c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

12 September 2023

19:28 WIB

El Nino Diyakini Dukung Kinerja Keuangan Emiten CPO

El Nino diprediksi akan menekan kinerja operasional perkebunan sawit. Tetapi, terhambatnya produksi akan membuat harga CPO dunia terangkat karena penurunan produksi tersebut.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

El Nino Diyakini Dukung Kinerja Keuangan Emiten CPO
El Nino Diyakini Dukung Kinerja Keuangan Emiten CPO
Pekerja melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin, (12/6/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Meski El Nino sering kali dianggap buruk, namun emiten crude palm oil (CPO) tak menganggap demikian. Pasalnya, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memproyeksikan kinerja keuangan emiten CPO justru akan mendapatkan dukungan dari naiknya harga minyak sawit akibat musim kemarau berkepanjangan sebagai akibat fenomena cuaca kering El Nino.

Research Analyst Mirae Asset Rizkia Darmawan mengatakan bahwa El Nino diprediksi akan menekan kinerja operasional perkebunan sawit. Kendati demikian, terhambatnya produksi akan membuat harga minyak sawit mentah (CPO) dunia berpotensi terangkat karena penurunan produksi tersebut.

“Fenomena El Nino memengaruhi permintaan minyak nabati dunia, salah satunya CPO karena produksinya atau suplainya turun di tingkat global dan kemudian mendongkrak harga komoditas tersebut di pasaran,” ujar pria yang akrab disapa Darma dalam Media Day: September 2023 yang bertema "Heatwaves in the Market: High Fed Fund Rate and El Niño Impact to Commodities", Selasa (12/9).

Baca Juga: Merunut Tantangan Keberlanjutan Di Industri Sawit

Lebih lanjut, dia mengatakan, harga CPO sudah naik menjadi di kisaran RM3.800 per ton sejak Juni hingga beberapa hari terakhir.

Sejak awal tahun, rerata harga CPO berada pada kisaran RM3.900 per ton dan sudah turun sekitar 12%, sempat turun hingga kisaran RM3.300 per ton di Juni, tetapi kembali naik hingga awal bulan ini.

Faktor lain, lanjut dia, adalah masih lebih rendahnya harga CPO dibanding harga minyak nabati lainnya, seperti minyak rapa (rapeseed), minyak kacang kedelai, dan minyak biji matahari. Jadi, ada kemungkinan permintaan atas CPO juga akan meningkat.

"Sebagian besar emiten CPO akan menerima dampak positif dari kenaikan harga komoditas yang masuk ke dalam kategori bahan makanan (soft commodity) itu," imbuhnya.

Dampak El Nino diprediksi masih akan terjadi dan diprediksi akan membuat harga CPO naik lagi hingga akhir tahun, tetapi sangat kecil kemungkinan akan kembali ke atas level RM4.600 per ton atau sekitar US$1.000 per ton seperti pada rentang 2021-2022.

Meskipun demikian, ada beberapa risiko terhadap prediksi kenaikan harga komoditas CPO, yaitu besaran produksi yang akan terganggu karena efek cuaca El Nino serta faktor kebijakan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga minyak goreng domestik di tengah kenaikan harga CPO global.

Efek Kenaikan Harga CPO pada Emiten
Menurut Darma, efek dari kenaikan harga CPO juga akan terjadi pada beberapa emiten CPO yang menjadi lingkup riset Mirae Asset.

Beberapa emiten tersebut adalah PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP). Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan untuk trading buy, take profit Rp1.180 untuk 12 bulan ke depan.

Kemudian, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan rekomendasi hold, take profit Rp8.250. Lalu, PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS).

Di sisi sektor komoditas tambang dan energi (metal & mining commodity), Darma mengatakan, kinerja keuangan perusahaan di industri batu bara relatif akan impas terhadap dampak dari El Nino. Sedangkan, kinerja perusahaan di industri nikel akan lebih diuntungkan untuk rentang jangka panjang.

“Secara jangka panjang, produsen nikel dan industri terkaitnya akan diuntungkan dari strategi hilirisasi (downstreaming) Indonesia terutama terkait dengan industri kendaraan listrik yang sangat tergantung dari baterai, di mana nikel merupakan bahan baku utama untuk baterai yang bagus," jelasnya.

Emiten batu bara, tutur dia, diprediksi akan mengalami peningkatan produksi. Akan tetapi, di saat yang sama, akan mengalami penurunan kinerja keuangan karena pelemahan harga Si Emas Hitam di dunia.

Baca Juga: Inflasi AS Diperkirakan Akan Kerek Harga Bitcoin

Inflasi Global
Sementara itu, Rully Arya Wisnubroto selaku Senior Economist Mirae Asset menambahkan, peningkatan harga komoditas dunia termasuk CPO dan minyak dunia berpotensi menyebabkan kenaikan inflasi global.

Hal ini, menurutnya, juga akan sangat berdampak kepada negara-negara maju yang saat ini masih berusaha untuk menurunkan inflasi.

“Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang dinilai sukses meredam inflasi. Sedangkan, pengendalian inflasi masih menjadi isu utama negara-negara maju saat ini, seperti AS, Inggris, dan negara-negara Euro Zone. Masih tingginya inflasi di masing-masing negara saat ini, yang juga dapat diperburuk oleh kenaikan harga komoditas dan minyak dunia, dapat berdampak kepada arah kebijakan moneter di negara-negara tersebut," ujar Rully.

Rully melanjutkan, Indonesia diprediksi masih dapat meredam laju inflasi, yang diprediksi akan berada pada 5,25% hingga akhir tahun.

Dia pun menilai masih terbuka kemungkinan bank sentral AS akan menaikkan kembali suku bunga Fed Fund Rate karena inflasi yang masih berada jauh di atas target.

Hal ini diprediksi masih akan memicu volatilitas pasar global, yang juga akan berdampak kepada pasar finansial di Indonesia.

Tekanan terhadap Rupiah, sambung Rully, masih akan tetap tinggi, apalagi disertai dengan sentimen negatif terhadap emerging market. Hal ini disebabkan memburuknya kondisi ekonomi China.

"Dalam memitigasi risiko tekanan terhadap Rupiah, BI bersama pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk memperkuat sektor finansial di dalam negeri dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap USD, sehingga dapat memitigasi risiko fluktuasi di masa yang akan datang," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar