c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

05 September 2024

13:05 WIB

Di ISF 2024, Jokowi 'Jualan' Potensi EBT Ke Negara Maju

RI 1 tegaskan upaya menangani dampak perubahan iklim tak bisa dilakukan dengan pendekatan ekonomi.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Di ISF 2024, Jokowi &#39;Jualan&#39; Potensi EBT Ke Negara Maju</p>
<p>Di ISF 2024, Jokowi &#39;Jualan&#39; Potensi EBT Ke Negara Maju</p>

Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan dalam pembukaan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Antara Foto/Aditya Pradana Putra

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengungkapkan Indonesia punya segudang potensi energi baru dan terbarukan (EBT). Untuk kesekian kalinya, Jokowi menyebut ada 3.600 GW potensi energi hijau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Karena itu, dia mengajak negara-negara maju agar menyuntikkan investasi mereka sebagai bentuk kepedulian terhadap isu perubahan iklim. Potensi EBT yang ada di Indonesia menurutnya tak akan bisa berdampak signifikan apabila negara maju tidak berani berinvestasi di negara-negara berkembang.

"Selama riset dan teknologi tidak dibuka secara luas, dan selama pendanaan tidak diberikan dalam skema yang meringankan negara berkembang, semua itu tidak akan memberi dampak signifikan," sebutnya saat membuka Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, Kamis (5/9).

Di depan perwakilan negara-negara maju, Jokowi memamerkan wujud komitmen Indonesia dalam proses transisi energi, Salah satunya lewat PLTS Terapung Cirata berkapasitas 192 MWp dan berstatus sebagai PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia.

Baca Juga: Indonesia International Sustainability Forum Akan Hadir September 2024

Kemudian, Nusantara diketahui juga memiliki potensi besar dalam penyerapan karbon, misalnya lewat hutan mangrove yang total luasannya mencapai 3,3 juta hektare dan mampu menyerap karbon 8-12 kali lebih baik dibandingkan hutan hujan tropis, hingga kawasan industri hijau seluas 13.300 hektare.

"Tapi semuanya itu tidak akan memberi dampak signifikan bagi percepatan penanganan dampak perubahan iklim selama negara maju tidak berani berinvestasi," tegas Jokowi.

Ayahanda dari Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka itu pun menggarisbawahi upaya menangani perubahan iklim tidak akan terselesaikan apabila negara maju masih memikirkan ego dan keuntungannya sendiri.

Menurutnya, proses transisi energi tak dapat dijalankan dengan pendekatan ekonomi, melainkan harus dengan pendekatan kolaboratif antara negara maju dan negara berkembang.

"Perubahan iklim ini tidak akan pernah bisa terselesaikan selama dunia menggunakan pendekatan ekonomi, selama dunia hanya menghitung keuntungannya sendiri, dan selama dunia hanya mementingkan egosentrisnya sendiri-sendiri," tegas RI 1.

Baca Juga: Mari Elka: Adaptasi Perubahan Iklim Cegah PDB RI Turun 1,24%

Jokowi mengatakan proses transisi energi tak boleh mengorbankan kepentingan rakyat kecil. Ekonomi hijau, sambungnya, bukan sekadar tentang perlindungan lingkungan, tetapi juga menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat secara berkelanjutan.

"Kolaborasi bukan pilihan, kemanusiaan bukan opsi, melainkan sebuah keharusan dan kewajiban," imbuhnya.

Dirinya juga menegaskan pemerintah sangat terbuka untuk bermitra dengan siapapun dalam rangka memaksimalkan potensi dan memberi akses energi hijau yang berkeadilan yang ujungnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

"Jangan ragukan komitmen Indonesia dalam mencapai NZE dan berkontribusi lebih jauh bagi dunia. Saya harap forum ISF ini dapat menjadi tempat bertemunya pengetahuan dan sumber daya yang dapat menjadi modal bersama dalam kolaborasi menghadapi tantangan iklim," pungkas Presiden Joko Widodo.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar