c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

04 April 2025

20:35 WIB

Ekonom: Efek Kebijakan Tarif Trump 32% Buat RI Sedang

Meski begitu, ekonom tetap memperingatkan pemerintah untuk memitigasi kebijakan tarif 32% dalam jangka menengah-panjang. Program pemerintah di dalam negeri harus mampu menjaga stabilitas pasar.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>Ekonom: Efek Kebijakan Tarif Trump 32% Buat RI Sedang</p>
<p>Ekonom: Efek Kebijakan Tarif Trump 32% Buat RI Sedang</p>

Kendaraan membawa peti kemas melintas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (15/11/2024). Antara Foto/Fauzan

JAKARTA - Ekonom senior INDEF Fadhil Hasan menyampaikan, pengaruh kebijakan tarif impor tinggi atau tarif resiprokal yang diberikan AS kepada Indonesia sebesar 32% tidak memiliki dampak yang terlalu besar.

Meski begitu, dia tetap mengingatkan agar pemerintah melakukan pencegahan, mulai dari dialog hingga mengevaluasi program pemerintah untuk menjaga pasar dalam negeri.

Fadhil menjelaskan, AS merupakan mitra dagang terbesar Indonesia ketiga setelah China dan Jepang. Walau demikian, pangsa ekspor Indonesia ke AS hanya berkisar 10,3-10,5% dari total ekspor.

Kendati tidak memungkiri torehan surplus dagang Indonesia kepada AS yang mencapai US$16,8 miliar menjadi yang terbesar di 2024, Fadhil secara umum menilai, kebijakan tarif resiprokal oleh Trump pada Indonesia cenderung berefek sedang.

"Share ekspor Indonesia ke AS saya kira sekitar 10,5%, cukup besar, tapi tidak terlalu bergantung dengan AS sebagaimana Vietnam dan Thailand. Pendapat saya, dari sisi perdagangan, impact yang akan ditimbulkan oleh kebijakan Trump dari tarif respirokal bagi perdagangan Indonesia bisa dikatakan moderate," ungkapnya dalam diskusi daring INDEF 'Waspada Genderang Perang Dagang', Jakarta, Jumat (4/4).

Baca Juga: Ekonom Ungkap Asal-Usul Tarif Impor Tinggi AS Gagasan Trump

Meksi dampak perdagangan yang akan dirasakan Indonesia cenderung sedang dan jauh lebih kecil dari Vietnam, Malaysia, dan Thailand, Fadhil tetap memperingatkan agar pemerintah mengambil langkah tepat dalam mengantisipasi perang dagang yang ada.

Salah satu kebijakan yang telah disampaikan pemerintah adalah dengan melakukan kajian mendalam dari efek tarif resiprokal tersebut serta dialog intensif dengan pemerintah AS.

Fadhil sepakat dengan langkah pemerintah yang tidak menempuh kebijakan tarif retaliasi atau balas dendam terhadap keputusan Trump.

"Saya sepakat dengan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia, yang tidak mengambil kebijakan retaliasi atau balasan. Tetapi menganalisis mendalam dan kemudian berdialog. Saya kira itu hal yang baik untuk dilakukan," lanjut Fadhil.

Fadhil juga mengimbau agar pemerintah dalam jangka menengah-panjang, mulai mengurangi ketergantungan hubungan dagang dengan AS.

Langkah ini bisa ditempuh melalui diversifikasi negara tujuan ekspor ke negara-negara lain dalam kategori non tradisional yang selama ini menyasar AS. Perdagangan non tradisional tersebut bisa diakses melalui negara-negara yang selama ini memiliki hubungan baik dan terbuka dengan Indonesia.

Baca Juga: Respons Tarif Baru Trump, Indonesia Kirim Tim Lobi Ke AS

Tak hanya itu, ia menuturkan agar Indonesia bisa memaksimalkan hubungan dagang melalui berbagai forum multilateral.

Sementara dari sisi domestik, Fadhil menegaskan agar pemerintah bisa menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri untuk memitigasi dampak yang ditimbulkan dari depresiasi nilai tukar rupiah.

Di sisi lain, dia juga mengingatkan, pelemahan rupiah itu juga dipicu kekhawatiran pasar atau publik terhadap agenda ekonomi yang pemerintah beru rencanakan sendiri. Mulai dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG), BPI Danantara, hingga Koperasi Desa Merah Putih yang dikhawatirkan oleh publik.

"Terjadinya depresiasi pada nilai tukar rupiah akhir-akhir ini kan salah satu faktornya oleh internal... (Padahal) dari sisi pembiayaan fiskal, itu tidak cukup untuk bisa membiayai semua program tersebut," tekannya.

Menurutnya, kekhawatiran masyarakat saat ini terhadap program-program tersebut seharusnya bisa pemerintah tangkap, dengan mengevaluasi berbagai program yang menjamin kemampuan fiskal untuk memenuhi pembiayaan program tersebut. 

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar