12 Mei 2022
09:14 WIB
Editor: Fin Harini
SAMARINDA – Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Muhammad Ikbal memperkirakan sebanyak Rp165 triliun uang berputar dalam masa mudik Lebaran, dan mendorong perekonomian baik di daerah maupun nasional.
Hal ini dilihat dari catatan pemerintah pusat, terdapat sekitar 83 sampai 85 juta jiwa jumlah pemudik di seluruh Indonesia pada mudik lebaran 2022.
Apabila pemudik mengeluarkan uang dengan rata-rata perkiraan Rp2 juta per orang dan dikalikan 83 juta manusia yang pulang mudik maka terjadi perputaran uang sekitar Rp165 triliun di seluruh Indonesia selama mudik lebaran 2022.
Ikbal menjabarkan, mudik lebaran sangat berdampak terhadap peningkatan ekonomi baik di daerah maupun nasional secara umum.
Ada beberapa jenis belanja masyarakat yang mampu meningkatkan perekonomian. Mulai dari transportasi, konsumsi makan selama di kampung, baju lebaran baru, THR hingga souvenir seperti hampers.
"Belum lagi setelah lebaran ada tempat-tempat wisata yang menjadi tujuan masyarakat. Di situ terdapat transaksi pembayaran tiket masuk, parkir dan pendapatan bagi UMKM di sekitar wisata," katanya, dikutip dari Antara, Kamis (12/5).
Di sisi lain, ia memperkirakan terjadi urbanisasi yang cukup tinggi pada mudik lebaran 2022. Lebih banyak masyarakat pedesaan yang pindah dari desa ke kota ketimbang sebaliknya.
"Orang lebih suka hidup di kota dari pada mencari pekerjaan di desa, apalagi di zaman teknologi ini karena memang mata pencaharian di desa semakin sempit walaupun masih ada peluang namun persentasenya sangat kecil," kata Ikbal.
Dia menjelaskan, fenomena yang muncul ketika mudik Lebaran ialah adanya daya tarik kota. Masyarakat yang balik ke kampung akan membawa keluarganya ke kota karena daya tarik kota yang sangat kuat.
"Mereka beranggapan bahwa di kota itu sangat besar peluang mendapatkan pekerjaan dan kota besar memberikan harapan baru bagi masyarakat di kampung," ucapnya.
Menurutnya, yang menjadi masalah ialah ketika masyarakat pedesaan yang melakukan urbanisasi tidak memiliki keterampilan atau cenderung berpendidikan rendah yang mencoba peruntungan di kota.
"Ini akan menjadi masalah karena tidak bisa memberikan kontribusi dalam pembangunan malah menjadi beban. Contoh jalan umum yang tadinya macet satu juta orang jadi dua juta orang. Apalagi mereka tidak bekerja, hanya menumpang di rumah keluarga akan semakin menjadi beban," paparnya.
Contoh sebagian besar di pedesaan terdapat sektor pertanian di mana semakin kecilnya keinginan masyarakat untuk bertani, hanya sekitar satu sampai tiga persen di banding dengan mengais rezeki di kota yaitu sektor jasa dan perdagangan.
"Di desa sangat sedikit yang mau jadi petani, apalagi yang pendidikannya tinggi sehingga SDM di sekitar pertanian mengalami penurunan. Ini dampaknya sangat negatif bagi ketahanan pangan kita," tegasnya.