03 Mei 2024
20:28 WIB
Desa Wisata Nglanggeran Dapat Dukungan Pembiayaan Homestay
Kemenkeu memberikan serangkaian dukungan untuk mendorong perekonomian Desa Nglanggeran, Gunung Kidul. Salah satunya dengan pembiayaan homestay.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Wisatawan mengunjungi Desa Wisata Nglanggeran di Patuk, Gunungkidul, DI Yogyakarta. Antara Foto/Hendra Nurdiyansyah.
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui dua special mission vehicle (SMV), PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) dan LPEI turut mendorong perekonomian Desa Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta melalui beberapa program.
Adapun dukungan dari dua SMV Kemenkeu itu mencakup pendampingan secara teknis hingga desa mampu melakukan ekspor, serta penyaluran pembiayaan. Pertama, bantuan dari PT SMF berupa program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) melalui Program Pembiayaan Homestay.
Direktur Utama PT SMF Ananta Wiyogo mengatakan pihaknya telah menyalurkan pembiayaan untuk pembangunan homestay di Desa Nglanggeran sejak 2019. Menurutnya, program homestay berperan mendorong ekonomi daerah pada sektor perumahan, terutama karena Desa Nglanggeran merupakan destinasi wisata.
"Hingga 2023, kami telah membiayai 24 unit homestay di Desa Nglanggeran, dengan total penyaluran dana senilai Rp1,57 miliar dan rata-rata tenor 10 tahun," ujarnya dalam Press Tour Kemenkeu Kamis (2/5).
Baca Juga: Desa Nglanggeran Terima Penghargaan Best Tourism Villages Dari UNWTO
Ananta menyampaikan Desa Nglanggeran merupakan salah satu desa yang masuk dalam Top 100 Destinasi Berkelanjutan Dunia versi Global Green Destinations Days pada 2018. Selain itu, desa di kaki Gunung Api Purba itu pernah meraih gelar Desa Wisata Terbaik (Best Tourism Village) dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO) pada 2021.
Kedua, bantuan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) berupa program Desa Devisa. Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI Maqin Norhadi menerangkan Desa Nglanggeran memiliki komoditas unggulan, yakni kakao yang perlu didukung untuk diekspor.
Lahan perkebunan kakao Desa Nganggeran mencapai 10,2 hektare. Masyarakat desanya pun telah berhasil menghasilkan berbagai jenis produk turunan kakao, seperti kakao fermentasi, kakao bar, dan kakao nibs.
Ada 96 penanam kakao di Desa Nglanggeran dan kebunnya diramaikan sebanyak 5.000-6.000 pohon kakao. Adapun total produksi kakao mencapai 123 kg per bulan.
Melalui program Desa Devisa, lanjut Norhadi, LPEI memberikan berbagai pelatihan untuk mendukung daya saing kakao Desa Nglanggeran. Seperti manajemen ekspor, pendampingan akses pasar, peningkatan kapasitas produksi, dan pendampingan terkait sertifikasi organik.
"Kegiatan ini dilandasi harapan dapat membantu Desa Devisa Gunungkidul untuk memperluas akses pasar ekspor, meningkatkan kapasitas produksi, serta memenuhi persyaratan sertifikasi yang dibutuhkan oleh pasar," ujarnya.
Ekspor Kakao ke Swiss
Norhadi juga menyampaikan Desa Devisa Gunungkidul ini telah berhasil melakukan ekspor pertama ke Swiss. Meski demikian, ia tidak menyebut besaran devisa yang dihasilkan dari kegiatan ekspor serta volume ekspor kakaonya.
Ia optimis pendampingan LPEI membuahkan hasil karena membuat Swiss melirik tren positif kakao di Desa Nglanggeran. Selain dukungan untuk proses produksi dan pembukaan pasar, pendampingan Desa Devisa turut membuat petani kakao sejahtera karena kenaikan nilai jual kakao.
Norhadi mencontohkan tadinya kakao fermentasi dijual dengan harga Rp25.000/kg. Setelah diolah dan mendapatkan pelatihan Desa Devisa, harga jualnya naik menjadi Rp100.000/kg. Ia berharap ke depannya Desa Nglanggeran bisa melakukan ekspor mandiri.
Baca Juga: Desa Nglanggeran Jadi Teladan, Optimalkan Potensi dan Dana Desa
"Harapannya warga Desa Nglanggeran mampu melakukan ekspor secara mandiri dan berkelanjutan," tutur Norhadi.
Pada kesempatan yang sama, Lurah Nglanggeran Widada memberikan pandangannya terkait serangkaian bantuan yang digelontorkan untuk Desa Nglanggeran. Ia mengaku pendampingan Desa Devisa membawa perubahan positif.
Ia pun memastikan program pendampingan sekaligus pembiayaan yang dikucurkan untuk Desa Nglanggeran, termasuk dana desa, akan dimanfaatkan sebaik mungkin. Di satu sisi, ia juga meminta perangkat pemerintahan pusat, tidak melepaskan pihaknya begitu saja tanpa pemantauan.
"Jangan dilepas begitu saja, harus dipantau, berikan motivasi, lain kali sempat tinjau kembali bagaimana perkembangan petani kakao di desa. Selanjutnya, dana APBN yang dianggarkan lewat dana desa dan dana istimewa (dari Pemprov Yogyakarta) sudah dimanfaatkan kepada warga masyarakat," ucap Widada.