c

Selamat

Rabu, 24 April 2024

EKONOMI

17 Juni 2021

18:22 WIB

Ekonom: Dampak Tapering Lebih Terasa ke Nilai Tukar

Dengan kebijakan BI yang lebih ahead the curve dan memberikan keyakinan kepada investor, tekanan terhadap rupiah tidak akan terlalu besar.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

Ekonom: Dampak <i>Tapering</i> Lebih Terasa ke Nilai Tukar
Ekonom: Dampak <i>Tapering</i> Lebih Terasa ke Nilai Tukar
Karyawan menghitung uang pecahan 100 Dollar Amerika di sebuah gerai penukaran uang asing, di Jakarta, Selasa (29/9/2020). ANTARAFOTO/Dhemas Reviyanto

JAKARTA – Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai dampak tapering akan lebih terasa ke nilai tukar dan sektor keuangan.

Meski demikian, dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mengantisipasi dan memberikan keyakinan kepada investor, tekanan terhadap rupiah diyakininya tidak akan terlalu besar.

"Kalau nanti terjadi tapering, rupiah pasti tertekan. Tapi dengan kebijakan BI yang lebih ahead the curve dan memberikan keyakinan kepada investor, tekanan terhadap rupiah tidak akan terlalu besar. Apalagi, neraca perdagangan kita terus surplus," ujar Piter kepada Validnews, Kamis (17/6).

Selain itu, lanjut dia, untuk menghadapi tekanan nilai tukar, ia menilai Indonesia memiliki bemper berupa cadangan devisa yang dirasa cukup untuk menahan pelemahan. Jadi, nilai tukar rupiah tidak terlalu jatuh akan dalam.

Demikian pula dengan sektor keuangan. Tekanan diyakini Piter juga pasti ada. Namun bila BI bisa meyakinkan pasar dengan kebijakan yang ahead the curve, gejolak tidak akan besar.

Piter melanjutkan, dampak lanjutan ke sektor rill akan minimal, bergantung kepada besarnya dampak ke nilai tukar dan sektor keuangan.

"Saya perkirakan tapering nanti saat dilakukan oleh The Fed, tidak akan mendadak dan dampaknya akan minimal. The Fed sudah menjanjikan untuk lebih terbuka dan terencana melakukan tapering. Mereka juga tidak ingin ada guncangan di pasar global," tutur Piter.

Dengan komunikasi yang lebih terbuka, menurut dia, pasar bisa mengantisipasinya dengan lebih baik, sehingga tidak terjadi guncangan.

"Dalam menghadapi tapering, pemerintah dan otoritas memang harus prepare for the worst. Tapi, di sisi lain, tidak boleh terlalu khawatir. Dengan demikian, pemerintah dan otoritas bisa mempersiapkan response kebijakan yang terbaik," terangnya.

Piter menambahkan, BI utamanya tidak boleh behind the curve. Itu sebabnya dia selalu mengatakan bahwa BI sudah tidak punya ruang untuk menurunkan suku bunga. Hal tersebut untuk mengantisipasi tapering.

Ia optimis dibandingkan dengan 2013, The Fed saat ini terlihat berbeda.

"Tahun 2013 mereka melakukan tapering secara mendadak, tidak antisipasi terjadinya shock di global. Tapi kali ini, mereka tidak mau terjadi shock dan berjanji akan lebih terbuka, tidak melakukannya secara mendadak," tutup Piter.

Dikutip dari Antara, Bursa AS ditutup melemah semalam. The Fed masih mempertahankan tingkat suku bunga saat ini. Namun, mengindikasikan potensi kenaikan pada 2023 atau lebih cepat dari rencana awal 2024.

Rencana tersebut didorong oleh percepatan vaksin serta ekspektasi perbaikan ekonomi di Negeri Paman Sam.

Di pasar komoditas, harga minyak WTI pagi ini berada pada level US$71 per barel. Sementara, emas terpantau berada pada level US$1.818 per troy ons.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar