06 November 2023
20:55 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Gencarnya kampanye transisi energi, kerap diterjemahkan dengan langkah menyuntik mati PLTU, ataupun mempromosikan pembelian kendaraan listrik baru sebagai transportasi ramah lingkungan.
Memang tidak salah, sebab PLTU batu bara menjadi salah satu penyebab polusi udara karena emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Pun demikian dengan sektor transportasi. Kementerian Perhubungan mencatat transportasi menyumbang 24% dari total emisi CO2 pada 2022.
Karena alasan inilah, pemerintah pun menganggap promosi kendaraan listrik secara masif bisa menjadi solusi membersihkan kualitas udara di Indonesia. Apalagi, di sektor transportasi, jumlah sepeda motor yang beredar di Indonesia mencapai lebih dari 120 juta unit.
Dengan jumlah sebanyak itu, sangat mudah dibayangkan betapa sumpek-nya jalanan Indonesia dan polusi yang ditimbulkan, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta.
Jor-joran menjual sepeda motor listrik pun, mungkin terlihat lebih pro pada lingkungan. Akan tetapi, dengan masih banyaknya sepeda motor berbahan bakar bensin, pembelian sepeda motor listrik baru juga punya dampak negatif, salah satunya bertambahnya sepeda motor yang membuat kemacetan makin lebih parah.
Melihat hal ini, mencuatlah opsi jalan tengah, yakni mengkonversi sepeda motor berbahan bakar bensin (BBM) yang sudah mengaspal, menjadi sepeda motor listrik.
Bisnis inilah yang dilakukan Heret Frashtio, sejak 2021 silam. Jauh sebelum pemerintah meluncurkan insentif sebesar Rp7 juta, Heret dan Elders Garage-nya sudah melihat jauh ke depan, bahwa kendaraan listrik punya prospek yang cerah di jangka panjang.
“Kepepet sih, 'the power of kepepet'. Kalau kita tidak masuk ke elektrik, tidak ada bisnisnya. Dari awal kita bikin bengkel, kita melihat jangka panjang,” ungkap Heret saat Validnews berkunjung studio foto miliknya di Jakarta, Kamis (2/11).
Dunia otomotif sendiri bukan hal baru bagi Heret. Dia sudah menekuni otomotif sekitar 13 tahun. Tepatnya ketika Heret merasa suntuk dengan pekerjaannya sebagai fotografer.
“Selama tiga tahun hobi, lalu beli motor, direstorasi, lalu masuk komunitas. Jadi, aku tahu bagaimana komunitas berinteraksi, proses kreatif, dan segala macamnya,” tambah dia.
Transformasi Bisnis
Perjalanan Elders Garage menjadi bengkel modifikasi, hingga seperti saat ini terjun ke bisnis konversi motor listrik pun cukup berliku. Mulanya, Elders Garage terjun ke bisnis otomotif dengan menjual berbagai perlengkapan riding, seperti sarung tangan, kemeja, kaus, helm, hingga jaket di tahun 2013.
Selang setahun, dia memberanikan diri mengakuisisi sebuah bengkel skala kecil. Bengkelnya pun hanya bengkel konvensional yang melayani servis motor atau tambal ban.
“Aku koleksi beberapa motor dan aku perbaiki di bengkel itu sampai suatu ketika bengkelnya aku akuisisi,” kata dia.
Tak sekadar mengakuisisi bengkel, Heret pun memberi pelatihan kepada tenaga montir di sana. Tujuannya, supaya bengkel tersebut lebih profesional dan diarahkan menjadi bengkel restorasi motor tua.
Masih ingatkah Anda, saat Presiden Joko Widodo dengan gaharnya mengendarai motor kustom jenis chopperland untuk meninjau program Padat Karya Tunai (PKT) di Sukabumi pada 2018 silam? Nah, Heret merupakan aktor di balik terciptanya motor berbasis mesin Royal Enfield tersebut.
Ya, seiring berjalannya waktu, Elders Garage mulai menggarap motor-motor kustom juga yang pada akhirnya menarik perhatian RI 1.
Uniknya, tak hanya membeli chopperland besutan Elders Garage, Presiden Joko Widodo juga meminta Heret agar melakukan replikasi dan menciptakan motor nasional dengan kapasitas paling tidak 100 unit per tahun.
“Ada harapan dari Pak Jokowi bikin motor nasional. Setelah itu, regulasi terbentuk semua. Saat ini regulasi motor kustom itu baru ada, setelah dari 2017 kita perjuangkan. Jadi kita anggap itu penggenapan janji beliau untuk kita,” sebut Heret.
Namun Heret bukanlah tipe orang yang gampang puas. Tahun 2019 hingga pandemi masuk ke Indonesia tahun 2020, dia merasakan tren motor Vespa kembali mencuat ke permukaan.
Hal tersebut yang menjadi latar belakang Elders Garage untuk menjajal bisnis restorasi motor semok asal Italia tersebut.
“Teman-teman sekitar pakai vespa tua, kebetulan (bisnis) kustom juga lagi slow banget,” tuturnya.
Masih pada 2020, Heret juga merasakan ada tren kendaraan listrik yang mulai naik. Hal ini memantik Heret untuk belajar soal kendaraan listrik. Segala macam media pembelajaran pun dia tekuni, termasuk dari platform Youtube untuk melakukan konversi sepeda motor berbahan bakar bensin menjadi electric vehicle.
Sembari melakukan research and development, Heret iseng merakit sepeda listrik dan menciptakan kit untuk konversi. Kala itu, belum ada aturan dan tren mengkonversi motor menjadi EV. Hingga akhirnya, conversion kit rampung digarap oleh Elders Garage tahun 2021.
“Kita butuh kendaraan ramah lingkungan. Aku pikir, konversi saja Vespa jadi Vespa listrik. Kita lakukan RnD, lalu awal Maret 2021 kalau tidak salah itu sudah jadi kit-nya,” papar Heret.
Sebuah Keniscayaan
Heret meyakini, ke depan, kendaraan listrik merupakan sebuah keniscayaan. Artinya, masyarakat ke nantinya akan menggunakan kendaraan listrik, cepat atau lambat.
Mengutip pernyataan Influencer Otomotif Fitra Eri, dia menggambarkan situasi yang terbalik. Apabila kendaraan listrik lebih dahulu muncul ketimbang kendaraan bensin, bisa ia pastikan kendaraan bensin tidak akan laku di pasaran.
Hal itu dikarenakan kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) jelas lebih kotor dibandingkan kendaraan listrik. Belum lagi, sulitnya perawatan dan segala seluk beluk mesin kendaraan BBM membuat masyarakat tidak akan membelinya, apabila EV lahir terlebih dahulu.
“Asap bagaimana mengontrolnya kalau tidak bisa dipegang? Baterai memang ada limbahnya, tapi bisa dipegang, jelas, dan bisa diarahkan,” sebutnya membandingkan.
Sebagai bikers yang telah mengendarai berbagai jenis motor, Heret menegaskan, elektrifikasi kendaraan memang tidak bisa dihindari oleh siapapun. Secara mendasar, akan ada teknologi baru ketika manusia mencoba mencari sebuah kenyamanan.
“Kalau di fotografi, dulu beralih dari analog ke digital. Ujungnya, boleh saja kalau ada yang mau pakai analog, tapi tidak banyak. Kurang lebih seperti itu, jadi kita harus siap,” serunya.
Jadi Pionir
Langkah Elders Garage memulai bisnis konversi sepeda motor listrik, akhirnya menjadikan bengkel yang bermarkas di Gedung SMESCO, Jakarta itu sebagai pionir teknologi tersebut.
Secara aktif, Heret juga berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) semenjak pemerintah meluncurkan program insentif sebesar Rp7 juta.
Saat ini, Elders Garage sudah 100% menjalankan bisnisnya untuk motor listrik. Artinya, motor kustom yang digarap pun berbasis listrik dan sudah meninggalkan segala jenis bisnis terkait sepeda motor berbahan bakar minyak.
“Mungkin 500 motor,” jawabnya ketika ditanya jumlah unit motor yang telah terkonversi menjadi molis.
Hitungan kasar Validnews, kira-kira ada 20 motor yang ditangani Elders Garage saban bulan. Dia merinci, biaya yang diperlukan untuk mengkonversi sepeda motor terdiri dari conversion kit seharga Rp7 juta untuk motor biasa, serta baterai di kisaran Rp7,2 juta-Rp9,2 juta.
Sementara itu, untuk Vespa dan skuter klasik, Elders Garage mematok tarif bersih di kisaran Rp25 juta-Rp35 juta. “Paling mahal itu baterai, sekitar 60%-nya baterai,” tambah Heret.
Soal perawatan, Elders pun memberikan garansi atau free maintenance kepada motor- motor yang telah terkonversi menjadi EV selama setahun penuh.

Minim Manfaatkan Insentif
Sekadar informasi, pemerintah meluncurkan insentif sebesar Rp7 juta per unit motor listrik. Insentif itu tak hanya menyasar pembelian baru, melainkan juga untuk konversi sepeda motor listrik.
Meski begitu, serapan program insentif yang dirilis pemerintah masih sangat rendah. Heret mengungkapkan hingga kini Elders Garage sebagai salah satu bengkel konversi tersertifikasi dan masuk ke dalam platform Kementerian ESDM justru belum mendapat satupun orderan dengan insentif.
Menurut dia, hal itu tak lepas dari rumitnya proses yang harus dijalani masyarakat untuk mendapatkan insentif konversi motor listrik.
“Jadi dari regulasi, diturunin jadi petunjuk teknis. Setelah juknis itu diturunin lagi jadi SOP, baru diturunin jadi sebuah sistem digital. Ini sudah delapan bulan tidak ada progres signifikan,” Imbuh Heret.
Asal tahu saja, program konversi motor listrik sendiri ditangani oleh dua kementerian, yakni Kementerian Perhubungan yang mengeluarkan Sertifikat Uji Tipe (SUT) dan punya sebuah SOP, serta Kementerian ESDM yang mengeluarkan dana insentif dan memiliki SOP yang berbeda.
“Jadi, menyambungkan antarkementerian udah susah. Kami pilih memberikan inspirasi dulu deh ke masyarakat sambil menunggu pemerintah membuat mekanisme menjadi lebih simple,” cetusnya.
Faktor lain yang membuat insentif tersebut sulit terserap, sambungnya, ialah sosialisasi. Artinya, ia menilai, masyarakat belum mendapat edukasi yang cukup soal insentif konversi motor listrik.
Karena hal ini jugalah, Heret berinisiatif untuk menggandeng band legendaris Slank untuk menjual 4.040 kit konversi motor listrik, bertepatan dengan Hari Jadi Slank ke-40 dalam waktu dekat.
Nantinya, kit-kit konversi itu akan dijual ke masyarakat maupun bengkel rekanan Elders Garage dengan harga Rp7 juta. Artinya, jika masyarakat membeli dengan insentif dari pemerintah, harganya pun menjadi Rp0, tinggal membayar biaya jasa Rp1 juta dan menyicil baterai kendaraan listrik-nya.
“Menyicil baterai Rp7,2 juta itu selama 24 bulan melalui kartu kredit Mandiri maupun BNI,” serunya.
Keunggulan Konversi
Sejatinya, selain keunggulan di hemat energi dan lebih bersih dari polusi, konversi motor konvensional ke motor listrik juga punya kelebihan lain. Salah satunya, premotor yang sudah kadung sayang dan merasa ‘terikat’ dengan motornya, entah karena kenangan atau alasan emosional lainnya, bisa tetap menggunakan motor miliknya, hanya dengan mengganti mesin bakar menjadi baterai listrik.
Apalagi, motor-motor tua, menurutnya punya rangka yang jauh lebih kokoh ketimbang motor baru. oh, iya, catatan saja, produsen sepeda motor listrik, seperti China, umumnya, hanya membuat sepada motor listrik dengan life cycle hanya selama lima tahun, untuk kemudian dilebur kembali menjadi motor baru.
“Motor-motor di sini juga diciptakan untuk rusak lima tahun karena barangnya dari China. Sedangkan motor konversi, motor yang jadi memori kita udah lama di pojok tembok tidak diapa- apain, ketika dikonversi bisa dipakai lagi,” ucapnya.
Belum lagi jika dibandingkan dengan sepeda motor bensin, penggunaan motor listrik hasil konversi digadang-gadang akan memberi penghematan operasional bagi penggunanya. Misalkan ketika operasional motor bensin mencapai Rp1 juta per bulan, motor listrik hanya butuh Rp300 ribu.
Energi yang digunakan pun lebih bersih. Begitu juga dengan kenyamanan yang lebih terjamin. Singkatnya, kata Heret, tidak ada alasan yang clear untuk tidak beralih menggunakan motor listrik.
“Kalau dibandingkan dengan yang baru (motor listrik), itu yang harganya di bawah Rp15 juta diciptakan untuk hancur setelah lima tahun. Jadi, quality-nya bukan untuk mengenang masa lalu, mengenang heritage, tapi untuk dilebur kembali,” jelas Heret.

Produk Baru
Terkait dengan minimnya serapan konversi motor listrik dengan insentif, ia menilai bukan cuma akibat dari birokrasi yang rumit, tetapi juga knowledge masyarakat soal teknologi itu. Heret meyakini, masyarakat belum banyak tahu pentingnya beralih ke kendaraan listrik.
Selama ini, masyarakat juga belum mau mencoba motor listrik lantaran belum merasa membutuhkan. Bagi masyarakat, sejauh ini motor konvensional yang pasarnya sudah terbentuk akan tetap menjadi pilihan.
“Sudah jadi habit. Ini produk baru, jadi pelaku industri harus sabar mengedukasi masyarakat,” tuturnya
Di sisi lain, pemerintah juga tidak bisa memaksakan kuota tertentu dalam menjalankan program insentif motor listrik. Misalnya mengejar target kuota 50.000 unit motor terkonversi dengan insentif tahun ini.
Jika pemerintah memang mau mengejar kuota, dia mengatakan, seharusnya ada unsur ‘pemaksaan’ yang diterapkan, seperti uji emisi setiap hari di setiap sudut kota, atau mewajibkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) untuk menggunakan sepeda motor listrik.
“Harus ada unsur pemaksaan. Pada akhirnya, benefit-nya akan dirasakan seperti, Eh gila gue waktu itu dipaksa ternyata ujungnya gue yang happy. Lebih enak gitu,” tandas Heret.