c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

07 Agustus 2023

09:18 WIB

El Nino Ancam Ekonomi Negara Berkembang

Negara dengan pasar ekonomi berkembang lebih rentan terhadap perubahan harga dan produksi pangan serta energi.

El Nino Ancam Ekonomi Negara Berkembang
El Nino Ancam Ekonomi Negara Berkembang
Ilustrasi. Pengendara roda dua melintasi sawah yang kekeringan di Citeras, Lebak, Banten, Kamis (3/8/2023). Ant ara Foto/Muhammad Bagus Khoirunas

JAKARTA - Negara-negara di seluruh dunia sedang berjuang melawan gelombang panas dan banjir yang dipicu El Nino, sebuah fenomena iklim alami yang memiliki kemungkinan 90% bertahan pada paruh kedua tahun 2023, menurut Organisasi Meteorologi Dunia.

Dampaknya di seluruh dunia bisa sangat besar, tetapi taruhannya lebih tinggi untuk pasar negara berkembang, yang lebih rentan terhadap perubahan harga dan produksi pangan serta energi. Sering kali, karena memiliki penyangga fiskal yang lebih kecil membatasi kemampuan mereka untuk meredam dampaknya, seperti dilansir dari Reuters.

Menurut indeks Standard Chartered Bank, dengan mempertimbangkan bobot sektor primer, porsi makanan dalam keranjang inflasi, dan kemampuan negara untuk diimbangi melalui dukungan fiskal, India dan Mesir termasuk di antara ekonomi yang secara keseluruhan paling rentan terhadap dampak El Nino tahun ini, 

Ghana, Kenya, dan Filipina juga menempati urutan teratas dalam daftar sementara negara-negara seperti Afrika Selatan dan Chili termasuk yang paling tidak rentan bersama dengan sebagian besar ekonomi pasar maju seperti Jerman atau Amerika Serikat.

"Kami percaya bahwa negara-negara yang paling berisiko dari peristiwa El Nino tahun ini adalah negara-negara yang memiliki fundamental ekonomi yang relatif lemah dan yang mengalami produksi pertanian yang relatif lemah selama periode El Nino 2014-16," kata Kepala Riset ESG di Bank Standard Chartered Eugene Klerk.

Baca Juga: FAO: El Nino 2023 Ancam Ketahanan Pangan Global

Perubahan curah hujan atau suhu yang tiba-tiba dapat merusak tanaman. Dengan pertanian menyumbang bagian yang lebih besar dari ekonomi dan pekerjaan di Afrika dan Asia Selatan daripada di tempat lain, wilayah ini sangat rentan terhadap kejatuhan El Nino.

"Penurunan tajam dalam volume tanaman yang dapat diekspor dapat mengakibatkan ketegangan neraca pembayaran untuk beberapa ekonomi," menurut catatan penelitian yang dipimpin oleh Jennifer McKeown, kepala ekonom global untuk Capital Economics.

Lebih lanjut, India telah melarang ekspor berbagai beras utama, memotong keseluruhan pasokan ke pasar dunia hingga seperlima. Hampir 90% beras diproduksi di Asia, dan terancam cuaca kering El Nino, dengan Filipina dan Thailand juga terancam. Produk lain yang menjadi fokus meliputi kakao dari Pantai Gading dan Ghana, gula dari India dan Thailand, serta kopi dari Vietnam dan India.

Namun, ada pengecualian, Argentina memiliki rekor panen kedelai di episode El Nino sebelumnya, menurut Morgan Stanley.

"El Nino cenderung negatif di emerging market, meskipun Argentina adalah pengecualian. Argentina kemungkinan satu-satunya pemenang El Nino," tulis Fernando Sedano dari bank dalam sebuah catatan.

Harga makanan merupakan bagian yang lebih besar dari keranjang inflasi pasar negara berkembang. Sebanyak 40% di banyak negara berpenghasilan rendah sehingga tingkat keparahan El Nino akan berdampak langsung pada inflasi.

Analisis Bank Sentral Eropa menunjukkan kenaikan suhu satu derajat selama El Nino secara historis telah menaikkan harga pangan global lebih dari 6% setelah satu tahun.

Afrika Selatan, Amerika Tengah dan Karibia serta sebagian Asia menjadi "perhatian khusus" karena tingkat kerawanan pangan yang sudah tinggi, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).

David Rees, ekonom senior pasar negara berkembang di Schroders, memperingatkan bahwa El Nino yang kuat dapat mendorong inflasi pasar negara berkembang kembali menjadi dua digit pada tahun 2024.

Posisi Indonesia
 Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan jajaran menteri terkait untuk memastikan ketersediaan stok pangan, terutama beras, guna mengantisipasi El Nino yang diperkirakan terjadi pada Agustus-September 2023.

"Perintah Presiden ini harus diseriusi, kita tidak boleh bersoal khususnya dengan beras dan lain-lain agar benar antisipasinya, sejelek mungkin harus dipersiapkan," kata Syahrul setelah rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/7).

Jokowi meminta Kementerian Pertanian (Kementan) memetakan zona daerah berdasarkan kondisi dan faktor pendukung produksi pangan.

Kementan sendiri telah memetakan daerah berdasarkan kecukupan air. Pertama, zona hijau yakni daerah yang airnya sangat cukup. Zona ini, kata Syahrul, harus didukung dengan optimalisasi penanaman dan upaya pengendalian produksi pangan.

Kedua, adalah zona kuning yang artinya daerah dengan suplai air yang cukup.

"Daerah airnya pas-pasan ini harus ada intervensi-intervensi terutama untuk mengendalikan air irigasi, embung dan lain-lain, dan kerja sama dengan daerah," kata dia.

Baca Juga: Bapanas: Produksi Beras 2023 Berpotensi Turun 5% Karena El Nino

Ketiga, adalah zona merah. Di daerah ini, kata Syahrul, perlu ada tindak lanjut penanaman komoditas-komoditas dengan varietas yang tidak memerlukan banyak air. Di zona merah ini, kata dia, perlu disikapi dengan persiapan dibangunnya lumbung pangan.

Oleh karena itu, Kementan mempersiapkan sejumlah provinsi yang akan menjadi penyangga utama produksi pangan saat El Nino terjadi yakni, antara lain, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan tiga provinsi di Jawa yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

"Penyikapan-penyikapan harus bagi tugas dengan daerah. Bupati mempersiapkan apa dengan jajarannya, provinsi juga punya tanggung jawab sendiri, dan juga Menteri Pertanian juga mengambil langkah strategis yang dibutuhkan daerah," ujar Syahrul.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar