c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

12 September 2022

18:22 WIB

FAO-WFP: 6,3 Juta Orang Alami Kerawanan Pangan Sedang Hingga Parah

FAO dan WFP menyebutkan situasi kerawanan pangan di Sri Lanka akan memburuk jika tidak ada bantuan penyelamatan jiwa dan dukungan mata pencaharian

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

FAO-WFP: 6,3 Juta Orang Alami Kerawanan Pangan Sedang Hingga Parah
FAO-WFP: 6,3 Juta Orang Alami Kerawanan Pangan Sedang Hingga Parah
Pengunjuk rasa mengantre untuk mengambil sarapan di Kompleks Kantor Pr esiden Sri Lanka di Kolombo, Sri Lanka, Minggu (10//7/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Dinuka Liyanawatte

ROMA – Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) serta Program Pangan Dunia PBB (WFP) melaporkan, sekitar 6,3 juta orang di Sri Lanka menghadapi kerawanan pangan akut sedang hingga parah. Situasi mereka diperkirakan akan memburuk jika bantuan penyelamatan jiwa dan dukungan mata pencaharian yang memadai tidak diberikan,

Menurut laporan bersama FAO/WFP Crop and Food Security Assessment Mission (CFSAM), dua musim panen yang buruk secara beruntun telah menyebabkan penurunan produksi hampir 50%. Ditambah dengan pengurangan impor biji-bijian makanan karena kendala valuta asing, 

“Untuk mencegah semakin memburuknya kondisi ketahanan pangan dan untuk mendukung pemulihan produksi pertanian, bantuan mata pencaharian yang menargetkan petani kecil harus tetap menjadi prioritas,” kata Perwakilan FAO di Sri Lanka Vimlendra Sharan, Jakarta, Senin (12/9). 

Dia menjelaskan, dengan sekitar 30% penduduk bergantung pada pertanian, peningkatan kapasitas produksi petani pada akhirnya akan dapat tercapai. Mulai dari meningkatnya ketahanan sektor pertanian, mengurangi kebutuhan impor di tengah kekurangan cadangan mata uang asing, hingga mencegah peningkatan kelaparan.

Lebih lanjut, laporan tersebut juga menilai, bantuan pangan segera dan program mata pencaharian sangat penting, termasuk melalui mekanisme bantuan sosial yang ada. Hal ini diperuntukkan agar rumah tangga dapat mengakses makanan bergizi, terutama yang tergolong rawan pangan akut dan sedang. 

Tanpa bantuan, situasi ketahanan pangan diperkirakan akan semakin memburuk, terutama selama musim paceklik Oktober 2022-Februari 2023. Terdorong oleh buruknya panen bahan makanan pokok, khususnya padi, dan krisis ekonomi yang sedang berlangsung.

Sementara itu, Perwakilan WFP dan Direktur Negara di Sri Lanka Abdur Rahim Siddiqui menggambarkan, banyak keluarga kehabisan pilihan dan kelelahan terimbas krisis ekonomi beberapa bulan terakhir. Adapun lebih dari 60% keluarga makan lebih sedikit, lebih murah, dan makanan kurang bergizi. 

“Ini terjadi saat kendala keuangan telah memaksa pemerintah untuk mengurangi program gizi, seperti makanan sekolah dan makanan yang diperkaya untuk ibu dan anak-anak yang kekurangan gizi,” sebut Abdur. 

Saat ini, prioritas utama WFP adalah memberikan bantuan pangan dan gizi segera kepada masyarakat yang paling berisiko, untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari gizi masyarakat terdampak di Sri Lanka.

Atas permintaan pemerintah, Misi Pengkajian Ketahanan Tanaman dan Pangan (the joint Crop and Food Security Assessment Mission) mengunjungi 25 distrik di Sri Lanka antara Juni dan Juli 2022. Untuk menganalisis tingkat produksi pertanian pada 2022, terutama serealia pokok utama, serta untuk menilai kondisi ketahanan pangan rumah tangga.

Panen Turun Signifikan
Krisis ekonomi makro yang parah di Sri Lanka telah menyebabkan kekurangan akut dan lonjakan harga produk-produk penting, termasuk makanan, input pertanian, bahan bakar dan obat-obatan. Ke semua ini sangat mengganggu kegiatan ekonomi, dengan gangguan besar terjadi pada produksi pertanian.

Laporan yang sama juga memperkirakan, produksi makanan pokok utama yakni beras padi mencapai 3 juta metrik ton (mt) pada 2022. Capaian ini merupakan level terendah sejak panen 2017 yang terdampak kekeringan, sebagian besar terjadi karena hasil yang rendah menyusul berkurangnya pengaplikasian pupuk.

Kemudian produksi jagung, yang sebagian besar digunakan sebagai pakan ternak, capaiannya hanya sekitar 40% di bawah rata-rata lima tahun terakhir. Hal ini berimplikasi negatif pada produksi unggas dan ternak. 

Demikian pula, produksi sayuran, buah-buahan dan tanaman berorientasi ekspor, seperti teh, karet, kelapa dan rempah-rempah, jauh di bawah rata-rata. Hal ini menyebabkan penurunan pendapatan rumah tangga dan pendapatan ekspor secara signifikan.

Harga sebagian besar bahan makanan telah meningkat stabil sejak kuartal terakhir di 2021 dan mencapai rekor tertinggi baru pada Agustus 2022, dengan tingkat inflasi makanan hampir 94% (yoy).

Total kebutuhan impor sereal pada 2022 diperkirakan mencapai 2,2 juta mt. Selama semester pertama 2022, lebih dari 930.000 mt sereal diimpor, meninggalkan kebutuhan impor yang luar biasa sebesar 1,27 juta mt. 

“Mengingat tantangan ekonomi makro yang terus berlanjut, ada risiko tinggi bahwa kebutuhan impor yang tersisa tidak akan terpenuhi,” terang laporan yang sama.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar