c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

01 November 2024

16:32 WIB

Dongkrak Kapasitas Produksi, Bio Farma Siap Bangun Pabrik Baru

Bio Farma baru saja mendapat kontrak vaksin baru untuk ekspor 2025 sebesar Rp1,4 triliun. Kontrak tersebut merupakan separuh dari target ekspor Bio Farma untuk 2025 yang ditetapkan sebesar Rp3 triliun

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Dongkrak Kapasitas Produksi, Bio Farma Siap Bangun Pabrik Baru</p>
<p>Dongkrak Kapasitas Produksi, Bio Farma Siap Bangun Pabrik Baru</p>

Ilustrasi - Peneliti beraktivitas di ruang riset vaksin Merah Putih di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat. Antara/ Dhemas Reviyanto

JAKARTA - PT Bio Farma (Persero) akan membangun pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas produksi vaksin hingga lima kali lipat. Wakil Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Soleh Ayubi menyampaikan, saat ini kapasitas produksi vaksin di pabrik Bandung, Jawa Barat hanya mencapai 3,1 miliar dosis.

Menurut Soleh, pabrik tersebut sudah tidak memenuhi syarat untuk peningkatan kapasitas dan keamanan masyarakat sekitar, lantaran letaknya di tengah kota Bandung. 

"Sekarang sedang kita cari, arahan dari Pak Menteri (Menteri BUMN Erick Thohir) untuk mencari satu tempat yang memang kita siapkan juga untuk 50-100 tahun ke depan," kata Soleh di Jakarta, Jumat (11/1).

Saat ini, sudah terdapat tiga lokasi yang akan dipilih untuk menjadi pabrik baru Bio Farma. Namun, pemilihan lokasinya sendiri tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.

Menurut Soleh, ada banyak faktor yang harus diperhatikan, seperti analisis dampak lingkungan (AMDAL), ketersediaan air, energi hijau yang digunakan dan lainnya. Pabrik baru Bio Farma juga disebut memiliki potensi untuk meningkatkan revenue perusahaan sekitar delapan sampai 10 kali lipat.

"Air itu yang di Pasteur kita butuh 5 juta liter setahun itu untuk industri vaksin ya. Jadi nanti kita sedang dianalisis ketersediaan air, macam-macam lah yang sedang kita lakukan, energi hijau itu juga menjadi kunci ya," ujarnya.

Untuk diketahui, Bio Farma baru saja mendapat kontrak vaksin baru untuk ekspor 2025 sebesar Rp1,4 triliun. Kontrak ini didapat saat Bio Farma menghadiri pertemuan tahunan di Brasil pada bulan lalu, di mana pesertanya terdiri dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF dan 43 perusahaan farmasi global.

Lebih lanjut, Soleh menyampaikan, kontrak senilai Rp1,4 triliun merupakan separuh dari target ekspor Bio Farma untuk 2025, di mana ditetapkan sebesar Rp3 triliun. 

"Jenisnya macam-macam tapi di antaranya adalah polio, difteri, tetanus, pertusis, itu total sekitar Rp1,4 triliun untuk tahun 2025 saja," ujar Soleh.

Kontribusi vaksin Bio Farma terhadap kesehatan dunia, kata Soleh, sangat luar biasa. Sekitar 700 juta anak dari 153 negara menggunakan vaksin Bio Farma. Oleh karena itu, Bio Farma berkomitmen akan terus memperbaiki produk-produknya dan memastikan rantai pasok vaksin terjamin.

Bio Farma juga terus melakukan riset untuk membuat vaksin dari beberapa penyakit mengerikan di dunia. "HIV, tuberculosis, itu adalah penyakit-penyakit yang sedang kita siapkan solusi-solusinya. Tentu berkolaborasi dengan swasta, dengan guidance dan direction juga dari Kementerian BUMN dan Kementerian Kesehatan," ucap Soleh.

Produksi Radiofarmaka
Sebelumnya, Bio Farma juga menyatakan, tengah menyiapkan produksi radiofarmaka yang merupakan hasil perkembangan teknologi kedokteran nuklir untuk mendeteksi kanker secara dini. Direktur Utama PT Bio Farma Shadiq Akasya menuturkan, produksi radiofarmaka ini merupakan bentuk komitmen dalam mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien kanker di Indonesia.

“Bio Farma menyadari radiofarmaka akan menjadi bagian penting dari ekosistem kesehatan masa depan dan kami akan terus mengembangkan produk-produk yang memenuhi kebutuhan masyarakat dengan teknologi yang lebih modern,” kata Shadiq.

Menurutnya, saat ini kanker merupakan penyebab kematian kedua di dunia, dengan 9,6 juta kematian per tahun. Sedangkan, di Indonesia terdapat 136 kasus kanker per 100 ribu penduduk, yang menempatkan negara ini pada peringkat ke-8 di Asia Tenggara. Oleh karena itu, kata dia, produksi radiofarmaka ini akan menunjukkan pentingnya deteksi dini dalam menangani penyakit kanker guna menurunkan angka kematian.

“Hal ini menjadi solusi yang sangat diharapkan bagi pasien dengan penyakit yang sulit terdeteksi pada tahap awal,” imbuhnya.

Sebagai bagian dari BUMN, kata Shadiq, PT Bio Farma berkomitmen untuk memprioritaskan kebutuhan produksi radiofarmaka dalam negeri yang disesuaikan dengan permintaan rumah sakit di Indonesia yang telah memiliki alat pendeteksi kanker atau Positron Emission Tomography (PET) Scan.

“Kami berkomitmen untuk mendukung kemandirian bangsa di bidang kesehatan termasuk dalam pengembangan produk radiofarmaka yang merupakan produk kesehatan modern yang berbasis teknologi nuklir yang memiliki peran sangat penting dalam diagnostik berbagai penyakit,” kata dia.

Lebih lanjut, Shadiq mengatakan, dengan adanya produksi radiofarmaka dalam negeri, masyarakat Indonesia diharapkan dapat lebih mudah mendapatkan akses pada teknologi diagnosis kanker yang canggih tanpa harus berobat ke luar negeri. 

“Dan tadi jangan sampai kita untuk periksa deteksi kanker selalu ke luar negeri, di Indonesia sekarang sudah ada produk tersebut dari Bio Farma,” tandasnya.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan apresiasi kepada Bio Farma atas upaya mereka dalam memproduksi radiofarmaka yang merupakan bahan penting untuk mendukung alat deteksi kanker PET Scan. Budi menyampaikan, langkah Bio Farma untuk memproduksi radiofarmaka sendiri merupakan tonggak penting dalam meningkatkan akses dan keterjangkauan layanan kesehatan di Indonesia.

“Terima kasih kepada Bio Farma yang sudah merealisasikan pabrik cyclotron komersial pertama untuk memproduksi radiofarmaka yang merupakan bahan baku yang sangat diperlukan oleh rumah sakit-rumah sakit yang memiliki PET Scan,” ucap Budi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar