10 November 2022
14:39 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA) atau Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia melakukan penandatanganan nota kesepahaman dalam rangka pengembangan perdagangan karbon di Indonesia. Seremoni penandatanganan tersebut dilakukan di Main Hall BEI pada Kamis (10/11).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy mengatakan, sebagai pihak yang berpotensi menyelenggarakan bursa karbon di Indonesia, BEI berupaya mendapatkan masukan serta dukungan dari berbagai pihak untuk menciptakan infrastruktur bursa karbon yang selaras dengan mandat pemerintah dan juga sesuai kebutuhan dari seluruh pelaku pasar.
Sementara itu, IDCTA sebagai asosiasi yang menjadi wadah bagi para praktisi, pengusaha, pengembang, investor, pedagang, maupun berbagai pihak dengan kepedulian besar terhadap perdagangan karbon Indonesia, bermaksud untuk memberikan masukan kepada BEI terkait pengembangan perdagangan karbon.
Oleh karena itu, BEI berkolaborasi dengan IDCTA untuk dapat meningkatkan pengetahuan terkait perdagangan karbon melalui diskusi dan edukasi, baik yang dilakukan oleh masing-masing pihak, maupun melibatkan pihak ketiga
"Kami menyambut baik dukungan IDCTA untuk menciptakan ekosistem perdagangan karbon yang sesuai dengan kebutuhan industri," ucap Irvan saat penandatanganan Nota Kesepahaman di BEI, Kamis (10/11).
Baca Juga: Indonesia Terima Pembayaran Pertama Pengurangan Emisi
Adapun, bentuk potensi kerja sama perdagangan karbon yang dapat dilakukan adalah mengadakan diskusi serta knowledge sharing bersama sekaligus dengan pihak ketiga dalam rangka pengembangan perdagangan karbon.
Kemudian, lanjut dia, memperkenalkan dan melakukan evaluasi bersama berbagai solusi dalam rangka penyelenggaraan perdagangan karbon, menyelenggarakan kegiatan edukasi kepada stakeholders terkait, atau bentuk kerja sama lainnya dalam lingkup pengembangan perdagangan karbon.
Sementara itu, menanggapi kerja sama ini, Ketua Umum IDCTA, Riza Suarga menyampaikan bahwa BEI adalah bursa kebanggaan bangsa Indonesia yang telah proven menjadi bursa efek terbesar di kawasan.
Dengan begitu, menurutnya, sangat tepat apabila BEI menjalankan peran yang signifikan dalam penyelenggaraan ekosistem perdagangan karbon.
"Kredit karbon Indonesia akan menjadi sangat berharga dan terpercaya. Hal tersebut merupakan kehormatan bagi IDCTA untuk terus mendukung suksesnya amanah ini," pungkas Riza Suarga.
OJK Siapkan Infrastruktur Perdagangan Karbon
Sebelumnya, dikutip dari Antara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan infrastruktur perdagangan karbon melalui bursa karbon seiring dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.
Dalam beleid tersebut, tepatnya pada pasal 27, disebutkan bahwa bursa karbon merupakan bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan mengenai perdagangan karbon dan/atau catatan kepemilikan unit karbon.
"Untuk itu, OJK telah menyiapkan infrastruktur pengaturannya yang terkait dengan kelembagaan dan operasional penyelenggaraan bursa karbon dan di dalamnya akan ditetapkan instrumen unit karbon sebagai efek yang dapat diperdagangkan di bursa karbon," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (3/11).
Baca Juga: OJK Terbitkan 8 Regulasi Pasar Modal
Dalam Permen LHK No 21 tersebut, disebutkan pengembangan infrastruktur perdagangan karbon melalui bursa karbon dilakukan dengan pengembangan infrastruktur perdagangan karbon, pengaturan pemanfaatan penerimaan negara dari perdagangan karbon, dan/atau administrasi transaksi karbon.
"Tentunya kajian masih kita lakukan, kajian terhadap spesifikasi bisnis oleh OJK dan SRO. Dan benchmark kita lakukan benchmarking dengan Eropa, yaitu EU Emissions Trading System (EU ETS) dan dengan Korea (South Korea's Emissions Trading Scheme (KETS). Untuk pengawasan perdagangan bursa karbon di pasar modal, akan dilakukan oleh OJK berkoordinasi dengan KLH," ujar Inarno.
Indonesia saat ini mulai melangkah untuk menggunakan inisiatif pasar karbon sebagai alternatif pembiayaan bagi sektor riil. Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin pasar karbon.
Dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektare, Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.
Potensi penyerapan karbon tersebut, belum termasuk potensi yang bisa diserap oleh pohon mangrove dan potensi penyerapan karbon lainnya yang lebih besar. Berdasarkan angka tersebut, Indonesia bisa menghasilkan sebanyak US$565 miliar hanya dari perdagangan karbon.