c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

10 September 2021

16:46 WIB

Gappri Minta Pemerintah Tak Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan

Dalam tiga tahun terakhir telah terjadi akselerasi downtrading, di mana perokok dewasa beralih ke produk dengan cukai dan harga lebih murah.

Editor: Fin Harini

Gappri Minta Pemerintah Tak Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan
Gappri Minta Pemerintah Tak Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan
Pedagang menunjukkan bungkus rokok bercukai di Jakarta, Kamis (10/12/2020). ANTARAFOTO/Aprillio Akbar

JAKARTA - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia atau Gappri meminta pemerintah untuk memberikan relaksasi kepada industri hasil tembakau (IHT) dengan tidak menaikkan cukai pada 2022. IHT memerlukan waktu setidaknya 3 tahun untuk memulihkan diri dari kenaikan cukai sebelumnya.

Ketua Umum Gappri Henry Najoan mengatakan kenaikan cukai pada tahun 2020 dan 2021 memberikan dampak signifikan terhadap IHT, sehingga produksi rokok legal menurun hingga sebesar 60 miliar batang.

"Tarif cukai yang naik secara eksesif membuat pelaku IHT sulit untuk mempertahankan produksinya. Kondisi ini ditambah lagi dengan adanya pandemi covid-19, yang memaksa pelaku IHT untuk melakukan sejumlah efisiensi," katanya di Jakarta, Jumat (10/9), dilansir dari Antara.

Bila Pemerintah kembali menaikkan tarif cukai secara eksesif tahun depan, lanjutnya, dikhawatirkan pelaku IHT tidak mampu bertahan. Sebagai dampaknya, mata pencaharian hampir 6 juta tenaga kerja dalam mata rantai IHT terancam.

"IHT bukan hanya industri yang padat karya namun juga padat aturan. GAPPRI berharap nanti ada omnibus law khusus untuk IHT," katanya.

Henry juga berharap akan ada peta jalan IHT yang berkeadilan yang tidak hanya memberikan kepastian hukum, tapi juga memberikan exit strategy bagi IHT.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) Mindaugas Trumpaitis menilai penetapan kebijakan cukai pada 2022 akan sangat krusial bagi keberlangsungan usaha dan penyerapan tenaga kerja di IHT. Ia menyebutkan, IHT yang mewakili sekitar 4% dari total penyerapan tenaga kerja nasional.

"Kinerja IHT di tahun 2021, setelah mengalami penurunan hampir 10% pada tahun 2020, masih sangat dipengaruhi oleh dampak negatif pandemi covid-19. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kembali secara hati-hati rencana kenaikan tarif cukai 2022 untuk mendukung pemulihan IHT dari krisis sehingga turut berperan dalam pemulihan ekonomi nasional serta penyerapan tenaga kerja," ujar Mindaugas.

Demi memastikan kesinambungan segmen SKT yang padat karya, Mindaugas berharap pemerintah tidak menaikkan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) segmen tersebut pada 2022. Kebijakan tersebut diharapkan mampu mendorong daya saing SKT terhadap rokok mesin.

Selain padat karya, segmen SKT juga didominasi tenaga kerja perempuan yang sangat rentan ketika industri tertekan. Oleh karenanya, kebijakan perlindungan segmen SKT sangat penting untuk dipertahankan tahun depan.

"Sampoerna sangat mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai SKT pada 2021. Hal ini membuat Sampoerna mampu menambah kapasitas produksi SKT melalui mitra produksi sigaret kami dengan menyerap lebih dari 6.000 orang tenaga kerja tambahan," ujar Mindaugas.

Di saat yang bersamaan, Mindaugas menambahkan rencana kenaikan target penerimaan negara dari cukai sebesar 11,9% tahun depan, merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional. Namun, ia menilai rencana itu perlu dilengkapi oleh arah kebijakan yang tidak hanya membebankan cukai kepada IHT.

"Selain itu, pemerintah perlu melanjutkan reformasi kebijakan struktur cukai untuk meningkatkan produktivitas dari kenaikan pajak yang mengalami penurunan signifikan dibandingkan beberapa tahun belakangan, terutama untuk cukai rokok buatan mesin," kata Mindaugas.

Dalam tiga tahun terakhir telah terjadi akselerasi downtrading, di mana perokok dewasa beralih ke produk dengan cukai dan harga lebih murah. Hal itu menyebabkan kinerja pangsa pasar Sampoerna pada semester I 2021 mengalami penurunan sebesar 1,3% basis poin menjadi 28%. Namun demikian, Sampoerna A, produk utama perusahaan, serta portofolio SKT mencatatkan kenaikan pangsa pasar sebesar 0,5% menjadi 12,5% dan 0,3% menjadi 7% pada semester I 2021.

Akselerasi downtrading didorong oleh selisih tarif cukai rokok mesin Golongan 1 dan Golongan 2 yang semakin membesar, hingga mencapai sekitar 40% terhadap tarif cukai terendah pada Golongan 2. Kondisi itu menyebabkan penurunan penjualan di pabrikan Golongan 1 yang membayar tarif cukai tertinggi, sehingga secara otomatis mengakibatkan penerimaan negara dari cukai menjadi tidak optimal.

"Pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan cukai dan mengatasi akselerasi tren downtrading pada rokok mesin antara lain dengan cara memperkecil selisih tarif cukai rokok mesin Golongan 1 dan Golongan 2, serta melanjutkan rencana penggabungan batasan produksi untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) seperti awalnya akan diterapkan pada tahun 2019," ujar Mindaugas.

Mindaugas lebih lanjut menyatakan kenaikan cukai yang moderat pada 2022 akan mendukung keberlanjutan industri dan memberikan ruang untuk pulih dari dampak pandemi covid-19. Pemerintah juga perlu mewaspadai bahwa kenaikan cukai yang berlebihan pada situasi ekonomi saat ini dapat memicu peningkatan permintaan dan kehadiran rokok ilegal.

"Sampoerna berharap pada tahun 2022, pemerintah mengembalikan peta jalan kebijakan cukai tahun jamak atau multi years sehingga dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih dapat diprediksi dan membantu menarik lebih banyak investasi," kata Mindaugas.

Peta Jalan
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintemgar) Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo menyampaikan usulannya untuk tidak menaikkan cukai rokok, karena ekonomi IHT masih belum pulih, dan jika cukai tetap dinaikkan, rokok ilegal akan semakin meningkat peredarannya.

"Kami juga mendorong kesejahteraan petani ditingkatkan melalui DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) dan terus mendorong pembatasan importasi tembakau dan kemitraan komunitas petani agar petani tembakau kita semakin sejahtera,” ungkap Edy.

Menurutnya, belum waktunya melakukan revisi PP 109 Tahun 2012, selain itu sistem 10 layer yang diterapkan merupakan sistem yang paling adil.

Senada dengan itu Asisten Deputi Pengembangan Industri, Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Atong Soekirman menilai regulasi yang mengatur IHT saat ini telah sukses, dan tidak ada urgensi untuk melakukan revisi PP 109 Tahun 2012.

Atong mengungkapkan Kemenko Perekonomian saat ini sedang menyusun peta jalan IHT yang komprehensif. Beberapa pihak telah diundang untuk berdiskusi tentang peta jalan ini, dan beberapa waktu ke depan Kemenko Perekonomian akan mengundang Kementerian Keuangan serta Kementerian Kesehatan.

"Penyusunan roadmap yang sedang dijalankan oleh Kemenko Ekonomi adalah untuk mencari titik keseimbangan antara kepentingan semua pihak," katanya.

Menurutnya, angka kenaikan cukai yang ideal adalah 3-8%, sebab jika lebih dari itu, peredaran rokok ilegal pasti akan meningkat.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar