14 Agustus 2025
14:36 WIB
Eksportir Kerajinan DIY Bidik Pasar Eropa Usai Tarif Impor AS Berlaku
Eropa dipandang para eksportir sektor kerajinan DIY sebagai alternatif pasar yang menjanjikan usai AS memberlakukan tarif impor 19%.
Penulis: Fin Harini
Perajin memproduksi kerajinan berbahan baku bambu di Moyudan, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (3/9/2024). Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko/agr/nz
YOGYAKARTA - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebutkan para eksportir sektor kerajinan di wilayah ini mulai membidik pasar Uni Eropa, usai pemberlakuan tarif impor resiprokal Amerika Serikat sebesar 19% untuk produk Indonesia sejak 7 Agustus 2025.
"Pelaku usaha kerajinan mulai menguatkan di pasar Eropa," ujar Kepala Disperindag DIY Yuna Pancawati di Yogyakarta, Kamis (14/8), dikutip dari Antara.
Dampak tarif impor AS berbeda-beda pada tiap komoditas. Namun, menurut dia, keberlanjutan ekspor saat ini sangat bergantung pada kondisi ekonomi dan strategi negosiasi para pembeli di Negeri Paman Sam.
"Kalau buyer secara ekonomi mampu, ekspor jalan terus. Ada yang menegosiasikan harga barang dikurangi 3-4%, ini juga bisa lanjut, hanya mengurangi keuntungan eksportir. Untuk buyer kecil biasanya menegosiasikan separuh dari tambahan tarif," ujarnya.
Baca Juga: MenKopUKM: Nilai Ekspor Produk Kerajinan Indonesia US$949 juta
Menurut Yuna, secara umum permintaan produk DIY ke AS hingga kini masih tinggi. Sejumlah produk tekstil asal DIY sejauh ini masih relatif aman dan tidak terlalu terpengaruh.
Akan tetapi, ia mengakui untuk produk kerajinan yang selama ini menjadi komoditas ekspor unggulan DIY mulai merasakan dampak dari kebijakan Presiden AS Donald Trump tersebut.
"(Komoditas) yang agak terpengaruh adalah komoditas kerajinan," ucapnya.
Sebagai langkah antisipasi, Eropa dipandang para eksportir sektor kerajinan DIY sebagai alternatif pasar yang menjanjikan. Apalagi dengan rampungnya perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang membuka peluang perdagangan lebih luas tanpa hambatan tarif tinggi.
Yuna mengatakan Pemda DIY belum menyiapkan insentif khusus bagi pelaku ekspor yang terdampak kebijakan tarif impor AS itu.
Meski begitu, pihaknya tengah merancang skema untuk mempertemukan industri kecil dan menengah (IKM) di DIY dengan para buyer dari pasar non-tradisional.
Tujuannya, agar tercipta diversifikasi pasar sehingga aktivitas ekspor tak hanya bergantung pada pasar utama seperti AS.
Baca Juga: Kemenperin Gelar Webinar Ngespill Kiat IKM Kerajinan Tembus Pasar Ekspor
Tarif Resiprokal
Kebijakan tarif impor timbal balik AS diberlakukan Presiden Donald Trump untuk 67 negara dengan besaran antara 15 hingga 50% resmi berlaku sejak 7 Agustus 2025.
India dan Brasil terkena tarif tertinggi sebesar 50%, Laos dan Myanmar 40%, dan Swiss 39%. Ekspor Indonesia ke AS kini dikenai tarif 19%, salah satu yang terendah di Asia Tenggara setelah Singapura (10%), tapi tetap menjadi beban signifikan bagi perdagangan.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi menyebutkan nilai ekspor produk furnitur dan kerajinan Indonesia di pasar dunia mencapai US$2,22 miliar atau senilai Rp36,07 triliun pada Januari-November 2024.
Budi mengatakan, posisi Indonesia berada di urutan ke-19 di dunia sebagai pemasok furnitur dan kerajinan. Pada 2023, nilai ekspor produk tersebut mencapai US$2,46 miliar dengan tren pertumbuhan tahunan sebesar 2,62% dalam lima tahun terakhir.