggantikan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Melalui beleid tersebut, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan menghapus salah satu persyaratan persetujuan impor, yakni pertimbangan teknis (pertek). Akibatnya, produk tekstil asing membanjiri pasar domestik, sehingga membuat persaingan langsung dengan produk lokal. 

Oleh karena itu, mereka kompak menuntut perusahaan menyetop PHK buruh tekstil serta mencabut Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Kemudian, melindungi industri dalam negeri, khususnya industri tekstil, kurir dan logistik, serta baja. 

Mereka juga meminta peraturan Dirjen Perhubungan Darat yang membolehkan aplikator atau platform online asing membuka usaha jasa kurir dan logistik dibatalkan, setop persaingan tidak sehat usaha jasa kurir dan logistik asing yang dimiliki platform asing, dan menghindari ancaman PHK puluhan ribu buruh di industri kurir dan logistik, dan lainnya. 

Selain menyebabkan gelombang PHK, kebijakan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor ternyata juga berdampak pada capaian target yang dipatok Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Hal itu diamini Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKMA) Reni Yanita. 

"Kalau dari kita tadinya dari sisi supply and demand sudah terjaga, tapi kemudian dihajar oleh Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Pasti itu dari sisi supply and demand-nya jadi nggak terjaga," ungkap Reni saat ditemui Validnews di Jakarta, Rabu (3/7). 

Di persepsinya, peta jalan industri TPT sebenarnya dari hulu hingga hilir sudah bagus. Akan tetapi, dengan adanya kebijakan Permendag No.8/2024 yang menghapus pertimbangan teknis (pertek) untuk pakaian jadi, tentunya lambat laun akan menggerus permintaan terhadap kain. 

Lantaran, banyak orang akan lebih memilih impor pakaian jadi daripada kain. Ketika itu terjadi, maka industri yang sudah dibangun dengan roadmap bagus, jadi tidak laku. Padahal, Kemenperin tengah mengembangkan serat alam dari Indonesia untuk menjadi kain. 

"Dari sisi kita harus punya hulu yang kuat untuk menunjang intermediate-nya, dari serat ke kain dan kain ke produk jadi. Lalu dari pembagian HS code-nya bagus, tarif juga bagus," imbuhnya. 

Berlomba dengan Target
Di sisi lain, lewat keterangan resmi, Selasa (15/4) Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kementerian Perindustrian Adie Rochmanto Pandiangan menyampaikan, Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki serta Industri Tekstil dan Pakaian tumbuh positif pada kuartal I/2024. Berdasarkan data BPS, pertumbuhan kedua subsektor mencapai 5,90% (yoy) dan 2,64% (yoy) pada periode tersebut. 

Peningkatan performa ini juga turut mengerek kontribusi industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar 19,28% (yoy), atau naik dari periode yang sama pada 2023 yang mencapai 18,57% (yoy). 

“Hal ini menyiratkan bahwa industri pengolahan masih menjadi mesin penggerak utama perekonomian Indonesia,” ujar Adie bangga. 

Pertumbuhan positif Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Alas Kaki disebabkan oleh permintaan luar negeri dan domestik yang masih kuat. Pada kuartal I/2024, permintaan luar negeri untuk produk tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki mengalami peningkatan volume, yaitu sebesar 7,34% (yoy) untuk produk tekstil, 3,08% (yoy) untuk pakaian jadi, dan sebesar 12,56% (yoy) untuk alas kaki. 

Selain pesanan ekspor, stabilitas konsumsi rumah tangga domestik juga membantu mendorong pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi, serta Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki, seiring dengan pelaksanaan Pemilu 2024, hari libur nasional, cuti bersama, serta momen Lebaran. 

Sayangnya, Reni dan Adie enggan merinci berapa target yang ditetapkan Kemenperin. 

Sebelumnya, dalam Matriks Rencana Strategis Dit ITKAK Tahun 2020-2024 versi Penyesuaian Pandemi Covid-19 yang disusun pada 2020, pemerintah sendiri telah memasang target pertumbuhan untuk industri TPT. 

Disebutkan target pertumbuhan PDB industri tekstil, kulit, dan alas kaki pada 2024 adalah 6,82%. Kemudian, kontribusi PDB industri tekstil, kulit, dan alas kaki terhadap PDB nasional 1,44%. 

Lalu, jumlah tenaga kerja di sektor industri tekstil, kulit, dan alas kaki 5,57 juta orang; nilai ekspor produk industri tekstil, kulit, dan alas kaki US$25,65 miliar; nilai realisasi investasi industri tekstil, kulit, dan alas kaki ditargetkan dapat mencapai Rp20,67 triliun pada 2024. 

Selanjutnya, produktivitas tenaga kerja sektor industri tekstil, kulit, dan alas kaki Rp39,55 juta/orang/tahun. Serta, rasio impor bahan baku industri tekstil, kulit, dan alas kaki terhadap PDB sektor industri nonmigas 4,20%. 

Kondisi yang Terburuk 
Lepas dari klaim Kemenperin, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memproyeksikan kemungkinan terburuk PHK massal masih akan terus terjadi sampai dua tahun ke depan. 

"Gelombang PHK massal diperkirakan masih akan terus terjadi sampai dua tahun ke depan kalau tidak ada perbaikan signifikan dari sisi kebijakan pemerintah yang berpihak pada industri domestik," tegas Bhima kepada Validnews, Senin (1/7). 

Senada, kepada Validnews, Selasa (2/7), Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) David Leonardi menegaskan industri tekstil nasional akan terus runtuh apabila kebijakan/peraturan yang dibuat tidak pro terhadap kebijakan/peraturan yang bersifat proteksionis. 

"Kondisi industri TPT saat ini terjadi karena minimnya pesanan (order). Apabila terdapat kebijakan/peraturan yang sifatnya proteksionis, maka pesanan akan meningkat dan kegiatan produksi akan kembali berjalan," tutur David. 

Dia menambahkan, apabila terdapat kebijakan/peraturan tersebut, maka pesanan akan meningkat. Dampaknya, aktivitas produksi kembali berjalan dan PHK akan berbalik menjadi daya serap. 

David bahkan menyebut, kondisi pada 2023-2024 merupakan kondisi yang terburuk untuk sektor tekstil dalam negeri dalam beberapa waktu ini. Pasalnya, ketika masa pandemi covid-19, pabrik masih dapat beroperasi. Jadi, walaupun tenaga kerja ada yang dirumahkan, pabrik masih tetap beroperasi karena pasar untuk berjualan masih ada. Sedangkan dalam kondisi ini, pasar dalam negeri Indonesia tidak ada. 

"Dengan sulitnya melacak produk impor karena dapat masuk melalui berbagai jalur dan tidak jelas apakah produk tersebut memang sudah memenuhi persyaratan atau tidak, ketahanan industri TPT tidak terjaga, sehingga satu per satu industri TPT runtuh," jelas David. 

Akibatnya, mesin yang dimiliki oleh pabrik saat ini tidak berjalan seluruhnya. Hampir setengahnya tidak berproduksi lagi jika berkaca pada rata-rata utilisasi industri TPT saat ini yang berada di bawah 50%. Adapun, rata-rata idle capacity saat ini berada di kisaran 40-60%. 

Sejalan dengan kapasitas dan utilitas yang menurun, investasi, penyerapan dan total produksi juga ikut menurun. 

Volume ekspor memang terlihat mengalami kenaikan sebesar 56,76 ribu ton pada kuartal I/2024 dibandingkan kuartal IV/2023, dari 442,97 ribu ton menjadi 499,73 ribu ton. 

Namun, volume impor dari kuartal II/2023 hingga kuartal I/2024 lebih besar dibandingkan volume ekspor, sehingga neraca perdagangan TPT Indonesia tercatat negatif. 

Volume impor TPT pada kuartal III/2024 tercatat sebesar 512,31 ribu ton, lantas menurun sebesar 1,66 ribu ton menjadi 510,65 ribu ton pada kuartal I/2024. Walaupun mengalami penurunan, impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor menyebabkan neraca perdagangan yang negatif. 

Penurunan volume ekspor tercatat sebesar 5,73%. Walaupun volume impor dari tahun 2022-2023 tercatat menurun sebesar 9,08%, neraca perdagangan tercatat turun juga sebesar 40,79%. Jumlah impor yang lebih besar mengakibatkan minus neraca perdagangan pada tahun 2023 sebesar 121,11 ribu ton. 

Bhima dan David satu suara menyebut banjir impor menjadi biang kerok industri TPT berguguran. Pada 2022-2023, walaupun sudah ada hambatan tarif yang digunakan oleh Indonesia, jumlah impor yang masuk ke pasar Indonesia masih lebih besar dibandingkan produk yang Indonesia ekspor. 

Dengan demikian, disinyalir pada kuartal II/2024, neraca perdagangan akan tetap negatif karena impor yang tinggi. 

Sejumlah Tantangan 
Memang, secara keseluruhan selama lima tahun terakhir, yakni periode 2018-2023, value neraca perdagangan TPT Indonesia tercatat positif. Namun, besaran neraca perdagangan menyusut.

Pada 2023, neraca perdagangan TPT Indonesia tercatat sebesar US$3,29 miliar. Namun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, nilainya turun sebesar 11,34% dari neraca perdagangan pada tahun 2022 sebesar US$3,71 miliar. 

Meski, value impor turun sebesar 17,63% dari tahun 2022 sebesar US$10,13 miliar menjadi US$8,34 miliar pada tahun 2023. 

"Hal itu dikarenakan adanya penurunan nilai ekspor sebesar 15,94% dari tahun 2022 sebesar US$13,83 miliar menjadi US$11,63 miliar pada tahun 2023," jelas David. 

Tercatat, pada kuartal I/2024, neraca perdagangan industri TPT sebesar US$881,06 juta. Ekspor tercatat sebesar US$2,94 miliar dan impor sebesar US$2,06 miliar. 

Banjir impor, baik jalur legal maupun jalur tikus atau jalur gelap, membuat industri manufaktur terdesak. Barang-barang yang dijual secara impor baik di ritel maupun pasar online (e-commerce) memiliki harga yang sangat murah, khususnya yang datang dari China. 

Alhasil, merugikan pelaku usaha domestik dan membuat insentif menjadi importir dan reseller lebih besar dibanding jadi produsen industri pengolahan. 

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta kepada Validnews, Selasa (2/7) menjelaskan, barang-barang murah dari China membanjiri Indonesia sejak akhir tahun 2022. 

Hal tersebut akhirnya membuat perusahaan sepanjang 2023 terpaksa menjual di bawah harga produksi (HPP) agar dapat bersaing. Akibatnya, cash flow tergerus dan berujung pada pembelian bahan baku yang juga berkurang. 

Demi tetap bisa produksi, lanjut Redma, perusahaan mau tidak mau akan melakukan PHK karyawan. Nantinya, ketika produksi terus turun dan cash flow habis, pabrik juga dapat berisiko gulung tikar. 

"Udah enggak kuat lagi dia jual barangnya di bawah harga produksi karena dia jadi sudah tidak bisa beli bahan lagi karena pendapatannya turun. Mau tidak mau dia setop. Jadi, utamanya karena barang barang impor ini, terutama yang ilegal," jelas Redma. 

Bersamaan dengan hal tersebut, kondisi ekonomi global saat ini sedang tidak baik. Padahal, kondisi makroekonomi juga mempengaruhi. Mulai dari suku bunga tinggi, daya beli masyarakat khususnya kelas menengah yang rendah, nilai tukar rupiah yang melemah yang membuat biaya bahan baku yang sebagian besar masih impor menjadi sangat mahal. 

Bhima menambahkan, daya saing di industri manufaktur terus mengalami penurunan. Bahkan, sering kali dijumpai relokasi pabrik brand-brand pakaian jadi global ke Vietnam, Bangladesh, dan Ethiopia karena melihat berbisnis di Indonesia biayanya relatif mahal. Kemudian, infrastruktur dan biaya logistik Indonesia juga disebutnya masih menjadi masalah. 

Keberpihakan pemerintah terhadap industri manufaktur ini juga masih diragukan karena belum ada konsistensi dan cenderung loncat-loncat. 

Jika dibiarkan, predatory pricing tak hanya berimbas pada industri tekstil, tapi juga akan mematikan UMKM. Hal ini dikarenakan UMKM memiliki akses pasar yang jauh lebih mudah dan dekat dibandingkan dengan industri besar dan sedang. 

Dengan kondisi saat ini, UMKM Indonesia berada dalam posisi head-to-head dengan produk impor yang masuk. Produk impor yang murah akan menghantam secara langsung UMKM, sehingga usaha cilik yang memiliki daya saing yang lemah akan tutup dan tidak berproduksi.  

Oleh karena itu, harus ada regulasi tanpa relaksasi yang mengatur jalur impor yang masuk dan menjaga pasar dalam negeri agar industri TPT dalam negeri dapat bertahan.   

Upaya Menerjang Badai Impor 
Berdasarkan rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juni 2024 dengan poin 52,50 tidak mengalami peningkatan secara bulanan, bahkan subsektor tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami kontraksi di bawah angka 50. 

Menanggapi tekstil industri yang masih terkontraksi, Kemenperin mengusahakan hambatan impor trade remedies berupa pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), serta Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) segera diberlakukan guna menjaga ekosistem industri dalam negeri. 

Reni menyampaikan pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan Kementerian Keuangan. Kebijakan BMTP ditaksir bisa selesai dalam waktu cepat, yakni 14 hari atau 21 hari. 

"Pemerintah tengah menggagas untuk menghidupkan kembali BMTP. Sudah ada timnya kemarin, minggu lalu sudah diundang oleh tim dari Kementerian Keuangan," jelas Reni. 

Selain menghidupkan kembali BMTP, Kemenperin juga berencana untuk menyiapkan petisioner untuk melanjutkan safeguard pakaian yang bakal kadaluarsa pada November 2024 mendatang. 

Sementara itu, API menegaskan bahwa industri harus bersinergi dan bekerja sama dengan pemerintah untuk mendapatkan/menghasilkan kebijakan yang adil untuk semua. 

"Tidak semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah menghasilkan hal yang buruk. Kebijakan/peraturan yang buruk diterbitkan akibat dari minimnya usulan kepada pihak pemerintah. Maka, perlu adanya sinergi antara Kementerian/Lembaga terkait dan industri/asosiasi untuk menciptakan peraturan yang sesuai dengan kondisi lapangan saat ini," terang dia. 

Saat ini, API bersama asosiasi dan kelompok pengusaha lainnya, terutama dari IKM, sedang berusaha dan bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk menciptakan kebijakan dan peraturan yang sifatnya melindungi pasar dalam negeri. 

API turut memberikan masukan kepada Kementerian/lembaga terkait untuk dapat mengembalikan pertek pakaian jadi. Hal ini untuk memperkuat non-tarif barriers yang dimiliki Indonesia dan juga melindungi produk pakaian jadi Indonesia. 

Dengan adanya Pertek ini, perlindungan pasar dalam negeri Indonesia diharapkan akan semakin kuat dan meningkatkan pesanan untuk industri TPT Indonesia. 

Sementara itu, Redma menyarankan agar adanya political will. Utamanya adalah menyelesaikan masalah bea cukai dari mafia impor. 

Selain berbagai kebijakan yang diusulkan, Bhima meminta agar produsen juga bisa diberikan insentif demi menggenjot produksi. 

Beberapa insentif tersebut, di antaranya diskon tarif listrik 40-50% pada jam beban puncak, bea masuk bahan baku rendah, mendorong ritel fesyen memperbesar porsi penjualan pakaian jadi dari hasil produksi pabrik domestik. Misalnya, gerai Uniqlo didorong bisa menyediakan 90% barang dijual made in Indonesia. Juga, subsidi bunga untuk industri pakaian jadi padat karya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar