31 Oktober 2025
20:35 WIB
Erwin Yuan Dan Cinta Pandangan Pertama Pada Tenun NTT
Dari jatuh cinta, Erwin bercita-cita membuat tenun NTT menjadi busana sehari-hari. Hingga lahirlah Padu Padan Tenun, yang memadupadankan tenun NTT dengan beragam warna dan pola.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Koleksi Karya buatan tangan dari Padu Padan Tenun.padupadantenun.co.id
JAKARTA -Banyak orang mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama. Beberapa bisa menjadi pasangan yang harmonis, tapi tak jarang yang hanya menjadi pemuja rahasia. Bahkan, jatuh cinta pada pandangan pertama, banyak yang mengidamkan. Banyak pula yang menjadikan inspirasi karya seni, baik lagu ataupun puisi.
Begitupun Erwin Yuan. Dia pernah merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Bukan dengan seorang manusia, tapi kepada salah satu kearifan lokal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kala itu, sekitar 2011-2012, Erwin mendapat tugas dari kampusnya untuk mengunjungi desa-desa di Nusa Tenggara Timur. Pada satu momen, dia berbincang dengan seorang ibu hamil yang sedang menenun. Melihat tampilan tenun, ia pun merasa jatuh cinta. Lebih dari sekadar suka.
Tanpa berpikir panjang, Erwin membeli sehelai kain tenun dari sang ibu, dan menyimpannya untuk dipakai di kemudian hari. Namun, tak lama setelah membeli kain itu, Erwin berkesempatan menjadi penerima tamu acara Sail Komodo yang turut dihadiri oleh Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Acara itu jadi kesempatan bagi Erwin menggunakan kain tenun yang sudah ia beli.
Nyatanya, perasaan cinta makin kuat saat keindahan jalinan tenun memeluk tubuhnya. Keindahan kain wastra khas NTT tersebut menginspirasi Erwin untuk membuat busana dari kain tenun.
"Dari situ awal mulanya saya saya suka sama tenun. Lalu, kenapa tidak aku buat busana dari tenun? Akhirnya, aku cari-cari penjahit yang cocok dengan gaya pribadi saya," ungkap Erwin saat berbincang dengan Validnews, Selasa (28/10).
Setelah acara itu, Erwin mulai rajin berbelanja kain tenun NTT. Dia tak segan berkeliling ke pelosok NTT, lalu mencari penjahit untuk mengejawantahkan imajinasi liar yang ada di kepalanya. Lalu, jadilah produk blazer, hingga semi-jas.
Setelah punya produk dari tenun NTT, Erwin iseng mengikuti sebuah lomba yang digelar oleh Dekranasda dan Taman Budaya NTT dan berhasil menduduki juara kedua kala itu.
"Jadi dari juara dua itu, saya mulai berpikir kenapa ini tidak bisa dibuat busana untuk anak muda? Itu kan belum ada sama sekali yang menciptakan busana dari tenun itu, tidak ada anak muda yang promosi pakai tenun di Facebook," tambahnya.
Koleksi Karya buatan tangan dari Padu Padan Tenun.padupadantenun.co.id
Terbentuknya Padu Padan Tenun
Berlanjut ke 2015, ada sebuah acara yang mewadahi desainer jempolan di Jakarta. Acara itu dijadikan Erwin untuk menjajaki kemungkinan mewujudkan mimpinya. Ia mendekati beberapa desainer untuk berdiskusi soal seluk beluk tenun NTT sebagai bahan baku busana yang bisa digunakan sehari-hari.
Hasil diskusi itu jadi modal Erwin mewujudkan mimpinya, membuat tenun NTT bukan hanya jadi pakaian upacara adat atau sekadar kostum fashion show tapi juga busana yang dipakai sehari-hari. Lalu pada 2018, ide Erwin Yuan terus berkembang hingga terbentuklah desain kimono yang berbahan tenun NTT.
Cita-citanya supaya tenun NTT bisa menjadi pakaian sehari-hari pun semakin terlihat nyata untuk diwujudkan.
"Bukan dipakai hanya untuk upacara adat atau hanya acara untuk fashion show, tapi bisa digunakan untuk suatu busana yang bisa dipakai di manapun berada," kata dia.
Pada tahun itu pula, Erwin berani untuk mengkomersialisasikan produk yang tercipta dari imajinasinya. Produk-produk dari tenun NTT itu pun diberi jenama Padu Padan Tenun.
Kenapa Padu Padan? Nama itu tak lepas dari beragamnya motif tenun di setiap kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sama halnya dengan batik yang punya keunikan berbeda antara Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta, maupun Batik Cirebonan, tenun dari NTT pun demikian beragamnya dari masing-masing daerah.
Perbedaan ini bukan hanya pada motif, tapi filosofi yang diwakilinya, juga kebudayaan dan adat istiadat dari masing-masing kabupaten/kota di NTT. Misalnya motif Sumba yang dominan merah, biru dan cokelat tanah, dan sering menampilkan kuda, burung atau simbol leluhur. Tenun motif Sumba menggambarkan hubungan dengan alam, kekuatan dan status pemakainya.
Ada pula motif Amarasi dari Kupang yang lebih sederhana, namun justru memberikan kesan modern dengan pola geometris yang kuat. Tenun dengan warna dominan neral seperti hitam, putih dan indigo ini mewakili harmoni, keteraturan dan keseimbangan hidup.
Nah, Erwin bercita-cita ingin memadumadankan keberagaman tersebut di dalam wadah Padu Padan Tenun.
Tanggapan masyarakat yang positif akan karyanya turut menyuntikkan keberanian Erwin untuk mendirikan bisnis.
"Aku kan story waktu itu Instagram lagi happening. Aku iseng story-in itu kimono, lalu ada orang Sumatra nanya itu baju kimononya rancangan kakak? Aku mau beli harganya berapa? Ya sudah, aku sebut harga, ternyata dia mau beli. Dari situ, aku merasa ternyata ada juga yang suka model kimono dari tenun," jabarnya.
Selain dari Sumatra, ketertarikan kimono berbahan tenun NTT juga datang dari Bandung, Jawa Barat. Melihat tingginya animo pasar, muncullah keyakinan Erwin Yuan untuk mengkomersilkannya dan membentuk brand Padu Padan Tenun.
Di awal perjalanan Padu Padan Tenun, Erwin mendapatkan dukungan, salah satunya dari penyanyi jebolan Indonesian Idol, Marion Jola. Saat itu, penyanyi yang akrab disapa Lala itu bersedia menjadi model dari tenun NTT milik Erwin Yuan.
Kemudian, rekan Erwin yang paham soal dunia IT di Surabaya, Jawa Timur, turut membangun brand Padu Padan Tenun dan membentuk profil Padu Padan Tenun di pasar digital.
"Dia bilang 'Mas maaf ya aku selalu lihat Instagram dan Faceebook kamu, selalu concern sama tenun, boleh gak aku bantu menangkat tenun dan menjadikan brand?' Aku bilang, ya sudah silakan, ayo. Jadi, dia bagian membuat yang lebih rapi," jelas Erwin.

Mengumpulkan Perajin
Seiring berdirinya Padu Padan Tenun, Erwin juga langsung bergerak mencari mencari penjahit yang bisa mengimplementasikan ide liar di kepalanya. Tak ketinggalan, ia mencari perajin kain tenun dari seluruh pelosok NTT untuk memasok kebutuhan Padu Padan Tenun. Daerah yang menjadi sentra tenun ia sambangi.
Ketika menemui seorang perajin tenun, Erwin langsung meminta nomor telepon dan mengajak kerja sama untuk menjadi pemasok bagi Padu Padan Tenun.
"Di Rote sudah ada link aku, di Sumba Timur ada link aku, di Sumba Barat Daya sudah ada link aku. Jadi kalau pas butuh, aku telepon 'minta dong, kain habis, tolong antar ya', di Sikka juga sama. Jadi, memudahkan aku," kata dia.
Saat ini, sudah ada total enam perajin tenun yang memasok kain untuk Erwin, serta 11 penjahit yang bertugas merealisasikan ide-ide Erwin maupun permintaan konsumen.
"Ada enam perajin, penjahitnya jumlahnya 11 orang. Lalu, anak buahku ada empat orang, adminnya untuk urus sosmed ada satu orang," bebernya.
Secara teknis, proses produksi busana dari tenun NTT berbeda-beda pada setiap jenisnya. Contoh, kemeja, Erwin hanya butuh waktu sehari untuk merampungkan satu unit produk tersebut.
Lalu untuk jaket bomber, dia bisa menciptakan dua unit dalam sehari karena sudah memahami tekniknya dan sudah memiliki pola dari pesanan-pesanan sebelumnya.
Sementara yang paling sulit, ialah gaun. Bagi Erwin, gaun atau dress yang panjang dan besar adalah produk yang paling memusingkannya. Jika Padu Padan Tenun bisa menghasilkan dua unit jaket bomber dalam sehari, dan satu kemeja dalam sehari, butuh waktu dua hari baginya untuk membuat satu gaun.
"Lihat saja di Instagramku itu ada beberapa dress yang panjang, gede-gede, kerah yang gede, itu susah, kadang dua hari baru jadi," terangnya.
Adapun produk yang disediakan oleh Padu Padan Tenun pada dasarnya bersifat by order, atau bergantung pada pesanan dan permintaan customer. Walau begitu, dia tetap menyediakan produk ready stock yang berasal dari retur pelanggan ataupun produk yang memang ia ciptakan dari imajinasinya sendiri.
"Jadi dari 2019, sebelum pandemi ini sudah langsung dapat job. Aku dapat job itu juga di Januari 2020, pesanan 30 jaket HIPMI yang salah satunya untuk Pak Jokowi waktu itu," ucap Erwin.
Kehadiran pandemi covid-19 pun disebutnya tak banyak berdampak terhadap perkembangan bisnis Padu Padan Tenun. Toh nyatanya, orderan jahit masih terus berjalan sehingga Erwin masih bisa memberdayakan penjahit maupun perajin tenun NTT.
"Pas pandemi pun saya tidak pernah putus kerja. Waktu itu sudah punya penjahit satu, jahit terus setiap hari, ada saja pekerjaan," jabar Erwin.
Kekhawatiran Jadi Tantangan
Bagi Erwin, kekhawatiran menjadi tantangan terbesar ketika ia mulai mendirikan Padu Padan Tenun. Dia mengakui, ada rasa khawatir produk yang ia buat sulit untuk laku di pasar.
Dia merasa harga tenun cukup tinggi, belum lagi harus diolah menjadi busana yang siap pakai, kemudian faktor ketidaksamaan di setiap kain tenun. Praktis, Erwin sendiri menganggap harga busana yang ia buat bisa cukup tinggi dan mungkin sulit dijangkau oleh pelanggan.
"Itu tantangan terbesar yang menjadi bumerang di otak saat itu karena aku rasa ini berat banget kalau kerja di bisnis ini karena belum tentu orang mau membuat, belum tentu orang mau membeli karena mahal," kata Erwin.
Dengan kata lain, tantangan yang dihadapi Erwin saat awal membangun brand Padu Padan Tenun ialah bagaimana dirinya melawan ketakutan yang berkecamuk di kepalanya.
"Di pikiran kita itu jeleknya, mikirnya, ah nggak mungkin orang mau beli dan nggak mungkin orang mau jahit," ungkapnya
Namun rasa khawatir itu tak dibiarkannya berlama-lama. Ia memilih untuk tetap melangkah, menenun keyakinannya seperti benang demi benang yang membentuk kain.
Alih-alih menyerah pada keraguan, Erwin justru terus berkarya. Ia merancang, menjahit, dan secara rutin memamerkan hasilnya di media sosial. Tak disangka, pesanan mulai berdatangan, jahitan demi jahitan tak pernah berhenti.
"Menghilangkan kekhawatiran itu tantangan terbesar. Kalau untuk masalah rancangan atau apa, itu udah jadi tugas aku," lanjutnya.
Dari sana, ia belajar bahwa keyakinan adalah benang pertama yang harus ditenun sebelum apa pun terwujud. Bahwa kreativitas sejati tak lahir dari kenyamanan, melainkan dari keberanian melawan rasa takut sendiri.
Ketakutan itu perlahan berubah menjadi keyakinan baru ketika Erwin mengingat momen jatuh cinta pada pandangan pertama untuk tenun dari NTT. Awalnya, ia hanya melihatnya sebagai kain tradisional yang indah, warna-warnanya tegas, motifnya kuat, tapi agak sulit 'dijinakkan' untuk rancangan modern.
Di lain sisi, ada sesuatu dalam tenun NTT yang berbicara kepadanya tentang kesabaran, kerja tangan, dan makna di setiap simpul benang.
Dari kekaguman itu, muncul pula dorongan untuk bereksperimen menjadikan tenun yang dulu dianggap kuno, menjadi busana yang bisa dipakai siapa saja, di mana saja. Langkah-langkah kecil itu akhirnya membawanya pada perjalanan panjang, dari rasa ragu menjadi rasa cinta, dari pencarian gaya menjadi upaya pelestarian.
Kini, setiap rancangan yang ia buat bukan sekadar soal estetika, tetapi juga tentang merawat cerita, yakni cerita yang dimulai dari keberanian menepis ketakutan, dan berujung pada cinta pertama yang tak pernah padam terhadap tenun NTT.
Koleksi Karya buatan tangan dari Padu Padan Tenun.padupadantenun.co.id
Perkembangan Bisnis
Kembali ke awal mula kisah berdirinya Padu Padan Tenun, Erwin menceritakan ia hanya merogoh tak lebih dari Rp15 juta, salah satunya untuk membeli tenun, membayar penjahit, dan lain sebagainya.
Di luar ekspektasi, banyak yang tertarik terhadap karyanya dan berani membayar dengan harga yang pantas. Apalagi, ketika ia resmi membuat brand Padu Padan Tenun dengan produk kimono dan jaket bomber, selalu laku dan tidak pernah tersisa di gudang.
"Kalaupun aku bikin stok ya untuk dipajang, saat aku promosikan di sosial media itu dibeli sama orang. Jadi saat itu, tidak pernah kosong. Ada saja orang jahit, kita buat, lalu jadi, dan dibeli," sebut Erwin.
Melihat antusiasme yang tinggi, baik dari lingkungan sekitar maupun dari luar NTT, semangat Erwin jadi lebih membara. Sejak itu pula, ia semakin semangat menghampiri customer dari pintu ke pintu untuk mengukur badan mereka.
"Modalnya itu kalau tidak salah kan hanya selendang dan sama jahit. Paling semahal-mahalnya modalku hanya sekitar Rp15 juta. Habis itu, orang bikin, aku ngukur door-to-door," ungkap Erwin.
Adapun produk termurah yang dijajakan Erwin berada di kisaran Rp750 ribu, sedangkan yang termahal pernah mencapai Rp4 juta untuk satu busana. "Tapi standar-standarnya job itu Rp1,5 juta-Rp2,5 juta atau Rp1,5 juta-Rp3,5 juta lah," sambung dia.
Sederet proses yang dialami Erwin pun membuatnya meraup cuan yang lumayan dari Padu Padan Tenun. Walau tak menyebut secara pasti, omzet yang ia dapatkan bisa mencapai ratusan juta rupiah dalam satu tahun.
"Tahunan lumayan sih, lebih, lebih (puluhan juta rupiah)," katanya singkat.
Jadi, bisa dikatakan cinta pandangan pertama yang dialami Erwin kepada tenun dari NTT tidak bertepuk sebelah tangan. Tenun NTT sampai saat ini masih memberi manfaat bukan hanya untuk Erwin, tetapi para penjahit, perajin, dan pegawainya.
Maka dari itu, Erwin dengan tegas menerangkan berbisnis Wastra Nusantara sangat amat menjanjikan, termasuk bagi anak-anak muda yang merasa punya passion berbisnis dan tidak nyaman untuk kerja kantoran.
Tapi yang jadi catatan, siapapun yang terjun di industri olahan Wastra Nusantara harus punya passion terlebih dahulu kepada industri fashion. Jika tidak, maka akan sulit mengembangkan bisnisnya.
"Jangan asal kita punya usaha, tapi kita tidak tahu tentang fesyen itu. Perkembangan fesyen saat ini kan sering berubah, jadi bagaimana caranya supaya tetap mengikuti trend saat ini," pungkasnya.