c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

14 Juni 2022

19:44 WIB

Di Balik Ide Korporatisasi Petani

Petani kerap tak memiliki posisi tawar yang kuat ketika berhadapan dengan tengkulak. Korporatisasi petani dianggap jadi solusi.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

Di Balik Ide Korporatisasi Petani
Di Balik Ide Korporatisasi Petani
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

JAKARTA – “Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman,” sepenggal lirik Kolam Susu oleh grup band lawas Koes Plus itu menggambarkan lahan di Indonesia sangat mendukung untuk menghasilkan kemakmuran bagi masyarakat.

Segala macam tanaman bisa tumbuh di Nusantara, mulai dari padi, jagung, kopi, sayur-mayur, buah-buahan, dan masih banyak lagi komoditas yang tumbuh subur. Untuk tanaman sayuran, misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan sepanjang tahun lalu, angka produksi mencapai lebih dari 14,8 juta ton. Jenisnya pun beragam, mulai dari bawang merah, bawang putih, bawang daun, kentang, kubis, kembang kol, petsai/sawi, wortel, kacang panjang, cabai besar, cabai rawit, tomat, terung, buncis, ketimun, dan masih banyak lagi. 

Berdasarkan data BPS, pertanian menyerap tenaga kerja paling banyak. Pada Februari 2022, hasil Sakernas menunjukkan ada tiga lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja paling banyak. Pertama, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan serapan sebesar 29,96%; Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 19,03%; dan Industri Pengolahan sebesar 13,77%. Pola lapangan pekerjaan dalam menyerap tenaga kerja ini masih sama dengan Februari 2021.

Sebagai informasi, jumlah penduduk bekerja pada Februari 2022 mencapai 135,61 juta. Ini berarti, jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 40,62 juta. 

Dibandingkan Februari 2021, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan juga membukukan peningkatan jumlah tenaga kerja terbesar, yakni 0,37 persen poin. Sektor berikutnya yang juga mencatatkan kenaikan tenaga kerja adalah Industri Pengolahan (0,17 persen poin); dan Transportasi dan Pergudangan (0,16 persen poin).

Namun, persentase penduduk miskin perdesaan lebih tinggi dibandingkan kota. Masih dari data BPS, per September 2021, persentase penduduk miskin perdesaan sebesar 12,53%, sementara persentase penduduk miskin perkotaan sebesar 7,6%. Dilihat dari jumlahnya, jumlah penduduk miskin perdesaan sebanyak 14,64 juta, sedangkan di perkotaan sebanyak 11,86 juta. 

Minimnya posisi tawar petani menjadi alasan kurangnya kesejahteraan. Lahan yang sempit membuat hasil produksi terbatas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sri Hery Susilowati dan Mohammad Maulana, jumlah petani yang menguasai lahan <0,5 ha meningkat. Yakni, dari 45,3% pada tahun 1993 menjadi 56,4% pada tahun 2003. Sementara rata-rata luas penguasaan lahan sawah, terutama di Jawa, menurun dari 0,49 hektare pada tahun 1995 menjadi 0,36 hektare tahun 2007. Luas lahan usahatani yang diperlukan untuk mencapai break event point (BEP) usahatani padi, jagung dan kedele berturut-turut sebesar 0,51, 0,41 dan 0,46 hektare.

Dengan daya tawar yang rendah, para petani kerap dipermainkan oleh tengkulak. Mau tidak mau, petani menerima berapapun yang ditawarkan tengkulak, ketimbang tidak laku.

Apalagi, mereka-mereka yang petani perorangan dengan lahan yang kecil-kecil, sudah bisa menjadi makanan empuk para tengkulak. Lagi-lagi petani tak bisa berbuat banyak karena tak punya kedudukan, kuasa, atau hak untuk menawar.

Buruh tani menanam padi di kawasan sawah Desa Tegalsembadra, Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (4/1/2022). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara 

 

Berkoperasi
Korporatisasi dinilai pemerintah salah satu kunci guna menyelesaikan problem tersebut. Korporatisasi menurut KBBI Kemendikbud adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan pola manajemen korporasi sebagai kendali atau acuan; proses, cara, perbuatan membuat sesuatu menjadi korporasi: Dengan begitu, korporatisasi petani adalah cara menjadikan usaha pertanian menjadi korporasi.

Koperasi pun dinilai sebagai bentuk usaha yang tepat. Dengan bergabung ke dalam entitas perkoperasian, hasil produksi petani terkumpul dalam jumlah yang besar. Dengan demikian, petani memiliki daya tawar yang lebih tinggi. 

Petani juga tak perlu berhadapan dengan pasar sendiri. Koperasi akan menyerap hasil panen para petani untuk kemudian dijual kembali. Hal inilah yang kerap disebut peran koperasi sebagai offtaker pertama atas produk-produk petani. Jadi, para petani bisa fokus untuk menggarap lahan mereka, apalagi petani perorangan yang berlahan sempit.

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM pun mengklaim telah merampungkan berdirinya 40 koperasi sektor pangan di tahun 2021 kemarin. Sedangkan untuk tahun ini, ditargetkan bertambah sebanyak 40 unit koperasi sektor pangan.

Target itu pun masih dalam rangkaian penciptaan 150 koperasi modern. Artinya, sebanyak 80 koperasi sektor pangan yang sudah menerapkan teknologi digital ditargetkan bisa rampung paling lambat akhir tahun ini.

"Dari 150 koperasi modern, kita prioritaskan 80 unit diantaranya untuk pengembangan korporatisasi sektor pangan. Kita sudah selesaikan model bisnisnya," ungkap Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi beberapa waktu lalu.

Konsep korporatisasi pangan melalui entitas koperasi itu muncul ketika market demand terhadap produk-produk pertanian yang besar tak sejalan dengan sisi produksi yang masih lemah. Selain itu juga, permintaan produk pangan yang besar kerap tak banyak dipikirkan oleh petani.

Melalui korporatisasi, para petani pun diharapkan bisa memperluas akses pasar mereka, termasuk hingga terhubung ke rantai pasok industri, hingga ekspor ke berbagai negara. KemenkopUKM terus menegaskan bahwa korporatisasi pangan hingga kini tetap menjadi program prioritas.

"Lewat koperasi, ini solusi untuk memanfaatkan pasar yang sangat besar, baik dari sisi supply, quantity, ataupun juga kualitas. Kita masih banyak komoditas yang impor, tetapi banyak juga potensi dari pasar global, sehingga korporatisasi memang menjadi prioritas kita," tandas Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam kesempatan yang sama.

Manfaat lain apabila para petani atau peternak bergabung dalam entitas koperasi ialah terkait akses pembiayaan. Mereka (petani) akan lebih mudah mendapatkan suntikan modal untuk beragam keperluan yang terkait dengan pertanian atau peternakan yang mereka kelola.

Asistensi telah diberikan lewat penyediaan pinjaman dana bergulir yang disalurkan oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM (LPDB-KUMKM) dengan pola konvensional, yakni bunga 3% sliding maupun secara syariah atau bagi hasil 20:80.

LPDB-KUMKM dalam hal ini wajib menjalankan amanatnya dalam menggulirkan pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi para pelaku usaha. Pentingnya para petani untuk bergabung dengan koperasi pun mengingat saat ini alokasi dana LPDB-KUMKM terfokus pada perkoperasian.

Namun demikian, ada sumber pembiayaan lain yang dapat diakses, yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR). Tahun ini, pemerintah memberikan dukungan akses pembiayaan untuk UMKM melalui KUR dengan target penyaluran sebesar Rp373,17 triliun.

Pasca Panen
Daya tawar petani, disebut Teten, tak hanya berasal dari bersatunya produksi petani-petani kecil. Namun, juga dari peningkatan kualitas produksi. Pasalnya, proses pengolahan yang lebih layak ketika bergabung dengan koperasi.

Komoditas kopi merupakan salah satu contohnya. Kopi khas Nusantara selama ini masih kurang berkembang jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing, baik itu di kawasan Asia Tenggara, seperti Vietnam, atau dari Benua Amerika, yakni Brazil.

Padahal di sisi lain, kopi dari Indonesia punya beragam varietas dari Aceh hingga ke Papua. Selain itu, sekitar 96% kopi Indonesia diproduksi di kebun milik petani, bukan milik perusahaan. Hal-hal tersebut menjadi cerminan bahwa komoditas kopi dari Indonesia punya peluang yang amat besar untuk berkembang dan mendominasi pasar kopi dunia.

"Intinya, para petani jangan dibiarkan perorangan dan saling bersaing, tapi harus ada desain model bisnis mereka dan ini bisa diwujudkan melalui koperasi," kata Menteri Teten.

Peluang yang amat besar dari komoditas kopi itu sayangnya tak bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin. Biasanya, kendala terdapat pada bagian produksi dan pengolahan, mulai dari penjemuran di pinggir jalan, terkena debu jalanan, kemudian pengiriman yang dicampur dengan produk lain yang berdampak pada menurunnya kualitas produk, dan sebagainya.

Permasalahan itu pun digadang-gadang dapat teratasi apabila para petani kopi saling terkonsolidasi dalam entitas koperasi. Di samping berperan sebagai offtaker, koperasi juga bisa mengolah hasil panen dari petani sebelum akhirnya dipasarkan.

Petani memanen bawang merah saat panen raya di kawasan food estate lereng Gunung Sindoro Desa Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (20/1/2022). ANTARAFOTO/Anis Efizudin 

 

Gandeng Pihak Lain
Akhir April 2022 lalu, Kementerian Koperasi dan UKM telah menandatangani nota kesepahaman bersama konsultan pendamping koperasi pertanian tingkat global asal Belanda, Agriterra. Kerja sama itu secara umum mencakup kesepakatan mengembangkan korporatisasi sektor pertanian lewat koperasi.

Kedua pihak punya visi yang sejalan, yakni mewujudkan koperasi sebagai entitas bisnis yang modern, kontributif, dan kompetitif dengan mengonsolidasikan petani-petani kecil ke dalam entitas perkoperasian.

Kerja sama antara KemenkopUKM bersama Agriterra antara lain melingkupi penyediaan data dan informai koperasi, peningkatan kualitas tata kelola kelembagaan koperasi, hingga memacu kualitas manajemen keuangan di lingkungan koperasi.

Selain itu, kolaborasi tersebut juga mencakup penumbuhan dan pengembangan jejaring kemitraan usaha dan perluasan akses pasar, meningkatkan kapasitas SDM koperasi beserta pembinanya, serta terakhir mendongkrak nilai tambah dan daya saing produk koperasi.

Tak hanya menggandeng konsultan pendamping koperasi pertanian tingkat global, kolaborasi juga dibangun dengan asosiasi di dalam negeri. MenkopUKM Teten Masduki dalam sebuah kesempatan telah meminta agar Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) untuk menjadi campaign manager peningkatan kualitas peternakan.

Salah satu langkah strategis yang diminta kepada HPDKI adalah menguatkan korporatisasi peternak sebagai bagian dari program besar KemenkopUKM. Korporatisasi itu akan membuat peternak perorangan dengan jumlah hewan ternak yang tak seberapa bisa berbisnis dalam skala ekonomi dan lebih efisien.

Peternak pun diharapkan bisa mendapatkan segudang manfaat ketika mereka terkonsolidasi ke dalam koperasi. Circuit economy atau closed loop economy digadang-gadang akan cepat terwujud, seperti halnya diterapkan sejumlah negara maju dengan koperasi peternakan, seperti Belanda dan Selandia Baru.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar