c

Selamat

Kamis, 9 Mei 2024

EKONOMI

21 Februari 2022

21:00 WIB

Ecoprint; Bisnis Menjanjikan Dari Kain Ramah Lingkungan

Pemanfaatan hasil alam sebagai materi kain dan warna, membuat Ecoprint ramah lingkungan dan digemari.

Penulis: Wiwie Heriyani

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Ecoprint; Bisnis Menjanjikan Dari Kain Ramah Lingkungan
Ecoprint; Bisnis Menjanjikan Dari Kain Ramah Lingkungan
Produk sepatu ecoprinting dari Edithhouse. Edithhouse/dok

JAKARTA – Pandemi covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga cukup memengaruhi kondisi perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.   

Banyak pengusaha yang mengalami kerugian besar-besaran bahkan harus gulung tikar. Banyak pula pekerja yang terkena imbas hingga harus terkena PHK massal. 

Meski begitu, pandemi tidak selalu berdampak buruk. Belakangan, berbagai aturan pembatasan dari pemerintah mulai dari PSBB hingga PPKM empat level, justru membuat masyarakat memiliki waktu luang lebih untuk melakukan berbagai hal positif. Salah satunya, membuat produk kerajinan tangan. 

Ya, pada masa pandemi berkreasi produk kerajinan tangan nyatanya tidak lagi mengenal usia. Dari mulai anak-anak, remaja hingga lansia menjadikannya sebagai salah satu hobi baru. Alih-alih dari hobi, produk kerajinan tangan tersebut justru bisa jadi peluang bisnis baru loh

Edita, ibu berusia 49 tahun asal Bekasi, mengalaminya. Selama masa pandemi, dia memanfaatkan bisnis berawal dari hobi membuat kerajinan tangan. 

Owner and Founder Edith House ini pun menceritakan kepada Validnews, bagaimana awal mula berkecimpung di bisnis kerajinan tangan, khususnya di produk ecoprint.

Edita bercerita, hobi membuat produk kerajinan tangan sebenernya sudah digelutinya sejak 2016 hingga 2017. Produk-produk tersebut yakni berupa Craft Mix Media, Craft Decoupage, Ecoprint Fabrics, Ecoprint Leather. 

Bahkan, disela kesibukannya saat itu sebagai karyawan swasta, dia juga masih menyempatkan diri untuk berbagi ilmu atau mengajar di bidang kerajinan tangan. 

Dari sekian produk kerajinan tangan yang ditekuni, pada 2018 Edita mengaku kian jatuh cinta terhadap pembuatan produk ecoprint. 

Alasannya cukup simpel. Produk ecoprint memiliki keistimewaan karena penggunaan bahan-bahan yang alami alias ramah lingkungan. Mulai lah dia memfokuskan diri membuat karya di bidang ecoprint, hingga akhirnya masuk dalam berbagai komunitas sehobi.

“Akhirnya aku menekuni itu. Sampai akhirnya masuk dalam berbagai komunitas,” ujar Edita dalam perbincangan pada Rabu (16/2).

Menurutnya, teknik ecoprint berbeda dan memiliki keunikan tersendiri diantara teknik kerajinan tangan lainnya. Edita menjelaskan, sesuai dengan namanya, ecoprint memiliki makna print atau mencetak. 

Secara garis besar, cetak versi ini merupakan sebuah teknik memberi pola pada bahan atau kain menggunakan bahan alami seperti daun, batang, bunga, atau bagian tumbuhan lain yang menghasilkan pigmen sebagai pewarna alami. 

Misalnya, daun Afrika, Jarak, Jati, Ketapang, Jolawe, Mengkudu, Secang, Tegeran, bahkan ilalang dan jenis tanaman lain yang sangat mudah ditemukan di sekitar kita.

“Semakin banyak daun yang dulu zamannya ecoprint cuma pakai daun jati, ternyata sekarang ilalang pun bisa jadi sesuatu, apalagi itu kan tanaman-tanaman liar yang mudah kita temukan di sekitar rumah,” tutur Edita.

Bahkan, tidak hanya menggunakan pembuatan pola dari bahan alami, Edita menyebut, syarat wajib dan nilai jual dalam produk ecoprint juga terletak dari penggunaan bahan kain serat alam sebagai bidang utama untuk mencetak pola. 

Sebab, prinsip utama yang membuat produk ecoprint memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri adalah karena penerapan konsep eco friendly alias produk ramah lingkungan. 

“Semua produk dan bahan baku yang kita buat diupayakan untuk berbahan ramah lingkungan. Jadi, kain pun kami cari kain yang berbahan serat alam. Enggak mau pakai yang sintesis,” paparnya.

Keunikan lainnya adalah sifatnya yang sustainable. Pun, pengusung gaya hidup berkelanjutan dan ramah lingkungan kini bukan hanya marak di luar negeri, di Indonesia juga telah banyak kampanye senada. 

Ecoprint yang berbahan dasar serat dan pewarna alam, jelas mendukung kehidupan berkelanjutan. Pengusungnya jadi lebih peduli, rajin menanam materi yang diperlukan. 

Teknik Dan Corak
Sekilas, banyak orang yang tidak menyadari ketika melihat kain dengan corak-corak dedaunan beragam dengan warna-warna alami merupakan salah satu produk ecoprint. 

Banyak yang masih menganggap produk dan teknik ecoprint sama dengan batik. Pada faktanya, keduanya cukup berbeda, baik dari segi teknik pembuatan hingga hasil karya yang dihasilkan. 

Meskipun beberapa hasil produk ecoprint menyerupai batik, namun teknik produksi berbeda. Batik tulis atau batik cap yang justru lebih banyak menggunakan bahan sintetis atau kimia. Sebaliknya, ecoprint tak demikian.

Ada juga hal lain yang berbeda, yakni motif-motif atau pola tidak menentu dari ecoprint yang terlihat lebih unik. Keunikan motif kain yang dihasilkan dan tidak ada yang menyamai. 

Satu kain biasanya satu motif, karenanya terlihat lebih ekslusif. 

“Ecoprint beda dengan batik. Kalau batik ada suatu proses pencantingan. Kalau kita nggak. Jadi tahapannya, kain serat alam putih polos itu memang kita treatment, sama kayak batik ya. Setelah itu memang ada proses yang namanya celup jemur, tetapi itu tergantung selera atau teknik yang kita ambil. Celup jemur itu memperkuat warna menurut aku. Habis dari tahap morder itu baru kita mulai tahap proses ecoprint. Jadi ecoprint itu kan sebenernya bikin pola. Pola dan membuat motif di kain putih polos itu jadi dibuat bermotif daun-daunan,” terang Edita.

Ada teknik yang cukup mudah jika sudah menyukai dan menekuni bidang satu ini. Teknik yang paling popular yakni teknik steaming atau dengan cara dikukus. 

Pada teknik ini, setelah menyiapkan bahan-bahan utama seperti berbagai jenis daun dan batang, kamu perlu mencelupkan kain selulosa putih polos yang akan menjadi bidang utama ke dalam air. 

Tahap selanjutnya, bentangkan kain tersebut ke permukaan yang rata, lalu letakkan beberapa helai daun dan batang atau ranting di atas potongan bahan kain tersebut secara acak. Setelah sesuai dan yakin dengan motif yang akan dibuat, lalu lipat kain menjadi dua bagian sama besar. 

Anda juga bisa menempatkan sepotong pipa kecil di bagian bawah kain kemudian gulung secara perlahan agar desain yang dibuat tidak rusak. Lilitkan benang atau tali di sepanjang gulungan kain untuk menahan posisinya agar tidak terlepas.

Edita menjabarkan, agar pigmen pewarna pada tumbuhan keluar secara sempurna dan menghasilkan warna yang menarik, gulungan kain tersebut kemudian dikukus selama kurang lebih dua jam. 

Terakhir, angkat kain yang telah dikukus dan lepas ikatan tali atau benang yang terdapat pada kain tersebut. Bahan kain yang telah membentuk pola daun-daunan dan ranting pohon tersebut pun siap digunakan.

Selain teknik kukus, ecoprint juga memiliki teknik unik lain yang juga terbilang sebagai teknik yang cukup sederhana, yakni teknik ecopounding atau dengan cara dipukul-pukul. Sebab, dalam teknik ini kamu hanya perlu meletakkan beberapa daun dan ranting yang mengandung pigmen-pigmen pewarna di atas kain, kemudian memukulnya menggunakan palu.

Dari Iseng Jadi Cuan
Dia mengakui, pandemi membawa hal berbeda buat ecoprint. Karena tingginya antusiasmenya saat itu, banyak produk kain ecoprint miliknya yang justru menumpuk begitu saja di rumah. 

Selama beberapa tahun, tak pernah terlintas dipikirannya untuk menjadikannya sebuah produk yang bisa dijual karena nilai jualnya yang pasti tinggi. 

Namun, berkat dukungan suami dan keluarganya, Edita mulai menyadari bahwa sudah saatnya dia membuat produk yang unik, eksklusif dan bernilai jual tinggi. Karenanya, pada 2020 dia membuatnya lebih serius.  

Lalu, Edita saat itu mulai melakukan survei mencari pengrajin kulit untuk melakukan kolaborasi. Saat pertama kali berhasil berkolaborasi dengan pengrajin kulit, lahirlah 2 produk perdana miliknya, yaitu sepatu dan tas dengan motif ecoprint yang telah didesain sebelumnya. 

Saat itu, Edita mengaku belum percaya diri untuk memasarkan produknya itu. 

Namun, berkat adanya sebuah program wanita entrepreneur yang diselenggarakan salah satu perusahaan, dia pun mulai memiliki pengetahuan dasar tentang cara berbisnis. Berkat kemudahan sosial media, Edita pun iseng-iseng mempromosikannya di akun instagram khusus memamerkan produk-produk miliknya. 

Gayung bersambut. Beberapa orang yang mulai melirik produk ecoprint miliknya. Salah satunya, produk ecoprint sepatu boot kulit yang dibanderol dengan harga Rp1.500.000.  

Untuk sepatu berbahan dasar kain biasanya Edita jual dengan harga antara Rp500.000 hingga Rp900.000. Sementara sepatu berbahan dasar kulit dia jual di rentang harga Rp900.000 hingga termahal Rp1.500.000. 

Tidak hanya sepatu, buatannya mulai banyak peminat. Mulai dari tas, clutch dan dompet menarik perhatian Direktur Utama PT Sarinah, Fetty Kwartati. Momen itu terjadi saat Editha tidak sengaja dipanggil pihak Sarinah untuk melakukan kurasi produk tas handbag.  

Dari ketidaksengajaan itu, sejumlah direksi dari Sarinah pun melirik produk ecoprint milik Editha dan memesannya secara khusus melalui sistem PO (pre order). 

Kebanggaan yang dirasakan Editha tidak berhenti sampai disitu. Sebab, baru-baru ini dia menjadi salah satu dari 300 pelaku UMKM di Indonesia yang berhasil terpilih oleh Kemenparekraf untuk mempromosikan produknya dalam bentuk showcase planogram. 

Kemenparekraf juga memintanya untuk mengirimkan sampel produk ecoprint miliknya untuk difoto-foto. 

Tidak hanya memasarkan secara online dan menjual ke perorangan, pada tahun ini Edita telah berhasil menyebar produk-produknya ke beberapa toko retail.  

Agar produknya lebih dikenal.  dia juga melakukan branding melalui beberapa fashion show yang diadakan. Langkah-langkah tersebut dilakukan tentu agar bisa memperluas market agar produknya tidak hanya dikenal di Indonesia, namun juga mancanegara.

Di tangan Edita, pembuatan produk-produk ecoprint tidak sesulit membuat candi dalam satu malam. Namun, bukannya tanpa hambatan. 

Dia harus terus menjalin kerja sama dengan sejumlah pengerajin tas, sepatu, hingga penjahit, karena semula hanya memproduksi kain. 

“Kalau bicara mengenai profit, ya dapat sekitar 50% sih, 50% dari modal ya, 30-50%,” cetusnya bicara laba dari kerja sama.

Dia mengakui, persaingan bisnis ecoprint juga terbilang susah-susah gampang. Masih banyak pengrajin produk ecoprint yang justru tidak konsisten untuk menggunakan pewarna alam dan malah beralih ke pewarna sintesis. 

Pilihan ini dilakukan karena bahan sintesis lebih menghasilkan warna yang sangat mencolok. Yang kedua, adalah ketersediaan bahan. 

Selain memasarkan produk, dia memikirkan keberlangsungan teknik cetak kain ini.  Dia berusaha mendekati warga beberapa desa agar tertarik. Namun, diakuinya ini tak mudah. Banyak yang menilai upaya itu tak praktis. 

 “Ini baru di 2022 ini aku lempar kemana-mana. Ada di Mangga Dua Jakarta, Sarinah Jakarta, Kerabat Store Bandung, di IKEA Tangerang ini besok Maret,” ujarnya.

Nah, bagi kamu yang juga ikut tertarik dengan produk ecoprint milik Edita, kamu bisa memilih opsi pembelian secara offline maupun online. 

Jika lokasi kamu cukup dekat dengan store yang telah menjual produk Edith House, kamu tentu bisa melakukan pembelian secara offline dengan datang langsung ke lokasi Jati Asih Indah, Jl. Bintan II no 113 Jati Rasa - Jati Asih Kota Bekasi, Jawa Barat 17424.

Namun, jika dirasa cukup jauh, kamu bisa memesannya secara online melalui akun Instagram @edithhouse.gallery.    


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar