c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 Juli 2023

08:00 WIB

Ekonom Turunkan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Tingkat pertumbuhan ekonomi tahun ini untuk lima negara ASEAN direvisi menjadi 4,2% dari 4,4% pada survei Maret, dengan Singapura dan Indonesia menyeret turun angka regional.

Editor: Fin Harini

Ekonom Turunkan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ekonom Turunkan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Pengunjung memilih telur untuk dibeli di Hypermart, Jalan Tole Iskandar, Depok, Senin (15/5/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Ekonom menurunkan prospek pertumbuhan tahun ini untuk Singapura dan Indonesia karena perlambatan ekonomi global, termasuk pemulihan China yang lebih lemah dari perkiraan. Hal ini terungkap dalam survei triwulanan yang disusun akhir bulan lalu oleh Japan Center for Economic Research dan Nikkei.

Dilansir dari Nikkei Asia, wadah pemikir Jepang dan Nikkei melakukan Survei Konsensus Ekonomi Asia terbaru dari 2 hingga 23 Juni. Dalam survei ini, terdapat 39 jawaban dari para ekonom dan analis di lima ekonomi utama Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara -- Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand -- dan India.

Survei menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tahun ini untuk lima negara ASEAN direvisi menjadi 4,2% dari 4,4% pada survei Maret, dengan Singapura dan Indonesia menyeret turun angka regional.

Di Indonesia, ekonomi terbesar di ASEAN, prospek pertumbuhan direvisi turun sebesar 0,1 poin menjadi 4,9%, karena meningkatnya kekhawatiran mengenai penurunan ekonomi global. Terutama perlambatan di China, karena merupakan tujuan ekspor utama ekonomi ASEAN.

“Perlambatan ekonomi China dapat menjadi risiko utama bagi Indonesia dalam (beberapa) tahun ke depan, terutama jika China mengalami krisis tahun ini,” Josua Pardede dari Bank Permata di Indonesia memperingatkan. Ia menambahkan, “Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di China akan menghambat pertumbuhan dari sisi ekspor dan sisi investasi.”

Baca Juga: Kemenkeu: Dinamika Perdagangan Global Tak Bakal Ganggu APBN

Meskipun kinerja kuartal pertama yang lebih baik dari perkiraan dengan ekspansi 5% year-on-year (yoy), pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia kini diproyeksikan turun di bawah 5% selama tiga kuartal berturut-turut dari April hingga Desember.

China memicu ekspektasi tinggi untuk pemulihan ketika menarik diri dari kebijakan nol-covid pada Desember 2022, tetapi JCER menilai pemulihannya tidak sekuat yang diantisipasi. 

Sektor real estat China sedang mengalami perlambatan, seperti halnya pengangguran kaum muda, di mana kelompok usia 16 hingga 24 tahun menghadapi lingkungan pekerjaan yang memburuk.

Sementara itu, perkiraan pertumbuhan tahunan Singapura telah direvisi turun sebesar 0,8 poin menjadi 1,3%.

"Kami melihat risiko besar bahwa Singapura dapat memasuki resesi teknis pada paruh pertama 2023, sebagian besar didorong oleh kelemahan manufaktur," kata Alvin Liew dari United Overseas Bank.

Perekonomian Singapura yang bergantung pada perdagangan sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi luar negeri dan saat ini sedang merasakan dampak dari perlambatan permintaan eksternal di sektor manufaktur.

Ekonom menunjuk pada perlambatan perdagangan yang dipicu oleh ketegangan AS-Tiongkok sebagai risiko utama bagi negara tersebut. Randolph Tan dari Singapore University of Social Sciences mengatakan, "Ketidaksepakatan antara AS dan Tiongkok dalam berbagai masalah, termasuk perdagangan dan masalah Taiwan, merupakan sumber utama risiko geopolitik di kawasan ini dan terus menjadi tantangan berat bagi pembuat kebijakan dalam jangka panjang."

Proyeksi pertumbuhan untuk Filipina dan Thailand ini masing-masing ditingkatkan sedikit menjadi 5,9% dan 3,8%, sedangkan untuk Malaysia tidak berubah di 4,4%.

Faktor Risiko
Selain ekonomi Tiongkok yang lemah, para ekonom menunjuk pada dampak dari kebijakan moneter AS sebagai risiko utama lainnya bagi kawasan ini karena suku bunga yang lebih tinggi mendinginkan perekonomian.

Satu perubahan penting dalam survei terbaru adalah meningkatnya jumlah ekonom yang menganggap "ketidakstabilan politik" sebagai risiko tinggi. Di Thailand khususnya, ini muncul sebagai risiko teratas, naik dari posisi kedua pada survei sebelumnya.

Pemilihan umum Thailand pada bulan Mei menghasilkan kemenangan bersejarah bagi Partai Gerakan Maju yang progresif. Namun, masih terdapat ketidakpastian soal apakah partai tersebut dapat membentuk pemerintahan, dan hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas bisnis atas proses transisi dan kesinambungan kebijakan.

"Masalah politik di Thailand, khususnya mengenai pembentukan pemerintahan baru, dapat menyebabkan ketidakpastian prospek ekonomi Thailand," kata Lalita Thienprasiddhi dari Kasikorn Research Center dalam survei tersebut.

Baca Juga: Bonus Demografi Gagal, Indonesia Emas Berpotensi Terjegal

Sementara itu, pemulihan ekonomi akibat pandemi terlihat di India yang kurang bergantung pada ekonomi Tiongkok.

Prospek pertumbuhan India untuk tahun fiskal 2023 (April 2023 hingga Maret 2024) ditingkatkan 0,1 poin menjadi 6,1%. Bidisha Ganguly dari Konfederasi Industri India mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi domestik "tetap kuat sebagaimana tercermin dari beberapa indikator frekuensi tinggi", seperti penjualan kendaraan penumpang dan lalu lintas penumpang udara domestik.

Namun, ada beberapa risiko dalam perekonomian Asia Selatan, kata para ekonom. "Risiko terhadap prospek pertumbuhan muncul dari perlambatan pertumbuhan global dan ketegangan geopolitik yang berkepanjangan, bersamaan dengan pengetatan kebijakan moneter di negara maju," kata Ganguly.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar