02 Januari 2024
20:29 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
JAKARTA - Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyampaikan penggunaan tarif efektif rata-rata untuk menghitung dan memotong PPh Pasal 21 tidak menyasar kalangan tertentu, melainkan berlaku untuk wajib pajak orang pribadi.
Suryo menerangkan penerapan tarif efektif juga bertujuan memudahkan pemotongan PPh Pasal 21. Karena dalam aturan baru, pemerintah telah menetapkan tarif baku sesuai status wajib pajak, jumlah tanggungan dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
"Jadi prinsipnya tarif efektif bukan menyasar kalangan tertentu, tapi untuk kemudahan pemberi kerja melakukan pemotongan, untuk menghindari kesalahan," ujar Suryo dalam Konpers APBN Kita di Gedung Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (2/1).
Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 58/2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Lampiran PP 58/2023 memuat tabel berisi tarif PPh Pasal 21 yang sudah baku dan rentang penghasilan bruto wajib pajak, baik secara bulanan ataupun harian. Beleid itu berlaku 1 Januari 2023 dan Kementerian Keuangan tengah menyusun PMK yang berisi petunjuk pelaksanaannya.
"Tujuannya sebetulnya untuk memudahkan penghitungan, karena bentuknya tabel, tergantung jumlah penghasilannya, PTKP, tanggungan, ada di sana, sehingga memudahkan risiko pemotongan, (tahu) berapa banyak yang dipotong oleh pemberi kerja," terang Suryo.
Modelnya, tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 digunakan untuk pemotongan masa pajak Januari-November. Sementara itu, pada masa pajak Desember 2023, dihitung kembali menggunakan tarif progresif PPh dalam Pasal 17 UU PPh stdd UU HPP.
"Pemotongan dengan tarif efektif ini kalau secara sederhana, merupakan pembayaran pajak di depan, nanti diperhitungkan akhir di SPT Desember setiap tahun pajak yang bersangkutan," imbuh Suryo.
Dengan menggunakan skema tarif efektif, Dirjen Pajak berharap bisa menekan angka restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Dia juga berharap tidak ada lonjakan kurang bayar pajak penghasilan ke negara.
"Harapannya tidak terjadi restitusi dan apabila terjadi kurang bayar, tidak besar dan tidak memberatkan wajib pajak," ucap Suryo.
Pada kesempatan terpisah, Stafsus Menkeu Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyatakan tarif efektif berlaku untuk semua wajib pajak orang pribadi. Namun dia tidak menjawab apakah wajib pajak bisa kena sanksi apabila tidak memakai tarif efektif.
"Semua enggak bisa enggak menggunakan tarif efektif, karena kan pakai tarif efektif," tutur Yon kepada awak media usai Konpers APBN Kita.
Dia mengingatkan tarif efektif bukan tarif pajak baru, sehingga tidak ada beban pajak tambahan kepada wajib pajak. Tarif efektif adalah skema pemotongan menggunakan besaran tarif yang sudah ditentukan.
Yon mencontohkan jika kantor atau pemberi kerja mau memotong pajak karyawannya, tinggal menyesuaikan status karyawan dengan golongan tarif dalam tabel di PP 58/2023.
"Tidak ada beda beban menggunakan skema tarif efektif atau Pasal 17. Kalau tarif efektif itu Januari-November, kenapa kita gunakan, biar lebih mudah ngitungnya. Selama ini kan skenarionya bisa puluhan, ratusan jumlahnya," kata Yon.
Untuk aturan pelaksanaannya, lanjut Yon, saat ini sedang diselesaikan Kemenkeu. Dia optimis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai tarif efektif PPh Pasal 21 ini akan segera terbit.
"PMK-nya harusnya segera, karena PP-nya keluar agak belakang (27 Desember 2023), kan nungguin nomor PP-nya dulu, PMK-nya insyaallah segera mungkin satu atau dua hari ini," tutup Stafsus Menkeu.